Rabu, 27 Februari 2019

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DALAM PEMBANGUNAN


PERTEMUAN 5

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DALAM PEMBANGUNAN

           Dalam pembangunan akan terjadi perubahan struktur ekonomi di suatu negara. Yang dimaksud dengan struktur ekonomi adalah pembagian dua bidang ekonomi. Pertama, ada yang membaginya berdasarkan tiga sektor  bidang yang berbeda yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor jasa. Bidang kedua berdasarkan sektor yang utama sampai dengan sektor pelengkap yaitu sektor primer yang terdiri atas pertanian, kehutanan perikanan dan pertambangan; sektor sekunder yang terdiri atas bidang pengangkutan dan perhubungan, pemerintahan, perdagangan, dan jasa-jasa perseorangan.
            Teori perubahan struktural menitik beratkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh Negara berkembang, yang semula lebih bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern dan didominasi oleh sector-sektor non primer.

Analisis Perubahan Struktur Ekonomi S. Kuznets Dalam Proses Pembangunan
            S. Kuznets menggunakan data time series berbagai negara maju untuk melihat perubahan struktur ekonomi, yaitu sektor pertanian, industri, dan jasa serta peranannya terhadap penyerapan tenaga kerja.
            Perubahan dalm sektor ekonomi (struktur ekonomi) dalam pembentukan pendapatan nasional.

a.     Peranan sektor pertanian menurun dalam pembentukan pendapatan nasional. Dari data 12 negara diantara yang diamati secara time series, peranan sektor pertanian menurun paling sedikit 20%, yaitu pada permulaan pembangunan produksi nasional. Terkecuali dari 13 negara yang diamati, satu negara yang tidak mengalami penurunan peranan pertanian adalah negara Australia.
b.     Peranan sektor industri meningkat dalam pembentukan pendapatan nasional. Dari data 12 negara diantara 13 negara yang diamati, peranan sektor industri meningkat 20% yaitu pada permulaan pembangunan peranan sektor industri hanya 20% s.d 30% dan pada akhir pengamatan meningkat menjadi 40% sampai dengan 50% terhadap pembentukan pendapatan nasional, sedangkan di negara Australia peranan sektor industri relatif tetap.
c.      Peranan sektor jasa tidak mengalami perubahan berarti, hanya di Swedia dan Australia Sementara di negara lainnya, perubahan tidak begitu signifikan.

FAKTOR YANG MENYEBABKAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Perubahan corak struktur ekonomi seperti yang digambarkan di atas mempunyai arti bahwa: (i) produksi sektor pertanian mengalami perkembangan yang lebih lambat ketimbang perkembangan produksi nasional sedangkan (ii) tingkat pertambahan produksi sektor industri lebih cepat daripada tingkat pertambahan produksi nasional dan (iii) tidak adanya perubahan dalam peranan sektor jasa dalam produksi nasional berarti bahwa tingkat perkembangan sektor jasa adalah sama dengan tingkat perkembangan produksi nasional. Perubahan struktur ekonomi yang demikian coraknya disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama,keadaan yang demikian disebabkan oleh sifat manusia dalam kegiatan konsumsinya, yaitu apabila pendapatan naik, elastisitas permintaan yang diakibatkan oleh perubahan pendapatan adalah rendah untuk konsumsi atas bahan-bahan makan. Sedangkan permintaan terhadap bahan-bahan pakaian, perumahan dan barang-barang konsumsi hasil industri keadaannya adalah sebaliknya. Sifat permintaan masyarakat yang seperti ini telah lama ditunjukkan oleh Engels, dan oleh sebab itu di sebut sebagai hukum Engels.
Kedua, perubahan struktur ekonomi seperti yang digambarkan diatas disebabkan pula oleh perubahan teknologi yang terus menerus berlangsung. Perubahan teknologi yang terjadi dalam proses pembangunan akan menimbulkan perubahan struktur priduksi yang bersifat compulsory dan inducive.
            Hasil pengamatan S. Kuznets tentang perubahan struktur ekonomi dalam penyerapan tenaga kerja.
a.  Peranan sektor pertanian dalam menyediakan kesempatan kerja menurun disetiap negara. Peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan 20% s.d 50%.
b.  Peranan sektor industri dalam menyediakan kesempatan kerja akan mengalami kenaikan yang relatif, peranannya meningkat hanya beberapa persen poin dan bias juga meningkat relatif besar dalam menyediakan kesempatan kerja.
c.  Peranan sektor jasa daalam menyediakan kesempatan kerja tidak mengalami perubahan yang berarti.

Faktor yang menyebabkan pola perubahan yang berbeda
Apabila dibandingkan antara: (i) perubahan peranan masing-masing sektor dalam menciptakan produksi nasional, dengan (ii) perubahan peranan mereka dalam menampung tenaga kerja, gambaran yang terdapat dalam Tabel pertama dan Tabel kedua menunjukkan bahwa perubahan relatif dari kedua hal tersebut mempunyai sifat yang agak berbeda. Di sektor pertanian, secara relatif, perubahan yang terjadi dalam sumbangan sektor itu dalam menciptakan produksi nasional adalah hampir bersamaan dengan perubahan perannya dalam menampung tenaga kerja. Dan, disektor jasa perubahan relatif peranannya dalam menampung tenaga kerja.
            Menurut Kuznets perbedaan diatas disebabkan oleh perbedaan dalam perkembangan tingkat produktifitas di masing-masing sektor dalm proses pembangunan. Dalam keadaan dimana tingkat produktifitas pada suatu sektor mengalami perkembangan yang sama dengan perkembangan produktifitas rata-rata yang terjadi dalam keseluruhan perekonomian, maka perubahan relatif peranan sektor itu dalam menciptakan produksi nasional akan sama besarnya dengan perubahan relatifnya dalam menampung tenaga kerja. Dengan demikian dari sifat perubahan relatif yang terjadi di sektor pertanian, dapatlah disimpulkan bahwa pada masa lalu perbaikan tingkat produktivitas sektor pertanian adalah sama cepatnya dengan perkembangan produktivitas rata-rata dari keseluruhan perekonomian. Dan dari perubahan yang telah terjadi dalam sektor industri di negara-negara yang terdapat dalam Tabel pertama dan kedua dapat pula disimpulkan bahwa, di sektor indutri perubahan relatif dari peranannya dalam menampung tenaga kerja. Ini berarti tingkat produktivitas di sektor industri berkembang dengan lebih cepat dari perkembangan tingkat produktivitas keseluruhan perekonomian. Di sektor jasa perkembangan yang terjadi adalah sebaliknya dari yang terjadi dalam sektor industri; dengan demikian di sektor jasa tingkat perkembangan produktivitasnya lebih lambat dari perkembangan tingkat produktivitas rata-rata yang di capai oleh keseluruhan perekonomian.

            Selanjutnya Kuznets menganalisis pula perubahan peranan berbagai sub-sektor industri, berbagai jenis industri dalam sub-sektor industri pengolahan dan sektor jasa dalam menciptakan produksi nasional maupun dalam menyediakan kesempatan kerja.
            Untuk menganalisis perubahan peranan berbagai sub-sektor industri dalam menciptakan pendapatan nasional dianalisis data dari enam negara, sedangkan untuk menganalisis perubahan peranan berbagai sub-sektor industri dalam menampung tenaga kerja digunakan data dari sebelas negara. Dalam analisisnya Kuznets menbedakan sektor industri menjadi 4 sub-sektor, yaitu pertambangan, industri pengolahan, industri bangunan, dan perhubungan serta pengangkutan. Perubahan peranan berbagai sub-sektor dalam sektor industri dalam menghasilkan produksi nasional dan menciptakan kesempatan kerja, sifat-sifat pokoknya adalah sebagai berikut:
1.      Pada tingkat pembangunan yang rendah, sub-sektor pertambangan pada umumnya selalu merupakan sub-sektor industri yang kecil peranannya dalam menciptakan produksi nasional dan menampung tenaga kerja. Dalam proses pembangunan peranan tersebut menjadi bertambah kecil lagi. Sub-sektor industri bangunan juga mengalami perubahan yang sama sifatnya dengan sub-sektor pertambangan, yaitu dikebanyakan negara yang diobservasi, peranannya dalam menciptakan produksi sektor industri dan menampung tenaga kerja menjadi bertambah kecil apabila tingkat pembangunan ekonomi bertanbah tinggi.
2.      Peranan sub-sektor industri pengolahan, termasuk industri utilities (penyediaan air dan listrik), dalam menciptakan produksi sektor industri dan menampung tenaga kerja pada umumnya bertambah besar apabila tingkat pembangunan ekonomi menjadi bertambah tinggi. Hanya di dua negara yang datanya dikumpulkan, yaitu di Norwegia dan Italia, peranan sektor ini menurun. Dalam menampung tenaga kerja, peranan sub-sektor industri pengolahan hanya mengalami penurunan di empat dari sebelas negara yang di observasi yaitu di Inggris, Swiss, Italia dan Jepang. Dalam sektor industri itu sendiri peranan sub-sektor industri pengolahan, pada umumnya mengalami kenaikan pula. Dari keadaan ini Kuznets menyimpulkan bahwa sub-sektor industri pengolahan merupakan sektor dalam kegiatan ekonomi yang mengalami perkembangan yang paling pesat dalam proses pembangunan.
3.      Perubahan peranan sub-sektor perhubungan dan pengangkutan dalam menciptakan produksi sektor industri dan menampung tenaga kerja tidak menunjukkan pola yang seragam. Di Inggris dan Amerika Serikat peranan itu menurun, sedangkan di Swedia tetap dan ditiga negara lain yaitu Norwegia, Italia dan Australia peranannya malah meningkat.
4.      Untuk Amerika Serikat dan Australia, Kuznets bukan saja menghitung perubahan peranan berbagai sub-sektor industri berdasarkan pada harga pasar yang berlaku dari masa ke masa, tetapi juga berdasarkan pada harga tetap. Analisisnya yang belakangan ini antara lain menunjukkan bahwa peranan sub-sektor perhubungan dan pengangkutan dalam keseluruhan produksi sektor industri menurut harga tetap telah menjadi semakin besar. Apabila tingkat harga-harga dianggap tetap, di Amerika Serikat sub-sektor perhubungan dan pengangkutan menciptakan 14 persen dari keseluruhan produksi sektor industri pada tahun 1869-78, dan meningkat menjadi 25 persen pada tahun 1939-48. Di Australia, juga apabila tingkat harga-harga dianggapa tetap, kenaikan peranan sektor itu adalah dari 4 persen pada tahun 1861-65 menjadi 21 persen pada tahun 1934-38. Dari keadaan ini Kuznets berkesimpulan bahwa, pertama,biaya pengangkutan dan perhubungan mengalami penurunan yang besar sekali sejak abad yang lalu. Berarti efisiensi sektor ini mengalami perbaikan yang tinggi. Kedua,seperti juga sub-sektor industri pengolahan, sub-sektor perhubungan dan pengangkutan merupakan bidang kegiatan ekonomi yang mengalami perkembangan yang  sangat besar.

Satu aspek lain dari perubahan peranan sektor industri dalam proses pembangunan di negara maju pada waktu lalu yang dianalisis Kuztnets adalah perubahan peranan industri-industri dalam sub-sektor industri pengolahan. Sayang sekali negara yang diobservasi sangat terbatas, yaitu hanya terdiri dari dua negara (Amerika Serikat dan Swedia), sehingga gambaran yang diperoleh mengenai bentuk perubahan yang terjadi dalam peranan industri-industri pengolahan dalam keseluruhan kegiatan ekonomi dalam proses pembangunan tidak dapat dipandang sebagai gambaran umum.

Perubahan Peranan Berbagai Kegiatan di Sektor Jasa
Sektor terakhir yang dianalisis Kuznets dalam menunjukkan perubahan peranan berbagai sektor dalam menciptakan produksi nasional dan menampung tenaga kerja dalam proses pembangunan adalah sektor jasa. Sektor ini, dalam analisisnya, dibedakan menjadi dua sub-sektor yaitu perdagangan, dan jasa perseorangan (private services). Untuk menunjukkan perubahan peranan sub-sektor jasa diatas menciptakan produksi sektor jasa diobservasi pula keadaan disepuluh negara. Pokok-pokok kesimpulan dari analisis tersebut adalah:
1.      Peranan sub-sektor perdagangan dalam menciptkan produksi sektor jasa dan terutama dalam menyediakan pekerjaan di sektor jasa menjadi bertambah besar. Akan tetapi kalau peranannya tersebut ditinjau dari sudut sumbangan dalam menciptakan produksi nasional dan menampung tenaga kerja dalam keseluruhan perekonomian, maka coraknya adalah (i) pada umumnya peranan sub-sektor perdagangan dalam menciptakan produksi nasional tidak mengalami perubahan atau menurun, dan (ii) peranannya menyediakan pekerjaan dalam proporsi keseluruhan tenaga kerja, meningkat.
2.      Peranan sub-sektor jasa perseorangan dlam menciptakan produksi sektor jasa meupun produksi nasional, dan dalam menampung tenaga kerja mengalami penurunan yang sangat besar sekali. Sebaliknya peranan sub-sektor pemerintahan dan pertahanan menunjukkan kecenderungan meningkat, baik diukur dari sudut peranannya dalam sub-sektor jasa itu sendiri maupun dalam perekonomian secara keseluruhan.

            Teori chennery dikenal teori pola pembangunan, memfokuskan kepada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di Negara Berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional (subsistem) kesektor industry sebagai sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Analisis Chenery menggunakan data di berbagai negara dalam suatu masa tertentu di sebut data cross section; dan bukan dengan mengumpulakan data perubahan peranan berbagai sektor dalam perekonomian seperti yang dilakukan oleh Kuznets. Aspek yang paling penting dari analisis Chenery, dan yang menyebabkan analisis yang sperti itu menjadi lebih berguna sebagai usaha untuk menunjukkan ciri-ciri proses pembangunan ekonomi, adalah bahwa analisis tersebut dapat digunakan untuk membuat ramalan mengenai peranan berbagai sektor pada berbagai tingkat pembangunan ekonomi, dan selanjutnya dapat digunakan sebagai landasan dalam menentukan sumber daya yang perlu dialokasikan ke berbagai sektor ekonomi.
            Kerangka pemikiran teori Chenery pada dasarnya sama dengan model Lewis. Teori Arthus Lewis membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di perdesaan dan perkotaan. Sementara Chenery memfokuskan pada perubahan stuktur ekonomi di Negara berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian ke sector industry sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian empiris Chenery mengidentifikasi bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat perkapita yang membawa perubahan dalam pola permintaan konsumen dari penekanan pada makanan-makanan dan barang-barang kebutuhan pokok lain keberbagai macam barang-barang manufaktur dan jasa, akumulasi modal fisik dan manusia (SDM), perkembangan kota-kota dan industri-industri di urban bersama dengan proses migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan, dan penurunan laju pertumbuhan penduduk dan ukuran keluarga yang semakin kecil, struktur perekonomian suatu negara bergeser dari yang semula di dominasi oleh sector pertanian dan sektor pertambangan menuju ke sector-sektor non primer, khususnya industry.
Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan PDB yang merupakan total pertumbuhan nilai tambah bruto (NTB) dari semua sector ekonomi dapat dijelaskan sebagai berikut. Dengan memakai persamaan (1.1), dimisalkan disuatu ekonomi hanya ada dua sector yaitu industry dan pertanian dengan NTB masing-masing yaitu  dan  yang membentuk PDB :
                               PDB =  +                                                                 (1.1)
                                    Atau
                              I = [a +a ] PDB                                                                 (1.2)
            Dimana a  dan adalah pangsa PDB masing-masing dari industry dan pertanian; t menunjukkan periode tahap awal pembangunan (t=0), sebelum industrialisasi dimulai atau sector industry belum berkembang: . Dalam proses pembangunan terjadi transformasi ekonomi, dimana pangsa PDB dari sector industry meningkat dan dari sector pertanian menurun. Pada tahap akhir pembangunan ekonomi (t=1): a , dimana a >a  dan a < a .
          Menurut Chenery (1992), proses transformasi structural akan mencapai tarafnya yang paling cepat bila pergeseran pola permintaan domestic kearah output industry manufaktur di perkuat oleh perubahan yang serupa dalam komposisi perdagangan luar negeri atau ekspor sebagaimana yang terjadi di kelompok NICs, seperti Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan Hongkong/China. Dalam modal transformasi structural, relasi antara pertumbuhan output di sector industry manufaktur, pola perubahan permintaan domestic kearah output industry dan pola perubahan perdagangan luar negeri dapa digambarkan dalam suatu persamaan sederhana sebagai berikut :            
Dimana :
     = Jumlah output bruto dari industry manufaktur
= Permintaan domestic terhadap produk akhir (konsumsi + investasi) dari industry        manufaktur
= Volume perdagangan netto (ekspor – impor produk kompetitif)
= penggunaan produk industry manufaktur sebagai barang antara oleh sector j
= Koefisien input-output yang diasumsikan berfariasi sehubung dengan variasi tingkat pendapatan perkapita 

Berdasarkan model ini, kenaikan produksi sector industry manufaktur dinyatakan sama besarnya dengan jumlah dari empat factor berikut:
a.       Kenaikan permintaan domestic, yang memuat permintaan langsung untuk produk industry manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permiantaan domestic untuk produk sector-sektor lainnya terhadap sektor-sektor industry manufaktur.
b.      Perluasan ekspor (pertumbuhan dan diversifikasi), atau efek total dari kenaikan jumlah ekspor terhadap produk industry manufaktur.
c.       Subitusi impor, atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan ditiap sector yang dipenuhi lewat produksi domestic terhadap output industry manufaktur.
d.      Perubahan teknologi, atau efek total dari perubahan koefisien input output di dalam perekonomian akibat kenaukan upah dan tingkat pendapatan terhadap sector industry manufaktur.
           Transformasi structural dapat dilihat pada perubahan pangsa nilai output (NO) atau NTB di setiap sector di dalam pembentukan PDB atau PNB atau PN. Berdasarkan hasi studi dari Chenery tersebut, perubahan struktur ekonomi periode jangka panjang menunjukkan ciri-ciri kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB mengecil sedangkan pangsa PDB dari inudtri manufaktur dan jasa mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan PDB atau PN perkapita. Pada saat PNB perkapita US$ 200, sector-sektor primer menguasai sekitar 45% dari PNB, sementara industry hanya menyumbang kurang lebih 15% saja. Pada saat pendapatan perkapita mencapai US$ 1000, kontribusi output dari sector-sektor primer mengalami penurunan menjadi 20% dan sector industry meningkat sekitar 28%.
            Indikator penting kedua yang sering digunakan dalam studi-studi empiris untuk mengukur pola perubahan  struktur ekonomi adalah distribusi kesempatan kerja menurut sector. Dengan pola yang sama, pada tingkat pendapatan perkapita yang rendah, sector-sektor primer merupakan kontributor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tingkat pendapatan perkapita yang tinggi, sector-sektor sekunder terutama indusri menjadi lebih penting dibandingkan pertanian sebagai sumber kesempatan kerja.
            Aspek yang membedakan antara analisis Kuznets dan Chenery adalah perbedaan penekanan analisis mereka masing-masing dalam menunjukkan corak perubahan peranan tiap-tiap sektor kepada keseluruhan kegiatan perekonomian dalam proses pembangunan ekonomi. Chenery lebih menekankan kepada analisis mengenai perkembangan dalam sub-sektor industri, sedangkan penekanan analisis Kuznets adalah kepada corak perubahan di sektor-sektor ekonomi yang utama. Lagipula, dalam analisis mengenai corak perubahan struktur ekonomi dalam proses pembangunan, Chenery hanya menganalisis perubahan peranan industri-industri yang tergolong dalam sub-sektor industri pengolahan dalam menciptakan produksi nasional saja. Analisisnya tidak meneliti perubahan peranannya dalam menampung tenaga kerja apabila perekonomian bertambah maju.


            Mengenai perubahan peranan berbagai sektor dalam menciptakan produksi nasional dalam proses pembangunan, Chenery membuat kesimpulan berikut:
1.      Peranan sektor industri dalam menciptakan produksi nasional meningkat dari sebesar 17 persen dari produksi nasional pada tingkat pendapatan perkapita sebesar US$100. Khusus untuk industri pengolahan, peranannya meningkat dari menciptakan sebanyak 12 persen menjadi 33 persen produksi nasional pada proses perubahan yang dinyatakan diatas.
2.      Peranan sektor perhubungan dalam pengangkutan juga akan menjadi dua kali lipat dari peranannya pada waktu pendapatan perkapita US$100, apabila pendapatan telah mencapai sebesar US$1000. Sedangkan peranan sektor pertanian menurun dari 45 persen menjadi hanya 15 persen dari produksi nasional apabila pendapatan perkapita naik dari sebesar US$100 menjadi US$1000.
3.      Peranan sektor jasa tidak mengalami peubahan yang berarti yaitu tetap mencapai disekitar 38 persen dari produksi nasional dalam proses peningkatan pendapatan perkapita dari US$100 menjadi US$1000.
            Chenery mengemukakan 3 faktor yang menyebabkan perbedaan diantara lajunya perkembangan industri-industri dalam sub-sektor industri pengolahan dan perkembangan tingkat pendapatan perkapita:
1.      Sebagai akibat adanya substitusi impor
2.      Adanya perkembangan permintaan untuk barang-barang jadi (final goods)
3.      Adanya kenaikan dalam permintaan barang-barang setengah jadi(intermediate goods)
Menurut analisis Chenery usaha untuk mengadakan sustitusi impor merupakan faktor terpenting yang menyebabkan industrialisasi tumbuh pesat, karena faktor ini mengakibatkan 50 persen dari pertumbuhan yang tidak sebanding terjadi. Pengaruh perkembangan pendapatan terhadap pertambahan permintaan hasil-hasil industri mengakibatkan 22 persen dari industrialisasi terjadi. Pertambahan pendapatan selanjutnya mengakibatkan 10 persen dari proses industrialisasi dan perbedaan tingkat pertumbuhan yang terjadi.

Sebab Peranan Sektor Industri di Berbagai Negara
            Dalam setiap negara pada umumnya peranan tiap-tiap industri dalam sub-sektor industri pengolahan adalah lebih tinggi atau lebih rendah dari tingkat yang ditentukan oleh persamaan regresi tersebut, dan keadaan yang demikian diakibatkan oleh adanya salah satu gabungan dar faktor-faktor berikut:
1.      Luasnya Pasar. Tingkat pendapatan dan jumlah penduduk merupakan dua faktor penting yang menentukan luas pasar suatu negara. Dinegara-negara yang luas pendapatan perkapitanya sama, peranan berbagai industri dalam perekonomian akan berbeda apabila jumlah penduduknya sangat berbeda.
2.      Bentuk Distribusi Pendapatan. Dibeberapa negara distribusi pendapatan penduduknya sangat tidak merata sperti di Afrika Selatan, Kenya dan Peru dimana golongan kaya terdiri dari bangsa kulit putih yang merupakan pendatang.
3.      Kekayaan Alam. Dinegara yang miskin keadaan alamnya, peranan industri menjadi lebih penting jika dibandingkan dengan negara yang kekayaan alamnya banyak.
4.      Perbedaan Keadaan di Berbagai Negara. Perbedaan keadaan seperti iklim, kebijakan pemerintah dan faktor-faktor sosial budaya merupakan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat produksi dan peranan sektor industri kepada produksi nasional.

            Semakin luas jumlah dan jenis data kegiatan ekonomi yang tersedia di negara berkembang, semakin memungkinkan para ekonom untuk membuat analisis mengenai perubahan struktur kegiatan ekonomi dalam proses pembangunan yang telah berlaku di negara berkembang. Dalam penelitian tahun 1970-an, Chenery dibantu oleh Syrquin telah menggunakan berbagai data yang menggambarkan tentang kegiatan ekonomi di negara berkembang untuk mewujudkan ciri-ciri perubahan struktur perekonomian negara-negara tersebut dalam proses pembangunan ekonominya diantara tahun 1950-1970. Analisis yang dilakukan oleh Chenery dan Surquin terssebut mirip dengan analisis Chenery mengenai perubahan struktur ekonomi dalam proses pembangunan yang telah di uraikan pada bagian yang lalu. Tujuan dari analisis yang baru terutama adalah juga untuk menunjukkan bentuk – bentuk perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi apabila tingkat pembangunan ekonomi terjadi bertambah tinggi. Akan tetapi analisis yang baru ini jauh lebih lengkap dari analisis Chenery  yang diuraikan sebelumnya ini, karena lebih banyak data telah dapat diperoleh untuk analisis tersebut. Perubahan – perubahan tersebut dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu
1.      Perubahan dalam struktur ekonomi yang di pandang sebagai perubahan sebagai perubahan proses akumulasi
2.      Perubahan dalam struktur ekonomi yang dipandang sebagai perubahan dalam proses alokasi sumber daya (resources)
3.      Perubahan dalam struktur ekonomi yang dipandang sebagai perubahan dalam proses demografis dan distribusi.
Kegiatan – kegiatan ekonomi yang termasuk sebagai proses akumulasi meliputi kegiatan  pembentukan modal, pengumpulan tabungan pemerintah dan menyediakan pendidikan kepada masyarakat. Yang tergolong sebagai alokasi sumber daya adalah struktur permintah domestik (pegeluaran masyarakat atas produksi dalam negeri), struktur produksi, dan struktur perdagangan. Dalam golongan yang ketiga, yaitu proses perubahan dalam faktor – faktor berikut : alokasi tenaga kerja dalam berbagai sektor, urbanisasi, tingkat kelahiran  dan kematian, dan distribusi pendapatan.
Perubahan struktur lainnya
Disamping beberapa perubahan struktur ekonomi dalam proses pembangunan, pembangunan ekonomi juga melibatkan perubahan struktural lainnya yang dapat diukur. Walaupun itu terjadi dengan kecepatan yang berbeda didalam macam ekonomi yang berbeda pula, namun persamaan mereka di tunjang oleh data empiris.
            Sementara pembangunan berjalan terus, maka produktivitas tenaga kerjapun meningkat untuk ekonomi dan keseluruhannya. Perbaikan tidak hanya dalam modal fisik per pekerja saja tetapi juga dalam modal manusia, seperti tampak pada tingkat kepandaiaan baca tulis dan pencapaian pendidikan yang lebih tinggi. Sayangnya terlalu mudah merendahkan nilai besarnya pembentukan modal manusia, karena banyak pengeluaran untuk pendidikan, gizi, dan perawatan kesehatan diperlihatkan dalam akun nasional sebagai konsumsi baik oleh pribadi maupun oleh umum.
            Jika pendapatan mereka naik dari tingkat terendah pendapatan pemerintah naik juga. Pendapatan yang lebih tinggi menunjukkan permintaan yang tinggi pula, baik terhadap jasa pemerintah yang sekarang dikebal sebagai sebuah gejala hokum Engel, maupun terhadap kemampuan sector public yang lebih besar pula untuk mensuplainya. Hal ini menunjukkan pula meningkatnya kekuatan badan-badan pemerintah pada sebuah tingkat untuk mengambil semua sumber daya untuk penggunaan mereka sendiri sebagian karena perbaikan peraturan dan administrasi perpajakan.
            Tidak hanya tabungan tidak sukarela (pajak-pajak) bisa naik, tetapi juga tabungan sukarela dan jumlah yang ditujukan untuk pembentukan modal fisik. Tabungan yang lebih tinggi sedikit banyaknya mencerminkan berkurangnya utilitas marginal dari konsumsi sekarang ini pada pendapatan yang lebih tinggi dengan tingkat konsumsi mereka yang juga karenanya lebih tinggi. Pada saat yang sama, sumbungan proporsional dari aliran masuk modal internasional-bantuan luar negeri dan investasi luas negeri bersih terhadap pembentukan modal total secara umum, adalah lebih rendah di Negara-negara dengan pendapatan lebih tinggi. Para investor local dan pemerintah Negara-negara berkembang membiayai lebih banya untuk pembentukan modal mereka sendiri. Keuntungan komparatif mereka didalam mengidentifikasi proyek-proyek yang menguntungkan atau berguna bertambah pada saat yang sama dengan kemampuan keuangan mereka untuk menginvestasi juga naik. Expor dan impor akan naik jika pendapatan naik. Tingkat yang diaanggap berguna oleh sebuah Negara untuk swasembada, akan menurun. Kemampuan bersaing yang lebih tinggi secara internasional akan meningkatkan ekspor. Impor akan naik, baik sebagai masukan proses industrialisasi itu sendiri maupun sebagai reakasi terhadap elastisitas pendapatan yang tinggi dari perminataan akan barang-barang konsumen impor.
            Pada saat yang sama, ekspor produk-produk primer akan jatuh kedalam persentase dari ekspor total, sementara impor produk primer akan naik. Pemusatan ekonomi pada produk pertanian dan mineral perlahan-lahan akan diganti, oleh produksi yang lebih besar didalam sector sekunder selama periode waktu yang tampaknya sangat lambat bagi para peserta. Produksi sekunder bisa diikuti dengan ekspor manufaktur yang lebih tinggi dan hamper pasti diikuti oleh peningkatan impor bahan mentah, barang setengah jadi dan bahan bakar pendukungnya. Akhirnya, tak ada penelitiaan mengenai perubahan-perubahan struktur pembangunan akan lengkap tanpa dimasukkannya tinjauan demografis.

E. Pandangan Pokok Analisis Mikroekonomi dan Makroekonomi

1. Pandangan Pokok Analisis Mikroekonomi
            Ilmu ekonomi mikro mempelajari variabel-variabel ekonomi dalam lingkup kecil misalnya perusahaan, rumah tangga. Dalam ekonomi mikro ini dipelajari tentang bagaimana individu menggunakan sumber daya yang dimilikinya sehingga tercapai tingkat kepuasan yang optimum. Secara teori, tiap individu yang melakukan kombinasi konsumsi atau produksi yang optimum bersama dengan individu-individu lain akan menciptakan keseimbangan dalam skala makro dengan asumsi ceteris paribus.
            Isu pokok yang dianalisis dalam teori mokroekonomi adalah: bagaimanakah caranya menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia secra efisien agar kemakmuran masyarakat dapat dimaksimumkan? Analisis seperti ini dibuat berdasarkan kapada pemikiran bahwa (i) kebutuhan dan keinginan manusia tidak terbatas, sedangkan (ii) kemampuan faktor-faktor produksi menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat adalah terbatas. Berdasarkan kepada kedua pemikiran ini, teori mikroekonomi bertitik tolak kepada pemisalan bahwa faktor –faktor produksi  yang tersedia sepenuhnya digunakan.  Keadaan ini mendorong masyarakat untuk memikirkan cara yang paling efisien dalam menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia.
            Dalam teori mikroekonomi masalah di atas dibagi dan dibedakan menjadi tiga persoalan yang dinyatakan di bahwa ini:
1.   Apakah jenis-jenis barang dan jasa yang perlu diproduksikan?
2.   Bagimanakah barang dan jasa yang diperlukan masyarakat akan dihasilkan?
3.   Untuk siapakah barang dan jasa perlu dihasilkan?

2. Pandangan Pokok Analisis Makroekonomi
            Ilmu ekonomi makro mempelajari variabel-variabel ekonomi secara agregat(keseluruhan). Variabel-variabel tersebut antara lain : pendapatan nasional, kesempatan kerja dan atau pengangguran, jumlah uang beredar, laju inflasi, pertumbuhan ekonomi, maupun neraca pembayaran internasional.
            Ilmu ekonomi makro mempelajari masalah-masalah ekonomi utama sebagai berikut :
1.      Sejauh mana berbagai sumber daya telah dimanfaatkan di dalam kegiatan ekonomi. Apabila seluruh sumber daya telah dimanfaatkan keadaan ini disebut full employment. Sebaliknya bila masih ada sumber daya yang belum dimanfaatkan berarti perekonomian dalam keadaan under employment atau terdapat pengangguran/belum berada pada posisi kesempatan kerja penuh.
2.      Sejauh mana perekonomian dalam keadaan stabil khususnya stabilitas di bidang moneter. Apabila nilai uang cenderung menurun dalam jangka panjang berarti terjadi inflasi. Sebaliknya terjadi deflasi.
3.      Sejauh mana perekonomian mengalami pertumbuhan dan pertumbuhan tersebut disertai dengan distribusi pendapatan yang membaik antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan dalam distribusi pendapatan terdapat trade off maksudnya bila yang satu membaik yang lainnya cenderung memburuk.
Kelemahan-kelemahan analisis makroekonomi
            Salah satu alasan lain  yang menyebabkan analisis makroekonomi digunakan lebih berhati-hati di Negara berkembang adalah analisis lebih menekan kepada menelaah masalah-masalah ekonomi yang digunakan dalam jangka pendek.ini berbeda dengan corak analisis yang di gunakan di Negara berkembang.analisi yang di gunakan pada Negara berkembang lebih menekankan kepada analisis kepada masalah-masalah pembangunan.
1.      Analisis merupakan analisis jangka pendek
            Bahwa analisis makroekonomi pada dasarnya merupakan analisis jangka pendek,dapat di buktikan kepada pemisalan yang di buat dalam teori tersebut.dari sifat-sifat analisis dapat di simpulkan ;kapasitas alat-alat produksi tetap,jumlah tenaga kerja tidak berubah,dan tidak terdapat perbaikan dalam tingkat teknologi yang digunakan.
2.      Tidak menganalisis faktor non-ekonomi
           Tidak terdapat analisis mengenai pengruh keadaan social, struktur social, suasana politik, nilai-nilai hidup,corak pandangan masyarakat dan corak kebudayaan masyarakat terhadap kegiatan masyarakat dan corak kebudayaan masyarakat terhadap kegiatan ekonomi meruapakan kelemahan lain dari makroekonomi.
3.      Kurang memperhatikan sektor luar negri
           Dalam analisis makroekonomi penanaman modal oleh pengusaha di pandang sebagai sector penting menentukan tingkat kegiatan ekonomi. Sedangkan factor luar negri tidak memegang peranan sperti penanaman modal.

F. Proses Multiplier Di Negara Berkembang

            Apabila sesuatu perekonomian menghadapi masalah pengangguran, maka haruslah dilakukan pertambahan dalam pengeluaran masyarakat. Besarnya pertambahan pengeluaran yang perlu dilakukan supaya tingkat kesempatan kerja penuh dapat dicapai tergantung kepada dua faktor: besarnya kecondongan konsumsi batas dan besarnya jurang di antara pendapatan nasional pada kesempatan kerja penuh dan pendapatan nasional yang sekarang tercapai.
            Makin tinggi kecondongan konsumsi batas, makin besar multiplier yang akan diciptakan oleh sejumlah pertambahan dalam pengeluaran. Dengan demikian ini berarti pula bahwa makin tinggi kecondongan konsumsi batas, makin sedikit pula pertambahan pengeluaran yang diperlukan untuk menciptakan sejumlah pertambahan dalam pendapatan nasional dan untuk mencapai kesempatan kerja penuh.
Di negara-negara berkembang sebagian besar dari pendapatan masyarakat digunakan untuk konsumsi. Sebagai akibatnya kecondongan konsumsi batas di negara-negara tersebut adalah lebih tinggi daripada di negara-negara maju. Dengan demikian, berdasarkan kepada teori multiplier, di negara-negara berkembang meningkatkan pendapatan masyarakat merupakan masalah yang lebih mudah kalau dibandingkan dengan di negara-negara maju. Selanjutnya teori makroekonomi didasarkan kepada pandangan bahwa perubahan dalam tingkat pendapatan per kapita berhubungan rapat dengan perubahan dalam tingkat kesempatan kerja. Ini disebabkan karena dalam analisa makroekonomi dimisalkan bahwa tingkat teknologi, jumlah penduduk dan tenaga kerja, dan jumlah alat-alat produksi adalah tetap dan tidak dapat ditambah.
Maka apabila produksi nasional bertambah, bersamaan dengan keadaan tersebut berlaku pula pertambahan dalam kesempatan kerja, tingkat pengangguran berkurang, dan kapasitas alat-alat produksi yang digunakan juga akan bertambah tinggi. Karena pertambahan dalam pendapatan nasional selalu berarti pula pertambahan dalam penggunaan tenaga kerja dan alat-alat produksi, maka selanjutnya dapatlah disimpulkan bahwa, berdasarkan ramalan yang dibuat dalam teori multiplier, masalah pengangguran di negara-negara berkembang adalah lebih mudah diatasi daripada di negara-negara maju.
Tetapi pada kenyataannya keadaan yang berlaku di negara-negara berkembang yang ditimbulkan oleh adanya pertambahan dalam pengeluaran adalah jauh berbeda dengan keadaan yang diramalkan dalam teori multiplier. Di negaranegara berkembang pengeluaran yang berlebih-lebihan mungkin akan mengakibatkan inflasi walaupun dalam perekonomian tersebut masth terdapat banyak pengangguran. Ini disebabkan karena:
1.      kemampuan dari perekonomian tersebut untuk menambah produksi lebih terbatas kalau dibandingkan dengan kemam¬puan dari negara-negara maju;
2.       corak kegiatan ekonorni di negara-negara berkembang sangat berbeda dengan di negara-negara    maju, yaitu di negara-negara berkembang sektor tradisionil menguasai sebahagian besar kegiatan ekonomi.
Kedua faktor ini rnerupakan penyebab terpenting yang mengakibatkan proses multiplier tidak dapat berjalan secara semestinya. Proses multiplier seperti yang digambarkan dalam analisa makroekonomi tidak dapat berlangsung seperti yang diharapkan karena di negara-negara berkembang sektor produksi mempunyai kemampuan yang lebih terbatas untuk menaikkan jumlah barang di pasar apabila permintaan berkembang dengan cepat. Seperti telah dijelaskan, menurut teori multiplier, pertambahan pengeluaran yang dilakukan masyarakat akan menambah pendapatan segolongan masyarakat lainnya. Golongan masyarakat yang belakangan ini akan menggunakan sebahagian besar dari pendapatan tersebut untuk konsumsi.
Dalam jangka pendek, sector produksi di Negara-negara berkembang tidak mempunyai kesanggupan yang demikian. Faktor-faktor ini menyebabkan sektor pertanian produktivitasnya sangat rendah dan kemarnpuannya untuk menambah produksi sangat terbatas. Keadaan di sektor industri tidak banyak berbeda dengan di sector pertanian. Bukan saja peranan sektor tersebut dalam perekonomian sangat kecil, tetapi juga pada umumnya industri yang ada merupakan industri rumahtangga atau industri yang bersifat labour intensive, tingkat produktivitasnya tidak begitu tinggi dan ketrampilan para pekerjanya masih lebih terbatas. Maka kemampuan untuk menambah produksi berbagai jenis barang masih belum mencapai tingkat yang dicapai oleh sektor industri di negara-negara maju.
Dalam analisa makroekonomi selanjutnya juga dianggap bahwa sector perusahaan bersifat responsif terhadap rangsangan-rangsangan yang terjadi di pasar. Apabila terdapat kemungkinan untuk memperoleh keuntungan yang cukup besar maka mereka akan berusaha memperolehnya dengan memperbesar jumlah penanaman modal. Sifat ini menambah kemampuan sektor produksi untuk memenuhi kenaikan permintaan yang terdapat di pasar dari masa ke masa. Reaksi seperti ini belum tentu terdapat di negara-negara berkembang karena adanya kekurangan-kekurangan dana modal, keahlian usahawan, tenaga kerja terdidik, dan tenaga kerja trampil. Di samping itu berbagai faktor sosial, ekonomi dan polifik adakalanya sangat menghambat terwujudnya responsif yang sama sifatnya dengan di negara-negara maju apabila terjadi pertambahan yang besar dalam permintaan.  Keadaan ini jelas kelihatan di sektor pertanian.
Walaupun sejak lama negara-negara berkembang menghadapi masalah kekurangan bahan makanan, sektor ini masih belum dapat mengatasi masalah itu. Dalam teori memang terbuka kemungkinan yang luas sekali kepada para petani untuk menaikkan produksi pertanian, yaitu dengan mengubah cara-cara bercocok tanam yang dilakukan mereka sekarang ini, dengan cara-cara yang akan mempertinggikan tingkat produktivitas dari kegiatan tersebut. Tetapi sering sekali para petani tidak melakukan hal ini dan menaikkan produksi dengan cepat, walaupun dalam perekonomian tersebut terdapat kelebihan dalam permintaan dan usaha itu dapat menambah pendapatan mereka. Berarti para petani pada umumnya tidak responsif terhadap rangsangan-rangsangan yang terdapat di pasar.
Terbatasnya responsif para petani terhadap rangsangan-rangsangan yang terdapat di pasar disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang terpenting antara lain adalah, pertama, harga-harga hasil pertanian pada umumnya jauh lebih tidak stabil kalau dibandingkan dengan harga-harga barang industri. Ketidakstabilan ini menimbulkan keragu-raguan dan keengganan para petani untuk melakukan penanaman modal untuk memperbaiki cara-cara bercocok tanam mereka. Kedua, tenaga kerja di sektor pertanian mempunyai pengetahuan yang lebih terbatas kalau dibandingkan dengan pengusaha-pengusaha di sektor modern. Mereka misalnya tidak mengetahui tentang adanya cara bercocok tanam yang lebih baik, cara mempertinggi efisiensi penggunaan tanah dan cara untuk mempertinggi tingkat produktivitas.   
Keadaan ini berbeda dengan keadaan dalam kegiatan ekonomi modern. Dari masa ke masa para pengusaha terus-menerus mengadakan perbaikan dalam berbagai aspek kegiatan mereka. Oleh karenanya kegiatan tersebut bertambah efisien, produktivitasnya terusmenerus mengalami perbaikan dan dapat selalu dengan cepat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di pasar.
Di sektor industri, para pengusaha mempunyai reaksi yang lebih sensitif terhadap perubahan-perubahan di dalam pasar kalau dibandingkan dengan para produsen di sektor pertanian. Tetapi responsif mereka tingkatnya tidaklah seperti yang berlaku di negara-negara maju. Beberapa faktor dapat menim-bulkan keadaan demikian, seperti: kesukaran untuk memperoleh tenaga ahli yang dapat menjalankan alat-alat produksi modern dengan efisien; kesukaran untuk memperoleh tenaga pimpinan perusahaan yang, dapat memimpin perusahaan dengan rnenguntungkan; lebih terbatasnya kesanggupan untuk mengembangkan teknologi yang akan memperbaiki efisiensi dan mutu produksi: dan adakalanya juga terdapatnya kesukaran untuk memperoleh valuta asing yang diperlukan untuk mengimport bahan mentah dan barang-barang untuk mengembangkan industri.

G. Kebijakan Moneter Dan Fiskal Negara Berkembang

1. Kebijakan Moneter Dalam Negara Berkembang
            Kebijakan Moneter bersandar pada hubungan antara tingkat bunga dalam perekonomian, itu adalah harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan total pasokan uang. Kebijakan moneter menggunakan berbagai alat untuk mengontrol salah satu atau kedua, untuk mempengaruhi hasil seperti pertumbuhan ekonomi , inflasi , nilai tukar dengan mata uang lainnya dan pengangguran. Dimana mata uang adalah di bawah monopoli penerbitan, atau di mana ada sistem diatur menerbitkan mata uang melalui bank yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter memiliki kemampuan untuk mengubah jumlah uang beredar dan dengan demikian mempengaruhi tingkat suku bunga (untuk mencapai kebijakan tujuan).
           Awal dari kebijakan moneter seperti itu berasal dari akhir abad 19, di mana ia digunakan untuk mempertahankan standar emas .Suatu kebijakan disebut sebagai kontraktif jika mengurangi ukuran jumlah uang beredar atau menaikkan tingkat bunga. Sebuah ekspansif meningkatkan kebijakan ukuran jumlah uang beredar, atau menurunkan tingkat suku bunga. Selain itu, kebijakan moneter adalah sebagai berikut: akomodatif, jika tingkat bunga yang ditetapkan oleh otoritas moneter pusat ini dimaksudkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi; netral, jika tidak dimaksudkan untuk menciptakan pertumbuhan atau memerangi inflasi, atau ketat jika dimaksudkan untuk mengurangi inflasi.
            Dalam hampir semua negara modern, khusus lembaga (seperti Bank of England , dengan European Central Bank , Reserve Bank of India , dengan Federal Reserve System di Amerika Serikat, Bank of Japan , dari Bank of Canada atau Reserve Bank of Australia ) ada yang memiliki tugas melaksanakan kebijakan moneter dan sering independen dari eksekutif . Secara umum, lembaga-lembaga ini disebut bank sentral dan sering memiliki tanggung jawab lainnya seperti mengawasi kelancaran sistem keuangan.
           Hal ini mencakup mengelola jumlah uang beredar melalui pembelian dan penjualan berbagai instrumen keuangan, seperti tagihan treasury, obligasi perusahaan, atau mata uang asing. Semua hasil pembelian atau penjualan dalam mata uang dasar kurang lebih memasuki atau meninggalkan sirkulasi pasar.
           Biasanya, tujuan jangka pendek operasi pasar terbuka adalah untuk mencapai target suku bunga jangka pendek tertentu. Dalam kasus lainnya, kebijakan moneter bukan sasaran mungkin memerlukan suatu nilai tukar tertentu relatif terhadap beberapa mata uang asing atau yang lain relatif terhadap emas. Misalnya, dalam kasus Amerika Serikat Federal Reserve menargetkan tingkat dana federal , tingkat di mana bank meminjamkan kepada anggota satu sama lain dalam semalam, namun dengan kebijakan moneter Cina adalah target nilai tukar antara Cina renminbi dan keranjang mata uang asing.
Cara utama lainnya melakukan kebijakan moneter mencakup:
         Diskon jendela pinjaman ( lender of last resort );
         pinjaman pecahan deposit (perubahan dalam persyaratan cadangan);
         Moral bujukan (membujuk pelaku pasar tertentu untuk mencapai tertentu hasil)



Teori Kebijakan moneter adalah proses dimana pemerintah, bank sentral, atau otoritas moneter dari kontrol negara terhadap jumlah uang beredar, ketersediaan uang, dan biaya uang atau suku bunga untuk mencapai menetapkan tujuan berorientasi pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
          Kebijakan Moneter bersandar pada hubungan antara tingkat bunga dalam perekonomian, itu adalah harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan total pasokan uang. Kebijakan moneter menggunakan berbagai alat untuk mengontrol salah satu atau kedua, untuk mempengaruhi hasil seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar dengan mata uang lainnya dan pengangguran. Dimana mata uang adalah di bawah monopoli penerbitan, atau di mana ada sistem diatur menerbitkan mata uang melalui bank yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter memiliki kemampuan untuk mengubah jumlah uang beredar dan dengan demikian mempengaruhi tingkat suku bunga (untuk mencapai kebijakan tujuan). Awal dari kebijakan moneter seperti itu berasal dari akhir abad 19, di mana ia digunakan untuk menjaga standar emas. Suatu kebijakan disebut sebagai kontraktif jika mengurangi ukuran jumlah uang beredar atau menaikkan tingkat bunga. Sebuah kebijakan ekspansif meningkatkan ukuran jumlah uang beredar, atau menurunkan tingkat suku bunga. Selain itu, kebijakan moneter adalah sebagai berikut: akomodatif, jika tingkat bunga yang ditetapkan oleh otoritas moneter pusat ini dimaksudkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi; netral, jika tidak dimaksudkan untuk menciptakan pertumbuhan atau memerangi inflasi, atau ketat jika dimaksudkan untuk mengurangi inflasi.
            Ciri-ciri kebijaksanaan moneter di Negara terbelakang adalah sebagai berikut:
         Pendirian dan Perluasan Lembaga Keuangan
         Kebijaksanaan suku bunga yang cocok
         Managemen utang
         Perimbangan tepat antara penawaran dan permintaan uang
         Pengendalian kredit



2. Kebijakan Fiskal di Negara Berkembang
           Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak.
           Pada sektor rumah tangga(RTK), dimana rumah tangga melakukan pembelian barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan untuk konsumsi daan mendapatkan pendapatan berupa gaji, upah, sewa, dividen, bunga, dll dari perusahaan. kegiatan ekonomi dengan Pemerintah adalah rumah tangga menyetorkan sejumah uang sebagai pajak dan menerima penerimaan berupa gaji, bunga, penghasilan non balas jasa, dll. Sedangkan dengan Dunia Internasional adalah rumah tangga mengimpor barang dan jasa dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup.
           Pada sektor perusahaan, kegiatan ekonomi memiliki hubungan dengan rumah tangga yaitu perusahaan menghasilkan produk-produk barupa barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dan memberikan penghasilah dan keuntungan kepada rumah tangga barupa gaji, deviden, sewa, upah, bunga. Sedangkan hubungan dengan Pemerintah, perusahaan akan membayar pajak kepada pemerintah dan menjual produk dan jasa kepada pemerintah. Sedangkan hubungan dengan Dunia Internasional, perusahaan melakukan impor atas produk barang maupun jasa dari luar negri.
           Pada sektor pemerintah, kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan RumahTangga dimana pemerintah menerima setoran pajak rumah tangga untuk kebutuhan operasional, pembangunan. Dan untuk hubungan dengan Perusahaan, pemerintah mendapatkan penerimaan pajak dari pengusaha dan
           Pemerintah membeli produk dari perusahaan berdasarkan dana anggaran belanja yang ada. Pada sektor Dunia Internasional / Luar Negeri, dimana Hubungan dengan RumahTangga adalah dunia internasional menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rumah tangga. dan untuk Hubungan dengan Perusahaan, dunia internasional mengekspor produknya kepada bisnis-bisnis perusahaan.
           Negara Indonesia yang sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Dimana Tingginya tingkat krisis yang dialami negeri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya. Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah.
           Pengaruh krisis ekonomi pada kebijakan fiskal, dimana Berdasarkan AD/ART pemerintah negara Indonesia, sebagaimana yang dipublikasikan oleh BI, untuk semester pertama tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah terjadi defisit anggaran yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembayaran bunga hutang. Meski sebenarnya terjadi peningkatan penerimaan, namun ternyata besarnya peningkatan penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding peningkatan pengeluaran. Dominasi kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan deregulasi sektor riil menyebabkan terjadinya kebijakan makro ekonomi yang tidak seimbang.
           Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
            Tujuan kebijakan fiscal di Negara berkembang adalah antara lain
         Untuk meningkatkan laju Investasi
         Untuk mendorong investasi optimal secara social
         Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah ketidakstabilan internasional
         Untuk menanggulangin inflasi
         Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional

 

H. Mekanisme Pasar di Negara Berkembang

           Penerapan prinsip mekanisme pasar secara global memunculkan dampak ketimpangan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia dan negara berkembang lainnya. Kondisi ini diperparah oleh jargon-jargon paham liberal yang terorganisasi yang diusung International Monitary Fund (IMF) dan World Bank. Jargon tersebut jelas sangat memotivasi terjadinya ketimpangan sosial.
           Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Mennakertrans) Erman Suparno mengungkapkan, ketimpangan sosial tersebut bukan hanya terjadi di suatu bangsa yang berkedaulatan dalam bingkai negara. Tetapi ketimpangan di bidang sosial, ekonomi, dan aspek kehidupan lainnya terjadi antar-bangsa dan antar-negara. "Ketimpangan sosial akibat penerapan mekanisme pasar global tersebut memunculkan pula ketimpangan politik umat manusia. Khususnya antara negara maju dan berkembang atau yang sedang berkembang," ujar Erman di Bandung, kemarin, usai menghadiri wisuda di Lembaga Pendidikan dan Ketrampilan Ariyanti.
           Di Eropa Barat, Amerika Utara Asia Timur, Australia, dan Selandia Baru yang dikenal sebagai negara maju, masyarakatnya lebih siap untuk menghadapi penerapan mekanisme pasar global tersebut. Bahkan masyarakat di negara-negara tersebut dapat menikmati manfaat dari proses globalisasi itu. Sebaliknya, masyarakat di belahan Eropa Timur, Asia Selatan, dan sebagian Asia Tenggara serta Afrika yang dikenal sebagai negara berkembang menanggung derita akibat dari proses globalisasi itu.
           Negara-negara maju berhasil membangun  kualitas sumber daya manusia (SDM), karena dikategorikan sebagai investasi SDM (human capital investment). Jelas ini pun sekaligus mencerminkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk bisa mengelola sumber daya alam (SDA), sehingga bisa memberikan kemakmuran terhadap masyarakat secara merata. Sebaliknya negara-negara berkembang umumnya belum bisa meningkatkan kualitas SDM untuk mengelola SDA. Ini berakibat pada kemakmuran masyarakat yang tidak merata. Indonesia termasuk salah satunya. Maka dari itu, dalam lima tahun ke depan, Indonesia harus mampu mengejar ketertinggalan dalam membangun SDM, sehingga mampu mengelola SDA secara maksimal.


0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Blog Archive

LATEST POSTS

CB Blogger Lab

JASA SEO CB

jam ayam

CONTOH BLOG

JASA SEO CB

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *