Pengelolaan Alam (IPTEK DAN SENI)
BAB 5 dan 6 PENGELOLAAN ALAM (IPTEK DAN SENI)
PENGERTIAN
SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI
1.
PENGERTIAN SAINS
Sains
berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam semesta secara sistematis, dan
bukan
hanya kumpulan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi
juga
merupakan
suatu proses penemuan. Sains (dari istilah Inggris Science) berasal dari kata
dasar
yang
diambil dari kata scientia yang berarti knowledge (ilmu). Tetapi, tidak semua
ilmu itu boleh
dianggap
sains. Yang dimaksud ilmu sains adalah: ilmu yang dapat diuji dari hasil
pengamatan
yang
sesungguhnya yang kebenarannya dikembangkan secara bersistem dengan
kaidah-kaidah
tertentu
berdasarkan kebenaran atau kenyataan, sehingga pengetahuan yang dipedomani
tersebut
boleh
dipercayai melalui eksperimen secara teori.
Menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia, sains adalah: “Ilmu yang teratur (sistematik) yang
dapat
diuji atau dibuktikan kebenarannya, berdasarkan kebenaran atau kenyataan
semata”.
Pendidikan
sains menekankan pada pengalaman secara langsung. Sains yang diartikan sebagai
salah
satu cabang ilmu yang mengkaji tentang sekumpulan pernyataan atau fakta-fakta
dengan
cara
yang sistematik dan serasi dengan hukum-hukum umum yang melandasi peradaban
dunia
modern.
Sains merupakan satu proses untuk mencari dan menemukan sesuatu kebenaran
melalui
pengetahuan
(ilmu) dengan memahami hakikat makhluk, untuk menerangkan hukum-hukum
alam.
Proses
mencari kebenaran dengan mencari jawaban dari persoalan-persoalan secara
sistematik
dinamakan
pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik merupakan landasan perkembangan
teknologi
yang menjadi salah satu unsur terpenting peradaban manusia. Sains sangat
penting
untuk
perkembangan dan kemajuan kemanusiaan dan teknologi.
2.PENGERTIAN
TEKNOLOGI
Istilah
“teknologi” berasal dari “techne” atau cara dan “logos” atau pengetahuan. Jadi
secara
harfiah
teknologi dapat diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi
sendiri adalah
cara/keterampilan
melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan akal
dan
alat, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh
anggota
tubuh, pancaindra dan otak manusia. Dengan berkembangnya keterampilan seseorang
yang
menjadi semakin tetap karena menunjukan suatu pola, langkah dan metode yang
pasti,
keterampilan
itu lalu menjadi teknik.
Pengertian
teknologi secara umum adalah:
1)
Proses yang meningkatkan nilai tambah;
2)
Produk yang digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja;
3)
Struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Pada
permulaan abad XX, istilah teknologi telah dipakai secara umum dan merangkum
suatu
rangkaian
sarana, proses dan ide di samping alat-alat dan mesin-mesin. Perluasan arti
berjalan
terus
sehingga sampai pertengahan abad ini muncul perumusan teknologi sebagai sarana
dan
aktivitas
yang dengannya manusia berusaha mengubah atau menangani lingkungannya.
Teknologi
dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan, dalam pengertian bahwa penerapan
itu
menuju
pada perbuatan atau perwujudan sesuatu. Demikianlah teknologi adalah segenap
keterampilan
manusia menggunakan sumber-sumber daya alam untuk memecahkan masalah-
masalah
yang dihadapinya dalam kehidupan. Secara lebih umum dapatlah bahwa teknologi
merupakan
suatu sistem penggunanaan berbagai sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan-
tujuan
praktis yang ditentukan.
3.
PENGERTIAN SENI
Janet
Woll mengatakan bahwa seni adalah produk social. Sedangkan menurut Kamus
B.Indonesia,
seni adalah keahlian yang membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi
kehalusannya,
keindahannya, dll), seperti tari, lukis, ukir, dll. Maka konsep pendidikan yang
memerlukan
ilmu dan seni adalah proses atau upaya sadar antara manusia dengan sesama
secara
beradab,
di mana pihak kesatu secara terarah membimbing perkembangan kemampuan dan
kepribadian
pihak kedua secara manusiawi yaitu orang perorang. Oleh karena itu, budi
bahasapun
adalah suatu seni.
A.
HAKIKAT DAN MAKNA SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI BAGI MANUSIA
Selama
perjalanan sejarah, umat manusia telah berhasil menciptakan berbagai macam
kebudayaan.
Berbagai macam atau ragam kebudayaan tersebut meliputi tujuh unsur kebudayaan
saja.
Ketujuh unsur kebudayaan tersebut merupakan unsur-unsur pokok yang selalu ada
pada
setiap
kebudayaan masyarakat yang ada dibelahan dunia. Menurut Kluchkhon ketujuh unsur
pokok
kebudayaan tersebut meliputi:
1) peralatan
hidup (teknologi),
2)
sistem mata pencaharian hidup (ekonomi),
3)
sistem kemasyarakat (organisasi sosial),
4)
Sistem bahasa,
5)
kesenian (seni),
6)
sistem pengetahuan (ilmu pengatehuan/sains),
7)
serta sistem kepercayaan (religi).
Ketujuh
unsur budaya tersebut merupakan unsur-unsur budaya pokok yang pasti ada apabila
kita
meneliti
atau mempelajari setiap kehidupan masyarakat. Karena ada pada setiap kehidupan
masyarakat
manusia di dunia ini, maka ketujuh unsur pokok dari kebudayaan yang ada di
dunia
itu
sering kali dikatakan sebagai unsur-unsur budaya yang bersifat universal, atau
unsur-unsur
kebudayaan
universal.
Ilmu
pengetahuan (sains), peralatan hidup (teknologi), serta kesenian (seni) atau
sering disingkat
IPTEKS,
termasuk bagian dari unsur-unsur pokok dari kebudayaan universal tersebut. Maka
dapat
dipastikan IPTEKS akan kita jumpai pada setiap kehidupan masyarakat manusia
dimanapun
berada, baik yang telah maju, sedang berkembang, sampai masyarakat yang masih
sangat
rendah tingkat peradabannya. Bahkan pada kehidupan masyarakat purba atau pada
zaman
prasejarah
sekalipun, ketujuh unsur-unsur budaya universal tersebut telah ada, termasuk
IPTEKS,
meskipun tentunya pada tingkatan yang sangat sederhana atau primitif sekali.
Salah
satu bukti bahwa pada zaman purba telah muncul ketujuh unsur-unsur budaya
universal
adalah
pada zaman itu manusia telah mengenal adanya peralatan hidup atau teknologi berupa
alat-alat
sederhana yang terbuat dari batu maupun tulang yang digunakan untuk mencari
makanan
(berburu, meramu makanan, atau bercocok tanam secara sederhana atau berladang).
Kemudian,
pada saat itu manusia purba juga telah mengenal adanya sistem kepercayaan yang
sekaligus
menunjukkan adanya nilai seni serta sistem mata pencaharian hidup manusia
purba,
yakni
sebagaimana terpotret pada gambar-gambar mistis berupa lukisan telapak tangan
serta
lukisan
babi rusa yang terkena panah pada bagian perutnya, yang ditemukan di gua-gua
tempat
tinggal
mereka. Pada zaman purba, ternyata juga telah dikenal adanya sistem pengetahuan
dalam
pelayaran
yang menggunakan sandaran pengetahuan pada perbintangan.
Demikianlah
pada masa-masa sesudahnya, pelan tapi pasti IPTEKS terus berkembang semakin
maju
sejalan dengan kemajuan penalaran yang telah dicapai oleh umat manusia. Bahkan,
kini
IPTEKS
yang pada awal perkembangannya berasal dari embrio filsafat, sekarang
pertumbuhannya
telah bercabang-cabang menjadi puluhan, bahkan ratusan disiplin ilmu ataupun
teknologi
yang masing-masing memiliki karakteristik serta dasar keilmiahannya
sendiri-sendiri.
Salah
satu fungsi utama ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk sarana bagi
kehidupan
manusia,
yakni untuk membantu manusia agar aktivitas kehidupannya menjadi lebih muda,
lancar,
efisien, dan efektif, sehingga kehidupannya menjadi lebih bermakna dan
produktif. Oleh
karena
itu, khususnya dalam ilmu antropologi, istilah atau pengertian ilmu pengetahuan
dan
teknologi
tersebut sering dipakai untuk merujuk pada keterkaitan antara manusia,
lingkungan,
dan
kebudayaan. Hal ini dikarenakan dalam berinteraksi menghadapi lingkungannya,
manusia
mau
tidak mau pasti akan berusaha menggunakan sarana-sarana berupa pengetahuan yang
dimiliki
serta menciptakan peralatan hidup untuk membantu kehidupannya. Dengan demikian,
IPTEKS
bagi manusia selalu berkaitan dengan usaha manusia untuk menciptakan taraf
kehidupannya
yang lebih baik.
Dalam definisi
lain (terutama berdasarkan kajian filsafat ilmu), istilah IPTEK (ilmu,
pengetahuan,
teknologi) juga sering dibedakan secara terpisah atau sendiri-sendiri, karena
masing-masing
ketiga istilah itu dianggap memiliki bobot keilmiahan yang berbeda-beda.
Menurut
pengertian ini, pengetahuan merupakan pengalaman yang bermakna dalam diri tiap
orang
yang tumbuh sejak ia dilahirkan. Oleh karena itu, manusia yang normal, sekolah
atau tidak
sekolah,
sudah pasti dianggap memiliki pengetahuan. Pengetahuan dapat dikembangkan
manusia
karena
dua hal, 1) manusia mempunyai bahasa yang dapat mengomunikasikan informasi dan
jalan
pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut; 2) manusia mempunyai
kemampuan
berpikir
menurut suatu alur pikir tertentu yang merupakan kemampuan menalar. Penalaran
merupakan
suatu proses berpikir menurut suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan
yang
berupa
pengetahuan.
Pengetahuan
yang sifatnya acak perlu ditingkatkan lagi derajat atau bobot keilmiahannya
sehingga
berubah menjadi ilmu. Dengan demikian pengetahuan yang bersifat acak serta
terbuka
itu
dengan melalui proses yang cukup panjang, dapat diorganisasikan dan disusun
menjadi
bidang-bidang
ilmu filsafat, humaniora, serta ilmu.
Ilmu
dapat diartikan sebagai pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan
menggunakan
kekuatan
pemikiran, di mana pengetahuan tersebut selalu dapat dikontrol oleh setiap
orang yang
ingin
mengetahuinya. Berpijak dari pengertian ini, maka ilmu memiliki kandungan
unsur-unsur
pokok
sebagai berikut:
1)
Berisi pengetahuan (knowledge);
2)
Tersusun secara sistematis;
3)
Menggunakan penalaran;
4)
Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain.
Dalam
kajian filsafat, suatu pengetahuan dapat dikatakan (dikategorikan) sebagai
suatu ilmu
apabila
memenuhi tiga kriteria sebagai berikut:
1)
Adanya aspek ontologis, artinya bidang studi yang bersangkutan telah memiliki
objek
studi/kajian
yang jelas, artinya dapat diidentifikasikan, dapat diberi batasan, serta dapat
diuraikan
sifat-sifatnya
yang esensial. Objek studi suatu ilmu itu sendiri terdapat dua macam, yaitu
objek
material
serta objek formal.
2)
Adanya aspek epistemologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan
telah
memiliki
metode kerja yang jelas. Dalam hal ini terdapat tiga metode kerja suatu bidang
studi,
yaitu
dedukasi, induksi, serta eduksi;
3)
Adanya aspek aksiologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan
memiliki
nilai
guna atau kemanfaatanya. Misalnya, bidang studi tersebut dapat menunjukkan
adanya nilai
teoretis,
hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep, serta kesimpulan yang logis,
sistematis,
dan koheren. Selain itu, bahwa dalam teori serta konsep tersebut tidak
menunjukkan
adanya
kerancuan, kesemrawutan pikiran, atau penentangan kontradiktif di antara satu
sama lain.
Sains
atau ilmu pengetahuan (di dalamnya menyangkut pula bahwa teknologi), tidak bisa
bebas
dari
nilai-nilai. Jadi, sesuai dengan sifat sains itu sendiri yang kebenarannya
bersifat tidak
mutlak.
Sedangkan
berbicara masalah teknologi, dimana istilah teknologi sendiri sebenarnya sudah
mengandung
pengertian sains dan teknik atau engineering, sebab produk-produk
teknologi
tidaklah
mungkin ada tanpa didasari adanya sains. Sementara itu, dalam sudut pandang
budaya,
teknologi
merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari sains.
Walaupun
pada dasarnya teknologi juga memilliki karakteristik objektif dan netral, namun
dalam
kenyataannya
teknologi tidak bisa netral seluruhnya karena memerlukan juga sentuhan-sentuhan
estetika
yang bersifat objektif.
Pada
titik inilah kita berbicara tentang seni. Seni berasal dari bahasa Latin,
yaitu art yang berarti
kemahiran.
Secara etimologis, seni (art) diformulasikan sebagai suatu kemahiran dalam
membuat
barang
atau mengerjakan sesuatu. Pengertian seni merupakan kebalikan dari alam, yaitu
sebagai
hasil
campur tangan (sentuhan) manusia. Seni merupakan pengolahan budi manusia secara
tekun
untuk
mengubah suatu benda bagi kepentingan rohani dan jasmani manusia. Seni
merupakan
ekpresi
jiwa seseorang yang hasil ekspresi tersebut berkembang menjadi bagian dari
budaya
manusia.
Seni dan keindahan yang tercipta merupakan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan.
Dengan
seni, cipta dan karya manusia, termasuk teknologi, di dalamnya mendapat
sentuhan
keindahan
atau estetika.
Sains
dan teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagaikan pohon
tak
berakar
(science without technology has no fruit, technology without science has no
root). Sains
hanya
mampu mengajarkan fakta dan nonfakta pada manusia, ia tidak mampu mengajarkan
apa
yang
harus atau tidak boleh dilakukan oleh manusia. Jadi, fungsi sains di sini
hanyalah
mengoordinasikan
semua pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam suatu sistem
yang
logis, sedangkan fungsi seni sebagai pemberi persepsi mengenai suatu
keberaturan dalam
hidup
dengan menempatkan suatu keberaturan padanya. Tujuan sains dan teknologi adalah
untuk
memudahkan
manusia dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan seni memberi sentuhan estetik
sebagai
hasil budaya yang indah dari manusia.
C.
DAMPAK IMPTEKS BAGI KEHIDUPAN MANUSIA
Semestinya,
semakin tinggi penguasaan terhadap IPTEKS, harusnya manusia semakin kritis
dalam
berpikir, semakin disiplin dalam bekerja, dan semakin efisien dalam bertindak.
Akan
tetapi,
pada kenyataannya kebanyakan manusia justru semakin merasa dibuai dengan semua
fasilitas
dan produk yang dihasilkan oleh IPTEKS sekarang ini.
Dampak
langsung dari kemajuan IPTEKS adalah kemudahan-kemudahan dalam beraktifitas.
Memang
IPTEKS diciptakan dengan tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan
memperingan
beban pekerjaan manusia yang tadinya sangat melelahkan menjadi ringan. Namun,
dampak
negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, dapat
mengakibatkan
masyarakat
semakin terbuai, karena mereka hampir tak sadar bahwa ternyata dirinya telah
berada
dalam
situasi pola hidup konsumtif, hedonistik, dan materialistik.
Perkembangan
IPTEKS yang demikian pesat mampu menciptakan perubahan-perubahan yang
berpengaruh
sedemikian pesat akan mampu menciptakan perubahan-perubahan yang
berpengaruh
langsung pada kehidupan masyarakat, khususnya dalam elemen-elemen sebagai
berikut:
1)
Perubahan di bidang intelektual: masyarakat meninggalkan kebiasaan lama atau
kepercayaan
tradisional, mereka mulai mengambil kebiasaan serta kepercayaan baru,
setidaknya
mereka
telah melakukan reaktualisasi;
2)
Perubahan dalam organisasi sosial yang mengarah pada kehidupan politik;
3)
Perubahan dan benturan-benturan terhadap tata nilai dan tata lingkungannya;
4)
Perubahan di bidang industri dan kemampuan di medan perang.
Adanya
sisi positif dan negatif dari IPTEKS maka sering dikatakan bahwa kemajuan
IPTEKS
bermata
dua atau bersifat dilematis. Di satu sisi, IPTEKS secara positif telah
mendatangkan
rahmat,
dalam arti dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Oleh karena itu, ada
pihak
yang
menyatakan bahwa IPTEKS menjadi ”tulang punggung kesejahteraan”. Namun di sisi
lain,
seperti
dapat kita amati dalam kehidupan, penerapan, dan pemanfaatan IPTEKS itu juga
telah
membawa
dampak negatif atau membawa laknat dalam bentuk munculnya masalah lingkungan,
seperti
pencemaran, kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kenaikan suhu udara global.
Oleh
karena
itu, kita sebagai umat manusia tentunya harus penuh kewaspadaan dan
kehati-hatian
dalam
menerapkan dan memanfaatkan IPTEKS, yakni yang sesuai dengan asas-asas
keserasian,
keseimbangan,
maupun kelestarian. Dengan demikian, kehidupan di bumi ini akan tetap berjalan
secara
seimbang dan lestari.
D.
PROBLEMATIKA IPTEK DI INDONESIA
Bangsa
Indonesia dari dulu sudah menyadari akan pentingnya peranan IPTEKS dalam
pembangunan.
Faktor yang paling menentukan dalam hal penguasaan IPTEKS adalah manusia,
yaitu
para pelaku yang menggeluti bidang penelitian dan Pengembangan serta rancang
bangun
dan
perekayasaan.
Kemajuan
teknologi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan ini,
karena
kemajuan
teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi
diciptakan
untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak
kemudahan,
serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia. Khusus dalam bidang
teknologi
masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi yang
telah
dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Namun demikian, walaupun pada awalnya
diciptakan
untuk
menghasilkan manfaat positif, di sisi lain juga memungkinkan digunakan untuk
hal
negatif.
Arus
informasi yang berkembang cepat menumbuhkan cakrawala pandangan manusia makin
terbuka
luas. Teknologi yang sebenarnya merupakan alat bantu/ekstensi kemampuan diri
manusia,
dewasa ini telah menjadi sebuah kekuatan otonom yang justru “membelenggu”
perilaku
dan gaya
hidup kita sendiri. Akibatnya rasa tanggung jawab sudah pudar terhadap budaya.
Masyarakat
tidak lagi peduli dengan budayanya. Dengan daya pengaruhnya yang sangat besar,
karena
ditopang pula oleh sistem-sistem sosial yang kuat, dan dalam kecepatan yang
makin
tinggi,
teknologi telah menjadi pengarah hidup manusia.
Perubahan
cepat dalam teknologi informasi telah merubah budaya sebagian besar masyarakat
dunia,
terutama yang tinggal di perkotaan, perubahan budaya lokal dan sosial akibat
revolusi
informasi
merupakan kelompok masyarakat yang langsung terkena pengaruh budaya global.
Media
elektronik, khususnya TV yang selalu menayangkan kebudayaan luar, hal ini
dengan
mudah
mengubah pola pikir masyarakat khususnya para generasi muda. Mereka cenderung
melupakan
kebudayaan sendiri dan beralih ke budaya luar.
Kemerosotan
moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar.
Kemajuan
kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai
keinginan
material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam
materi
tetapi
miskin dalam rohani”.
Kenakalan
dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat semakin lemahnya
kewibawaan
tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan
tolong-menolong
telah
melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting dalam
menciptakan
kesatuan
sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di
kalangan
remaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti
perkelahian,
corat-coret,
pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
Masalah
yang dihadapi bangsa Indonesia terkait dengan pemanfaatan IPTEKS ini dapat
diidentifikasi
sebagai berikut (RPJMN 2004-2009):
1)
Rendahnya kemampuan IPTEKS nasional dalam menghadapi perkembangan global. Hal
ini
ditunjukkan dengan Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam lapaoran UNDP tahun
2001
menunjukkan
tingkat pencapaian teknologi Indonesia masih berada pada urutan ke-60 dari 72
negara;
2)
Rendahnya kontribusi IPTEKS nasional di sektor produksi. Hal ini antara lain
ditunjukkan
oleh
kurangnya efisiensi dan rendahnya produktivitas, serta minimnya kandungan
teknologi
dalam
kegiatan ekspor;
3)
Belum optimalnya mekanisme intermediasi IPTEKS yang menjembatani interaksi
antara
kapasitas
penyedia IPTEKS dengan kebutuhan pengguna. Masalah ini dapat dilihat dari belum
tertatanya
infrastruktur IPTEKS, antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan
hasil
pengembangan
IPTEKS menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam
sistem
produksi;
4)
Lemahnya sinergi kebijakan IPTEKS, sehingga kegiatan IPTEKS belum sanggup
memberikan
hasil yang signifikan;
5)
Masih terbatasnya sumber daya IPTEKS, yang tercermin dari rendahnya kualitas
SDM dan
kesenjangan
pendidikan di bidang IPTEKS. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2001
adalah
4,7% peneliti per 10.000 penduduk, jauh lebih kecil dibandingkan Jepang sebesar
70,7%;
6)
Belum berkembangnya budaya IPTEKS di kalangan masyarakat. Budaya bangsa secara
umum
masih belum mencerminkan nilai-nilai IPTEKS yang mempunyai penalaran objektif,
rasional,
maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang
lebih
suka menciptakan daripada sekedar memakai, lebih suka membuat dari sekadar
membeli,
serta
lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang
ada;
7)
Belum optimalnya peran IPTEKS dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan
hidup.
Kemajuan
IPTEKS berakibat pula pada munculnya permasalahan lingkungan. Hal tersebut
antara
lain disebabkan oleh belum berkembangnya sistem manajemen dan teknologi
pelestarian
fungsi
lingkungan hidup;
8)
Masih lemahnya peran IPTEKS dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana
alam.
Wilayah
Indonesia dalam konteks ilmu kebumian global merupakan wilayah yang rawan
bencana.
Banyaknya korban akibat bencana alam merupakan indikator bahwa pembangunan
Indonesia
belum berwawasan bencana. Kemampuan IPTEKS nasional belum optimal dalam
memberiakan
antisipasi dan solusi strategis terhadap berbagai permasalahan bencana alam,
seperti
pemanasan global, anomali iklim, kebakaran hutan, banjir, longsor, gempa bumi,
dan
tsunami.
0 komentar:
Posting Komentar