Jumat, 01 Maret 2019

Pengelolaan Alam (IPTEK DAN SENI)


BAB 5 dan  6 PENGELOLAAN ALAM (IPTEK DAN SENI)
PENGERTIAN SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI
1. PENGERTIAN SAINS
Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam semesta secara sistematis, dan
bukan hanya kumpulan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Sains (dari istilah Inggris Science) berasal dari kata dasar
yang diambil dari kata scientia yang berarti knowledge (ilmu). Tetapi, tidak semua ilmu itu boleh
dianggap sains. Yang dimaksud ilmu sains adalah: ilmu yang dapat diuji dari hasil pengamatan
yang sesungguhnya yang kebenarannya dikembangkan secara bersistem dengan kaidah-kaidah
tertentu berdasarkan kebenaran atau kenyataan, sehingga pengetahuan yang dipedomani tersebut
boleh dipercayai melalui eksperimen secara teori.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, sains adalah: “Ilmu yang teratur (sistematik) yang
dapat diuji atau dibuktikan kebenarannya, berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata”.
Pendidikan sains menekankan pada pengalaman secara langsung. Sains yang diartikan sebagai
salah satu cabang ilmu yang mengkaji tentang sekumpulan pernyataan atau fakta-fakta dengan
cara yang sistematik dan serasi dengan hukum-hukum umum yang melandasi peradaban dunia
modern. Sains merupakan satu proses untuk mencari dan menemukan sesuatu kebenaran melalui
pengetahuan (ilmu) dengan memahami hakikat makhluk, untuk menerangkan hukum-hukum
alam.
Proses mencari kebenaran dengan mencari jawaban dari persoalan-persoalan secara sistematik
dinamakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik merupakan landasan perkembangan
teknologi yang menjadi salah satu unsur terpenting peradaban manusia. Sains sangat penting
untuk perkembangan dan kemajuan kemanusiaan dan teknologi.
2.PENGERTIAN TEKNOLOGI
Istilah “teknologi” berasal dari “techne” atau cara dan “logos” atau pengetahuan. Jadi secara
harfiah teknologi dapat diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri adalah
cara/keterampilan melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan akal

dan alat, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh
anggota tubuh, pancaindra dan otak manusia. Dengan berkembangnya keterampilan seseorang
yang menjadi semakin tetap karena menunjukan suatu pola, langkah dan metode yang pasti,
keterampilan itu lalu menjadi teknik.
Pengertian teknologi secara umum adalah:
1)    Proses yang meningkatkan nilai tambah;
2)    Produk yang digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja;
3)    Struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Pada permulaan abad XX, istilah teknologi telah dipakai secara umum dan merangkum suatu
rangkaian sarana, proses dan ide di samping alat-alat dan mesin-mesin. Perluasan arti berjalan
terus sehingga sampai pertengahan abad ini muncul perumusan teknologi sebagai sarana dan
aktivitas yang dengannya manusia berusaha mengubah atau menangani lingkungannya.
Teknologi dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan, dalam pengertian bahwa penerapan itu
menuju pada perbuatan atau perwujudan sesuatu. Demikianlah teknologi adalah segenap
keterampilan manusia menggunakan sumber-sumber daya alam untuk memecahkan masalah-
masalah yang dihadapinya dalam kehidupan. Secara lebih umum dapatlah bahwa teknologi
merupakan suatu sistem penggunanaan berbagai sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan-
tujuan praktis yang ditentukan.
3. PENGERTIAN SENI
Janet Woll mengatakan bahwa seni adalah produk social. Sedangkan menurut Kamus
B.Indonesia, seni adalah keahlian yang membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi
kehalusannya, keindahannya, dll), seperti tari, lukis, ukir, dll. Maka konsep pendidikan yang
memerlukan ilmu dan seni adalah proses atau upaya sadar antara manusia dengan sesama secara
beradab, di mana pihak kesatu secara terarah membimbing perkembangan kemampuan dan
kepribadian pihak kedua secara manusiawi yaitu orang perorang. Oleh karena itu, budi
bahasapun adalah suatu seni.

A. HAKIKAT DAN MAKNA SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI BAGI MANUSIA
Selama perjalanan sejarah, umat manusia telah berhasil menciptakan berbagai macam
kebudayaan. Berbagai macam atau ragam kebudayaan tersebut meliputi tujuh unsur kebudayaan
saja. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut merupakan unsur-unsur pokok yang selalu ada pada
setiap kebudayaan masyarakat yang ada dibelahan dunia. Menurut Kluchkhon ketujuh unsur
pokok kebudayaan tersebut meliputi:
1)     peralatan hidup (teknologi),
2)      sistem mata pencaharian hidup (ekonomi),
3)      sistem kemasyarakat (organisasi sosial),
4)      Sistem bahasa,
5)      kesenian (seni),
6)      sistem pengetahuan (ilmu pengatehuan/sains),
7)      serta sistem kepercayaan (religi).
Ketujuh unsur budaya tersebut merupakan unsur-unsur budaya pokok yang pasti ada apabila kita
meneliti atau mempelajari setiap kehidupan masyarakat. Karena ada pada setiap kehidupan
masyarakat manusia di dunia ini, maka ketujuh unsur pokok dari kebudayaan yang ada di dunia
itu sering kali dikatakan sebagai unsur-unsur budaya yang bersifat universal, atau unsur-unsur
kebudayaan universal.
Ilmu pengetahuan (sains), peralatan hidup (teknologi), serta kesenian (seni) atau sering disingkat
IPTEKS, termasuk bagian dari unsur-unsur pokok dari kebudayaan universal tersebut. Maka
dapat dipastikan IPTEKS akan kita jumpai pada setiap kehidupan masyarakat manusia
dimanapun berada, baik yang telah maju, sedang berkembang, sampai masyarakat yang masih
sangat rendah tingkat peradabannya. Bahkan pada kehidupan masyarakat purba atau pada zaman
prasejarah sekalipun, ketujuh unsur-unsur budaya universal tersebut telah ada, termasuk
IPTEKS, meskipun tentunya pada tingkatan yang sangat sederhana atau primitif sekali.
Salah satu bukti bahwa pada zaman purba telah muncul ketujuh unsur-unsur budaya universal
adalah pada zaman itu manusia telah mengenal adanya peralatan hidup atau teknologi berupa
alat-alat sederhana yang terbuat dari batu maupun tulang yang digunakan untuk mencari

makanan (berburu, meramu makanan, atau bercocok tanam secara sederhana atau berladang).
Kemudian, pada saat itu manusia purba juga telah mengenal adanya sistem kepercayaan yang
sekaligus menunjukkan adanya nilai seni serta sistem mata pencaharian hidup manusia purba,
yakni sebagaimana terpotret pada gambar-gambar mistis berupa lukisan telapak tangan serta
lukisan babi rusa yang terkena panah pada bagian perutnya, yang ditemukan di gua-gua tempat
tinggal mereka. Pada zaman purba, ternyata juga telah dikenal adanya sistem pengetahuan dalam
pelayaran yang menggunakan sandaran pengetahuan pada perbintangan.
Demikianlah pada masa-masa sesudahnya, pelan tapi pasti IPTEKS terus berkembang semakin
maju sejalan dengan kemajuan penalaran yang telah dicapai oleh umat manusia. Bahkan, kini
IPTEKS yang pada awal perkembangannya berasal dari embrio filsafat, sekarang
pertumbuhannya telah bercabang-cabang menjadi puluhan, bahkan ratusan disiplin ilmu ataupun
teknologi yang masing-masing memiliki karakteristik serta dasar keilmiahannya sendiri-sendiri.
Salah satu fungsi utama ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk sarana bagi kehidupan
manusia, yakni untuk membantu manusia agar aktivitas kehidupannya menjadi lebih muda,
lancar, efisien, dan efektif, sehingga kehidupannya menjadi lebih bermakna dan produktif. Oleh
karena itu, khususnya dalam ilmu antropologi, istilah atau pengertian ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut sering dipakai untuk merujuk pada keterkaitan antara manusia, lingkungan,
dan kebudayaan. Hal ini dikarenakan dalam berinteraksi menghadapi lingkungannya, manusia
mau tidak mau pasti akan berusaha menggunakan sarana-sarana berupa pengetahuan yang
dimiliki serta menciptakan peralatan hidup untuk membantu kehidupannya. Dengan demikian,
IPTEKS bagi manusia selalu berkaitan dengan usaha manusia untuk menciptakan taraf
kehidupannya yang lebih baik.
Dalam definisi lain (terutama berdasarkan kajian filsafat ilmu), istilah IPTEK (ilmu,
pengetahuan, teknologi) juga sering dibedakan secara terpisah atau sendiri-sendiri, karena
masing-masing ketiga istilah itu dianggap memiliki bobot keilmiahan yang berbeda-beda.
Menurut pengertian ini, pengetahuan merupakan pengalaman yang bermakna dalam diri tiap
orang yang tumbuh sejak ia dilahirkan. Oleh karena itu, manusia yang normal, sekolah atau tidak
sekolah, sudah pasti dianggap memiliki pengetahuan. Pengetahuan dapat dikembangkan manusia
karena dua hal, 1) manusia mempunyai bahasa yang dapat mengomunikasikan informasi dan

jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut; 2) manusia mempunyai kemampuan
berpikir menurut suatu alur pikir tertentu yang merupakan kemampuan menalar. Penalaran
merupakan suatu proses berpikir menurut suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang
berupa pengetahuan.
Pengetahuan yang sifatnya acak perlu ditingkatkan lagi derajat atau bobot keilmiahannya
sehingga berubah menjadi ilmu. Dengan demikian pengetahuan yang bersifat acak serta terbuka
itu dengan melalui proses yang cukup panjang, dapat diorganisasikan dan disusun menjadi
bidang-bidang ilmu filsafat, humaniora, serta ilmu.
Ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan
kekuatan pemikiran, di mana pengetahuan tersebut selalu dapat dikontrol oleh setiap orang yang
ingin mengetahuinya. Berpijak dari pengertian ini, maka ilmu memiliki kandungan unsur-unsur
pokok sebagai berikut:
1)         Berisi pengetahuan (knowledge);
2)         Tersusun secara sistematis;
3)         Menggunakan penalaran;
4)         Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain.
Dalam kajian filsafat, suatu pengetahuan dapat dikatakan (dikategorikan) sebagai suatu ilmu
apabila memenuhi tiga kriteria sebagai berikut:
1)      Adanya aspek ontologis, artinya bidang studi yang bersangkutan telah memiliki objek
studi/kajian yang jelas, artinya dapat diidentifikasikan, dapat diberi batasan, serta dapat diuraikan
sifat-sifatnya yang esensial. Objek studi suatu ilmu itu sendiri terdapat dua macam, yaitu objek
material serta objek formal.
2)      Adanya aspek epistemologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan telah
memiliki metode kerja yang jelas. Dalam hal ini terdapat tiga metode kerja suatu bidang studi,
yaitu dedukasi, induksi, serta eduksi;
3)      Adanya aspek aksiologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan memiliki
nilai guna atau kemanfaatanya. Misalnya, bidang studi tersebut dapat menunjukkan adanya nilai
teoretis, hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep, serta kesimpulan yang logis,

sistematis, dan koheren. Selain itu, bahwa dalam teori serta konsep tersebut tidak menunjukkan
adanya kerancuan, kesemrawutan pikiran, atau penentangan kontradiktif di antara satu sama lain.
Sains atau ilmu pengetahuan (di dalamnya menyangkut pula bahwa teknologi), tidak bisa bebas
dari nilai-nilai. Jadi, sesuai dengan sifat sains itu sendiri yang kebenarannya bersifat tidak
mutlak.
Sedangkan berbicara masalah teknologi, dimana istilah teknologi sendiri sebenarnya sudah
mengandung pengertian sains dan teknik atau engineering, sebab produk-produk teknologi
tidaklah mungkin ada tanpa didasari adanya sains. Sementara itu, dalam sudut pandang budaya,
teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari sains.
Walaupun pada dasarnya teknologi juga memilliki karakteristik objektif dan netral, namun dalam
kenyataannya teknologi tidak bisa netral seluruhnya karena memerlukan juga sentuhan-sentuhan
estetika yang bersifat objektif.
Pada titik inilah kita berbicara tentang seni. Seni berasal dari bahasa Latin, yaitu art yang berarti
kemahiran. Secara etimologis, seni (art) diformulasikan sebagai suatu kemahiran dalam membuat
barang atau mengerjakan sesuatu. Pengertian seni merupakan kebalikan dari alam, yaitu sebagai
hasil campur tangan (sentuhan) manusia. Seni merupakan pengolahan budi manusia secara tekun
untuk mengubah suatu benda bagi kepentingan rohani dan jasmani manusia. Seni merupakan
ekpresi jiwa seseorang yang hasil ekspresi tersebut berkembang menjadi bagian dari budaya
manusia. Seni dan keindahan yang tercipta merupakan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan.
Dengan seni, cipta dan karya manusia, termasuk teknologi, di dalamnya mendapat sentuhan
keindahan atau estetika.
Sains dan teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagaikan pohon tak
berakar (science without technology has no fruit, technology without science has no root). Sains
hanya mampu mengajarkan fakta dan nonfakta pada manusia, ia tidak mampu mengajarkan apa
yang harus atau tidak boleh dilakukan oleh manusia. Jadi, fungsi sains di sini hanyalah
mengoordinasikan semua pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam suatu sistem
yang logis, sedangkan fungsi seni sebagai pemberi persepsi mengenai suatu keberaturan dalam
hidup dengan menempatkan suatu keberaturan padanya. Tujuan sains dan teknologi adalah untuk

memudahkan manusia dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan seni memberi sentuhan estetik
sebagai hasil budaya yang indah dari manusia.
C. DAMPAK IMPTEKS BAGI KEHIDUPAN MANUSIA
Semestinya, semakin tinggi penguasaan terhadap IPTEKS, harusnya manusia semakin kritis
dalam berpikir, semakin disiplin dalam bekerja, dan semakin efisien dalam bertindak. Akan
tetapi, pada kenyataannya kebanyakan manusia justru semakin merasa dibuai dengan semua
fasilitas dan produk yang dihasilkan oleh IPTEKS sekarang ini.
Dampak langsung dari kemajuan IPTEKS adalah kemudahan-kemudahan dalam beraktifitas.
Memang IPTEKS diciptakan dengan tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan
memperingan beban pekerjaan manusia yang tadinya sangat melelahkan menjadi ringan. Namun,
dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, dapat mengakibatkan
masyarakat semakin terbuai, karena mereka hampir tak sadar bahwa ternyata dirinya telah berada
dalam situasi pola hidup konsumtif, hedonistik, dan materialistik.
Perkembangan IPTEKS yang demikian pesat mampu menciptakan perubahan-perubahan yang
berpengaruh sedemikian pesat akan mampu menciptakan perubahan-perubahan yang
berpengaruh langsung pada kehidupan masyarakat, khususnya dalam elemen-elemen sebagai
berikut:
1)      Perubahan di bidang intelektual: masyarakat meninggalkan kebiasaan lama atau
kepercayaan tradisional, mereka mulai mengambil kebiasaan serta kepercayaan baru, setidaknya
mereka telah melakukan reaktualisasi;
2)      Perubahan dalam organisasi sosial yang mengarah pada kehidupan politik;
3)      Perubahan dan benturan-benturan terhadap tata nilai dan tata lingkungannya;
4)      Perubahan di bidang industri dan kemampuan di medan perang.
Adanya sisi positif dan negatif dari IPTEKS maka sering dikatakan bahwa kemajuan IPTEKS
bermata dua atau bersifat dilematis. Di satu sisi, IPTEKS secara positif telah mendatangkan
rahmat, dalam arti dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Oleh karena itu, ada pihak
yang menyatakan bahwa IPTEKS menjadi ”tulang punggung kesejahteraan”. Namun di sisi lain,
seperti dapat kita amati dalam kehidupan, penerapan, dan pemanfaatan IPTEKS itu juga telah

membawa dampak negatif atau membawa laknat dalam bentuk munculnya masalah lingkungan,
seperti pencemaran, kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kenaikan suhu udara global. Oleh
karena itu, kita sebagai umat manusia tentunya harus penuh kewaspadaan dan kehati-hatian
dalam menerapkan dan memanfaatkan IPTEKS, yakni yang sesuai dengan asas-asas keserasian,
keseimbangan, maupun kelestarian. Dengan demikian, kehidupan di bumi ini akan tetap berjalan
secara seimbang dan lestari.
D. PROBLEMATIKA IPTEK DI INDONESIA
Bangsa Indonesia dari dulu sudah menyadari akan pentingnya peranan IPTEKS dalam
pembangunan. Faktor yang paling menentukan dalam hal penguasaan IPTEKS adalah manusia,
yaitu para pelaku yang menggeluti bidang penelitian dan Pengembangan serta rancang bangun
dan perekayasaan.
Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan ini, karena
kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi
diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak
kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia. Khusus dalam bidang
teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi yang
telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Namun demikian, walaupun pada awalnya diciptakan
untuk menghasilkan manfaat positif, di sisi lain juga memungkinkan digunakan untuk hal
negatif.
Arus informasi yang berkembang cepat menumbuhkan cakrawala pandangan manusia makin
terbuka luas. Teknologi yang sebenarnya merupakan alat bantu/ekstensi kemampuan diri
manusia, dewasa ini telah menjadi sebuah kekuatan otonom yang justru “membelenggu” perilaku
dan gaya hidup kita sendiri. Akibatnya rasa tanggung jawab sudah pudar terhadap budaya.
Masyarakat tidak lagi peduli dengan budayanya. Dengan daya pengaruhnya yang sangat besar,
karena ditopang pula oleh sistem-sistem sosial yang kuat, dan dalam kecepatan yang makin
tinggi, teknologi telah menjadi pengarah hidup manusia.

Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah merubah budaya sebagian besar masyarakat
dunia, terutama yang tinggal di perkotaan, perubahan budaya lokal dan sosial akibat revolusi
informasi merupakan kelompok masyarakat yang langsung terkena pengaruh budaya global.
Media elektronik, khususnya TV yang selalu menayangkan kebudayaan luar, hal ini dengan
mudah mengubah pola pikir masyarakat khususnya para generasi muda. Mereka cenderung
melupakan kebudayaan sendiri dan beralih ke budaya luar.
Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar.
Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai
keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi
tetapi miskin dalam rohani”.
Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat semakin lemahnya
kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan tolong-menolong
telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting dalam menciptakan
kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di
kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian,
corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia terkait dengan pemanfaatan IPTEKS ini dapat
diidentifikasi sebagai berikut (RPJMN 2004-2009):
1)      Rendahnya kemampuan IPTEKS nasional dalam menghadapi perkembangan global. Hal
ini ditunjukkan dengan Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam lapaoran UNDP tahun 2001
menunjukkan tingkat pencapaian teknologi Indonesia masih berada pada urutan ke-60 dari 72
negara;
2)      Rendahnya kontribusi IPTEKS nasional di sektor produksi. Hal ini antara lain ditunjukkan
oleh kurangnya efisiensi dan rendahnya produktivitas, serta minimnya kandungan teknologi
dalam kegiatan ekspor;
3)      Belum optimalnya mekanisme intermediasi IPTEKS yang menjembatani interaksi antara
kapasitas penyedia IPTEKS dengan kebutuhan pengguna. Masalah ini dapat dilihat dari belum

tertatanya infrastruktur IPTEKS, antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil
pengembangan IPTEKS menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam
sistem produksi;
4)      Lemahnya sinergi kebijakan IPTEKS, sehingga kegiatan IPTEKS belum sanggup
memberikan hasil yang signifikan;
5)      Masih terbatasnya sumber daya IPTEKS, yang tercermin dari rendahnya kualitas SDM dan
kesenjangan pendidikan di bidang IPTEKS. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2001
adalah 4,7% peneliti per 10.000 penduduk, jauh lebih kecil dibandingkan Jepang sebesar 70,7%;
6)      Belum berkembangnya budaya IPTEKS di kalangan masyarakat. Budaya bangsa secara
umum masih belum mencerminkan nilai-nilai IPTEKS yang mempunyai penalaran objektif,
rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang
lebih suka menciptakan daripada sekedar memakai, lebih suka membuat dari sekadar membeli,
serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada;
7)      Belum optimalnya peran IPTEKS dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan hidup.
Kemajuan IPTEKS berakibat pula pada munculnya permasalahan lingkungan. Hal tersebut
antara lain disebabkan oleh belum berkembangnya sistem manajemen dan teknologi pelestarian
fungsi lingkungan hidup;
8)      Masih lemahnya peran IPTEKS dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam.
Wilayah Indonesia dalam konteks ilmu kebumian global merupakan wilayah yang rawan
bencana. Banyaknya korban akibat bencana alam merupakan indikator bahwa pembangunan
Indonesia belum berwawasan bencana. Kemampuan IPTEKS nasional belum optimal dalam
memberiakan antisipasi dan solusi strategis terhadap berbagai permasalahan bencana alam,
seperti pemanasan global, anomali iklim, kebakaran hutan, banjir, longsor, gempa bumi, dan
tsunami.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Blog Archive

LATEST POSTS

CB Blogger Lab

JASA SEO CB

jam ayam

CONTOH BLOG

JASA SEO CB

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *