Sisterm Politik Islam dan Demokrasi
BAB
15
SISTEM
POLITIK ISLAM DAN DEMOKRASI
Pengertian
Politik Islam
Dalam
term keislaman politik identik dengan siasah. Secara etimologis siasah artinya
mengatur,
aturan,
dan keteraturan. Fiqih Siasah adalah hukum Islam yang mengatur sistem kekuasaan
dan
pemerintalian.
Politik sendiri artinya segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan
sebagainya)
mengenai pemerintahan suatu negara, dan kebijakan suatu negara terhadap negara
lain.
Politik dapat juga berarti kebijakan atau cara bertindak suatu negara dalam
menghadapi atau
menangani
suatu masalah.
Garis-garis
besar siasah Islam meliputi tiga aspek:
1.
Siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam).
2.
Siasah Dauliyyah (Hukum politik yang mengatur hubungan antara satu negara
dengan negara
yang
lain.
3. Siasah
Maliyyah (Hukum politik yang mengatur sistem ekonomi negara).
Kedaulatan
berarti kekuasaan tertinggi menurut siasah Islam аdа раdа Allah. Kedaulatan
yang
dapat
mempersatukan kekuatan-kekuatan dan aliran-aliran yang berbeda-beda di
masyarakat
dalam
konsep Islam berada di tangan Tuhan. Gambaran kekuasaan dan kehendak Tuhan
tertuang
dalam
al-Qur’an dan sunnah Rasul. Oleh karena itu penguasa tidaklah memiliki
kekuasaan
mutlak,
ia hanyalah wakil (khalifah) Allah di muka bumi yang berfungsi untuk membumikan
sifat-sifat
Allah dalam kehidupan nyata. Kekuasaan adalah amanah Allah yang diberikan
kepada
orang-orang
yang berhak mendapatkannya. Pemegang amanah haruslah menggunakan
kekuasaannya
itu dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan
al¬-Qur’an.
9.2.
Prinsip-prinsip Dasar Politik dalam Islam
Prinsip-prinsip
dasar siasah dalam Islam meliputi antara lain:
1.
al-Musyawarah
а.
Pembahasan bersama
b.
Tujuan bersama yakni untuk mencapai suatu keputusan
с.
Keputusan itu merupakan penyelesaian dari suatu masalah yang dihadapi bersama
2.
аl- `Adalah (keadilan)
3.
al-Musawah (persamaan)
4.
аl-Hurriyyah (kemerdekaan)
5.
Perlindungan jiwa raga dan harta masyarakat.
9.3.
Demokrasi dalam Islam
Kedaulatan
mutlak dan keesaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan
manusia
yang terkandung dalam konsep khilafah memberikan kerangka yang dengannya para
cendekiawan
belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang dapat dianggap
demokratis.
Di dalamnya tercakup definisi kliusus dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat,
tekanan
рада kesamaan derajat manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban
pemerintah.
Penjelasan
mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam banyak memberikan perhatian
раdа
beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik. Demokrasi Islam dianggap
sebagai
sistem
yang mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah
(syura),
persetujuan (ijma'), dan penilaian interpretatif yang mandiri
(ijtihad). Seperti banyak
konsep
dalarn tradisi Barat, istilah-istilah ini tidak selalu dikaitkan dengan pranata
demokrasi
dan
mempunyai banyak konteks dalam wacana muslim dewasa ini. Namun, lepas dari
konteks
dan
pemakaian lainnya, istilah-istilah ini sangat penting dalam perdebatan
menyangkut
demokratisasi
di kalangan masyarakat muslim. (John L. Esposito & John О. Voll, 1999 :
33).
Perlunya
musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia. Masalah
musyawarah
ini dengan jelas juga disebutkan dalam al-Qur’an surah al-Syura [42] : 38, yang
isinya
berupa perintah kepada para pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan
urusan
mereka yang dipimpinnya dengan cara bermusyawarah. Dengan demikian, tidak akan
terjadi
kesewenang-wenangan dari seorang pemimpin terhadap rakyat yang dipimpinnya.
Oleh
karena
itu, "perwakilan rakyat" dalam sebuah negara Islam tercermin
terutama dalam doktrin
musyawarah
(syura). Dalam bidang politik, umat Islam mendelegasikan kekuasaan mereka
kepada
penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani masalah
negara.
Di
samping musyawarah аdа hal lain yang sangat penting dalam masalah demokrasi,
yakni
konsensus
atau ijma'. Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan
hukum
Islam dan memberikan sumbangan sangat besar раdа korpus hukum atau tafsir
hukum.
Namun
hampir sepanjang sejarah Islam konsensus sebagai salah satu sumber hukum Islam
cenderung
dibatasi раdа konsensus para cendekiawan, sedangkan konsensus rakyat kebanyakan
mempunyai
makna yang kurang begitu penting dalam kehidupan umat Islam. Namun dalam
pemikiran
muslim modern, potensi fleksibilitas yang terkandung dalam konsep konsensus
akhirnya
mendapat saluran yang lebih besar untuk mengembangkan hukum Islam dan
menyesuaikannya
dengan kondisi yang terus berubah (Hamidullah, 1970: 130). Dalam
pengertian
yang lebih luas, konsensus dan musyawarah sering dipandang sebagai landasan
yang
efektif
bagi demokrasi Islam moderen. Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan
sistem
yang mengakui suara mayoritas (John L. Espositi & John О. Voll, 1999 :
34).
Selain
syura dan ijma’, ада konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi Islam,
yakni
ijtihad.
Bagi para pemikir muslim, upaya ini merupakan langkah kunci menuju penerapan
perintah
Tuhan di suatu tempat atau waktu. Musyawarah, konsensus, dan ijtihad merupakan
konsep-konsep
yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam kerangka Keesaan
Tuhan
dan kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya. Meskipun istilah-istilah
ini
banyak
diperdebatkan maknanya, namun lepas dari ramainya perdebatan maknanya di dunia
Islam,
istilah-istilah ini memberi landasan yang efektif untuk memahami hubungan
antara Islam
dan
demoknasi di dunia kontemporer (John L. Esposito & John О. Voll, 1999 :
36).
9.4.
Prinsip-prinsip Politik Luar Negeri dalam Islam (Siasah Dauliyyah)
Prinsip-prinsip
hukum internasional dalam Islam adalah sebagai berikut:
1.
Saling menghormati fakta-fakta dan traktat-traktat.
2.
Menjaga kehormatan dan integrasi nasional masing-masing negara
3.
Keadilan universal
4.
Menjaga perdamaian abadi
5.
Menjaga kenetralan negara-negara lain, serta larangan terhadap eksploitasi dan imperialisme.
б.
Memberikan perlindungan dan dukungan kepada orang-orang Islam yang hidup di
negara lain.
7.
Bersahabat dengan dengan kekuasaan-kekuasaan netral
8.
Menjaga kehormatan dalam hubungan internasional
9.
Persamaan keadilan untuk para penyerang.
9.5.
Kontribusi Umat Islam terhadap Kehidupan Politik di Indonesia
Islam
sebagai sebuah ajaran yang mencakup persoalan spiritual dan politik telah
memberikan
kontribusi
yang cukup signifikan terhadap kehidupan politik di Indonesia. Pertama ditandai
dengan
munculnya partai-partai berasaskan Islam serta partai nasionalis berbasis umat
Islam, dan
kedua
ditandai dengan sikap pro aktifnya tokoh-tokoh politik Islam dan umat Islam
terhadap
keutuhan
negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sejak proses awal kemerdekaan,
mem¬pertahan¬¬kan
kemerdekaan, mengisi kemerdekaan hingga sekarang era reformasi.
Berkaitan
dengan keutuhan negara, misalnya Muhammad Natsir pernah menyerukan umat Islam
agar
tidak mempertentangkan Pancasila dengan Islam. Dalam pandangan Islam, perumusan
Pancasila
bukan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran al-Qur’an, karena
nilai-
nilai
yang terdapat dalam Pancasila juga merupakan bagian dari nilai-nilai yang
terdapat dalam
al-Qur'an.
Demi keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa, umat Islam rela menghilangkan
tujuh
kata
dari sila kesatu dari Pancasila, yaitu kata-kata "kewajiban
melaksanakan syar'iat Islam bagi
para
pemeluknya".
Umat
Islam Indonesia dapat menyetujui Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945
setidak-
tidaknya
atas dua pertimbangan : Pertama, nilai-nilainya dibenarkan oleh ajaran Islam;
Kedua,
fungsinya
sebagai nuktah-nuktah kesepakatan antar berbagai golongan untuk mewujudkan
kesatuan
politik bersama. (Kuntowijoyo, 1997: 80).
0 komentar:
Posting Komentar