PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DALAM PEMBANGUNAN
PERTEMUAN 5
PERUBAHAN
STRUKTUR EKONOMI DALAM PEMBANGUNAN
Dalam
pembangunan akan terjadi perubahan struktur ekonomi di suatu negara. Yang
dimaksud dengan struktur ekonomi adalah pembagian dua bidang ekonomi. Pertama,
ada yang membaginya berdasarkan tiga sektor bidang yang berbeda
yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor jasa. Bidang kedua berdasarkan
sektor yang utama sampai dengan sektor pelengkap yaitu sektor primer yang
terdiri atas pertanian, kehutanan perikanan dan pertambangan; sektor sekunder
yang terdiri atas bidang pengangkutan dan perhubungan, pemerintahan,
perdagangan, dan jasa-jasa perseorangan.
Teori
perubahan struktural menitik beratkan pembahasan pada mekanisme transformasi
ekonomi yang dialami oleh Negara berkembang, yang semula lebih bersifat
subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur
perekonomian yang lebih modern dan didominasi oleh sector-sektor non primer.
Analisis
Perubahan Struktur Ekonomi S. Kuznets Dalam Proses Pembangunan
S.
Kuznets menggunakan data time series berbagai negara maju untuk melihat
perubahan struktur ekonomi, yaitu sektor pertanian, industri, dan jasa serta
peranannya terhadap penyerapan tenaga kerja.
Perubahan
dalm sektor ekonomi (struktur ekonomi) dalam pembentukan pendapatan nasional.
a.
Peranan sektor pertanian
menurun dalam pembentukan pendapatan nasional. Dari data 12 negara diantara
yang diamati secara time series, peranan sektor pertanian menurun
paling sedikit 20%, yaitu pada permulaan pembangunan produksi nasional.
Terkecuali dari 13 negara yang diamati, satu negara yang tidak mengalami
penurunan peranan pertanian adalah negara Australia.
b.
Peranan sektor industri
meningkat dalam pembentukan pendapatan nasional. Dari data 12 negara diantara
13 negara yang diamati, peranan sektor industri meningkat 20% yaitu pada
permulaan pembangunan peranan sektor industri hanya 20% s.d 30% dan pada akhir
pengamatan meningkat menjadi 40% sampai dengan 50% terhadap pembentukan
pendapatan nasional, sedangkan di negara Australia peranan sektor industri
relatif tetap.
c.
Peranan sektor jasa tidak
mengalami perubahan berarti, hanya di Swedia dan Australia Sementara di negara
lainnya, perubahan tidak begitu signifikan.
FAKTOR YANG MENYEBABKAN PERUBAHAN STRUKTUR
EKONOMI
Perubahan corak struktur
ekonomi seperti yang digambarkan di atas mempunyai arti bahwa: (i) produksi
sektor pertanian mengalami perkembangan yang lebih lambat ketimbang
perkembangan produksi nasional sedangkan (ii) tingkat pertambahan produksi
sektor industri lebih cepat daripada tingkat pertambahan produksi nasional dan
(iii) tidak adanya perubahan dalam peranan sektor jasa dalam produksi nasional
berarti bahwa tingkat perkembangan sektor jasa adalah sama dengan tingkat
perkembangan produksi nasional. Perubahan struktur ekonomi yang demikian
coraknya disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama,keadaan
yang demikian disebabkan oleh sifat manusia dalam kegiatan konsumsinya, yaitu
apabila pendapatan naik, elastisitas permintaan yang diakibatkan oleh perubahan
pendapatan adalah rendah untuk konsumsi atas bahan-bahan makan. Sedangkan
permintaan terhadap bahan-bahan pakaian, perumahan dan barang-barang konsumsi
hasil industri keadaannya adalah sebaliknya. Sifat permintaan masyarakat yang
seperti ini telah lama ditunjukkan oleh Engels, dan oleh sebab itu di sebut
sebagai hukum Engels.
Kedua, perubahan
struktur ekonomi seperti yang digambarkan diatas disebabkan pula oleh perubahan
teknologi yang terus menerus berlangsung. Perubahan teknologi yang terjadi
dalam proses pembangunan akan menimbulkan perubahan struktur priduksi yang
bersifat compulsory dan inducive.
Hasil
pengamatan S. Kuznets tentang perubahan struktur ekonomi dalam penyerapan
tenaga kerja.
a. Peranan sektor pertanian dalam menyediakan
kesempatan kerja menurun disetiap negara. Peranan sektor pertanian dalam
penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan 20% s.d 50%.
b. Peranan sektor industri dalam menyediakan
kesempatan kerja akan mengalami kenaikan yang relatif, peranannya meningkat
hanya beberapa persen poin dan bias juga meningkat relatif besar dalam
menyediakan kesempatan kerja.
c. Peranan sektor jasa daalam menyediakan
kesempatan kerja tidak mengalami perubahan yang berarti.
Faktor
yang menyebabkan pola perubahan yang berbeda
Apabila dibandingkan antara: (i) perubahan
peranan masing-masing sektor dalam menciptakan produksi nasional, dengan (ii)
perubahan peranan mereka dalam menampung tenaga kerja, gambaran yang terdapat
dalam Tabel pertama dan Tabel kedua menunjukkan bahwa perubahan relatif dari
kedua hal tersebut mempunyai sifat yang agak berbeda. Di sektor pertanian,
secara relatif, perubahan yang terjadi dalam sumbangan sektor itu dalam
menciptakan produksi nasional adalah hampir bersamaan dengan perubahan perannya
dalam menampung tenaga kerja. Dan, disektor jasa perubahan relatif peranannya
dalam menampung tenaga kerja.
Menurut
Kuznets perbedaan diatas disebabkan oleh perbedaan dalam perkembangan tingkat
produktifitas di masing-masing sektor dalm proses pembangunan. Dalam
keadaan dimana tingkat produktifitas pada suatu sektor mengalami perkembangan
yang sama dengan perkembangan produktifitas rata-rata yang terjadi dalam
keseluruhan perekonomian, maka perubahan relatif peranan sektor itu dalam
menciptakan produksi nasional akan sama besarnya dengan perubahan relatifnya
dalam menampung tenaga kerja. Dengan demikian dari sifat perubahan relatif yang
terjadi di sektor pertanian, dapatlah disimpulkan bahwa pada masa lalu
perbaikan tingkat produktivitas sektor pertanian adalah sama cepatnya dengan
perkembangan produktivitas rata-rata dari keseluruhan perekonomian. Dan dari perubahan
yang telah terjadi dalam sektor industri di negara-negara yang terdapat dalam
Tabel pertama dan kedua dapat pula disimpulkan bahwa, di sektor indutri
perubahan relatif dari peranannya dalam menampung tenaga kerja. Ini berarti
tingkat produktivitas di sektor industri berkembang dengan lebih cepat dari
perkembangan tingkat produktivitas keseluruhan perekonomian. Di sektor jasa
perkembangan yang terjadi adalah sebaliknya dari yang terjadi dalam sektor
industri; dengan demikian di sektor jasa tingkat perkembangan produktivitasnya
lebih lambat dari perkembangan tingkat produktivitas rata-rata yang di capai
oleh keseluruhan perekonomian.
Selanjutnya
Kuznets menganalisis pula perubahan peranan berbagai sub-sektor industri,
berbagai jenis industri dalam sub-sektor industri pengolahan dan sektor jasa
dalam menciptakan produksi nasional maupun dalam menyediakan kesempatan kerja.
Untuk
menganalisis perubahan peranan berbagai sub-sektor industri dalam menciptakan
pendapatan nasional dianalisis data dari enam negara, sedangkan untuk
menganalisis perubahan peranan berbagai sub-sektor industri dalam menampung
tenaga kerja digunakan data dari sebelas negara. Dalam analisisnya Kuznets
menbedakan sektor industri menjadi 4 sub-sektor, yaitu pertambangan, industri
pengolahan, industri bangunan, dan perhubungan serta pengangkutan. Perubahan
peranan berbagai sub-sektor dalam sektor industri dalam menghasilkan produksi
nasional dan menciptakan kesempatan kerja, sifat-sifat pokoknya adalah sebagai
berikut:
1. Pada tingkat
pembangunan yang rendah, sub-sektor pertambangan pada umumnya selalu merupakan
sub-sektor industri yang kecil peranannya dalam menciptakan produksi nasional
dan menampung tenaga kerja. Dalam proses pembangunan peranan tersebut menjadi
bertambah kecil lagi. Sub-sektor industri bangunan juga mengalami perubahan
yang sama sifatnya dengan sub-sektor pertambangan, yaitu dikebanyakan negara
yang diobservasi, peranannya dalam menciptakan produksi sektor industri dan
menampung tenaga kerja menjadi bertambah kecil apabila tingkat pembangunan
ekonomi bertanbah tinggi.
2. Peranan sub-sektor
industri pengolahan, termasuk industri utilities (penyediaan air dan listrik),
dalam menciptakan produksi sektor industri dan menampung tenaga kerja pada
umumnya bertambah besar apabila tingkat pembangunan ekonomi menjadi bertambah
tinggi. Hanya di dua negara yang datanya dikumpulkan, yaitu di Norwegia dan
Italia, peranan sektor ini menurun. Dalam menampung tenaga kerja, peranan
sub-sektor industri pengolahan hanya mengalami penurunan di empat dari sebelas
negara yang di observasi yaitu di Inggris, Swiss, Italia dan Jepang. Dalam
sektor industri itu sendiri peranan sub-sektor industri pengolahan, pada
umumnya mengalami kenaikan pula. Dari keadaan ini Kuznets menyimpulkan bahwa
sub-sektor industri pengolahan merupakan sektor dalam kegiatan ekonomi yang
mengalami perkembangan yang paling pesat dalam proses pembangunan.
3. Perubahan peranan
sub-sektor perhubungan dan pengangkutan dalam menciptakan produksi sektor
industri dan menampung tenaga kerja tidak menunjukkan pola yang seragam. Di
Inggris dan Amerika Serikat peranan itu menurun, sedangkan di Swedia tetap dan
ditiga negara lain yaitu Norwegia, Italia dan Australia peranannya malah
meningkat.
4. Untuk Amerika
Serikat dan Australia, Kuznets bukan saja menghitung perubahan peranan berbagai
sub-sektor industri berdasarkan pada harga pasar yang berlaku dari masa ke
masa, tetapi juga berdasarkan pada harga tetap. Analisisnya yang belakangan ini
antara lain menunjukkan bahwa peranan sub-sektor perhubungan dan pengangkutan
dalam keseluruhan produksi sektor industri menurut harga tetap telah menjadi
semakin besar. Apabila tingkat harga-harga dianggap tetap, di Amerika Serikat
sub-sektor perhubungan dan pengangkutan menciptakan 14 persen dari keseluruhan
produksi sektor industri pada tahun 1869-78, dan meningkat menjadi 25 persen
pada tahun 1939-48. Di Australia, juga apabila tingkat harga-harga dianggapa
tetap, kenaikan peranan sektor itu adalah dari 4 persen pada tahun 1861-65
menjadi 21 persen pada tahun 1934-38. Dari keadaan ini Kuznets berkesimpulan
bahwa, pertama,biaya pengangkutan dan perhubungan mengalami
penurunan yang besar sekali sejak abad yang lalu. Berarti efisiensi sektor ini
mengalami perbaikan yang tinggi. Kedua,seperti juga sub-sektor
industri pengolahan, sub-sektor perhubungan dan pengangkutan merupakan bidang
kegiatan ekonomi yang mengalami perkembangan yang sangat besar.
Satu aspek lain dari
perubahan peranan sektor industri dalam proses pembangunan di negara maju pada
waktu lalu yang dianalisis Kuztnets adalah perubahan peranan industri-industri
dalam sub-sektor industri pengolahan. Sayang sekali negara yang diobservasi
sangat terbatas, yaitu hanya terdiri dari dua negara (Amerika Serikat dan
Swedia), sehingga gambaran yang diperoleh mengenai bentuk perubahan yang
terjadi dalam peranan industri-industri pengolahan dalam keseluruhan kegiatan
ekonomi dalam proses pembangunan tidak dapat dipandang sebagai gambaran umum.
Perubahan Peranan Berbagai
Kegiatan di Sektor Jasa
Sektor
terakhir yang dianalisis Kuznets dalam menunjukkan perubahan peranan berbagai
sektor dalam menciptakan produksi nasional dan menampung tenaga kerja dalam
proses pembangunan adalah sektor jasa. Sektor ini, dalam analisisnya, dibedakan
menjadi dua sub-sektor yaitu perdagangan, dan jasa perseorangan (private
services). Untuk menunjukkan perubahan peranan sub-sektor jasa diatas
menciptakan produksi sektor jasa diobservasi pula keadaan disepuluh negara.
Pokok-pokok kesimpulan dari analisis tersebut adalah:
1. Peranan sub-sektor
perdagangan dalam menciptkan produksi sektor jasa dan terutama dalam
menyediakan pekerjaan di sektor jasa menjadi bertambah besar. Akan tetapi kalau
peranannya tersebut ditinjau dari sudut sumbangan dalam menciptakan produksi
nasional dan menampung tenaga kerja dalam keseluruhan perekonomian, maka
coraknya adalah (i) pada umumnya peranan sub-sektor perdagangan dalam menciptakan
produksi nasional tidak mengalami perubahan atau menurun, dan (ii) peranannya
menyediakan pekerjaan dalam proporsi keseluruhan tenaga kerja, meningkat.
2. Peranan sub-sektor
jasa perseorangan dlam menciptakan produksi sektor jasa meupun produksi nasional,
dan dalam menampung tenaga kerja mengalami penurunan yang sangat besar sekali.
Sebaliknya peranan sub-sektor pemerintahan dan pertahanan menunjukkan
kecenderungan meningkat, baik diukur dari sudut peranannya dalam sub-sektor
jasa itu sendiri maupun dalam perekonomian secara keseluruhan.
Teori
chennery dikenal teori pola pembangunan, memfokuskan
kepada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di Negara
Berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional (subsistem)
kesektor industry sebagai sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi.
Analisis Chenery menggunakan data di berbagai negara dalam suatu masa tertentu
di sebut data cross section; dan bukan dengan mengumpulakan data
perubahan peranan berbagai sektor dalam perekonomian seperti yang dilakukan
oleh Kuznets. Aspek yang paling penting dari analisis Chenery, dan yang menyebabkan
analisis yang sperti itu menjadi lebih berguna sebagai usaha untuk menunjukkan
ciri-ciri proses pembangunan ekonomi, adalah bahwa analisis tersebut dapat
digunakan untuk membuat ramalan mengenai peranan berbagai sektor pada berbagai
tingkat pembangunan ekonomi, dan selanjutnya dapat digunakan sebagai landasan
dalam menentukan sumber daya yang perlu dialokasikan ke berbagai sektor
ekonomi.
Kerangka
pemikiran teori Chenery pada dasarnya sama dengan model Lewis. Teori Arthus
Lewis membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di perdesaan dan
perkotaan. Sementara Chenery memfokuskan pada perubahan stuktur ekonomi di
Negara berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian ke sector
industry sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian
empiris Chenery mengidentifikasi bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan
masyarakat perkapita yang membawa perubahan dalam pola permintaan konsumen dari
penekanan pada makanan-makanan dan barang-barang kebutuhan pokok lain keberbagai
macam barang-barang manufaktur dan jasa, akumulasi modal fisik dan manusia
(SDM), perkembangan kota-kota dan industri-industri di urban bersama dengan
proses migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan, dan penurunan laju
pertumbuhan penduduk dan ukuran keluarga yang semakin kecil, struktur
perekonomian suatu negara bergeser dari yang semula di dominasi oleh sector
pertanian dan sektor pertambangan menuju ke sector-sektor non primer, khususnya
industry.
Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan
pertumbuhan PDB yang merupakan total pertumbuhan nilai tambah bruto (NTB) dari
semua sector ekonomi dapat dijelaskan sebagai berikut. Dengan memakai persamaan
(1.1), dimisalkan disuatu ekonomi hanya ada dua sector yaitu industry dan
pertanian dengan NTB masing-masing yaitu dan yang
membentuk PDB :
PDB
= + (1.1)
Atau
I
= [a +a ] PDB (1.2)
Dimana
a dan adalah pangsa PDB masing-masing dari industry dan
pertanian; t menunjukkan periode tahap awal pembangunan (t=0), sebelum
industrialisasi dimulai atau sector industry belum berkembang: . Dalam
proses pembangunan terjadi transformasi ekonomi, dimana pangsa PDB dari sector
industry meningkat dan dari sector pertanian menurun. Pada tahap akhir
pembangunan ekonomi (t=1): a , dimana a >a dan a <
a .
Menurut
Chenery (1992), proses transformasi structural akan mencapai tarafnya yang
paling cepat bila pergeseran pola permintaan domestic kearah output industry
manufaktur di perkuat oleh perubahan yang serupa dalam komposisi perdagangan
luar negeri atau ekspor sebagaimana yang terjadi di kelompok NICs, seperti
Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan Hongkong/China. Dalam modal transformasi
structural, relasi antara pertumbuhan output di sector industry manufaktur,
pola perubahan permintaan domestic kearah output industry dan pola perubahan
perdagangan luar negeri dapa digambarkan dalam suatu persamaan sederhana
sebagai berikut :
Dimana :
= Jumlah output
bruto dari industry manufaktur
= Permintaan domestic terhadap produk akhir (konsumsi +
investasi) dari industry manufaktur
= Volume perdagangan netto
(ekspor – impor produk kompetitif)
= penggunaan produk
industry manufaktur sebagai barang antara oleh sector j
= Koefisien input-output yang diasumsikan berfariasi
sehubung dengan variasi tingkat pendapatan perkapita
Berdasarkan model ini, kenaikan produksi sector industry
manufaktur dinyatakan sama besarnya dengan jumlah dari empat factor berikut:
a. Kenaikan
permintaan domestic, yang memuat permintaan langsung untuk produk industry
manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permiantaan domestic untuk
produk sector-sektor lainnya terhadap sektor-sektor industry manufaktur.
b. Perluasan ekspor
(pertumbuhan dan diversifikasi), atau efek total dari kenaikan jumlah ekspor
terhadap produk industry manufaktur.
c. Subitusi
impor, atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan ditiap sector yang
dipenuhi lewat produksi domestic terhadap output industry manufaktur.
d. Perubahan
teknologi, atau efek total dari perubahan koefisien input output di dalam
perekonomian akibat kenaukan upah dan tingkat pendapatan terhadap sector
industry manufaktur.
Transformasi
structural dapat dilihat pada perubahan pangsa nilai output (NO) atau NTB di
setiap sector di dalam pembentukan PDB atau PNB atau PN. Berdasarkan hasi studi
dari Chenery tersebut, perubahan struktur ekonomi periode jangka panjang
menunjukkan ciri-ciri kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB
mengecil sedangkan pangsa PDB dari inudtri manufaktur dan jasa mengalami
peningkatan seiring dengan peningkatan PDB atau PN perkapita. Pada saat PNB
perkapita US$ 200, sector-sektor primer menguasai sekitar 45% dari PNB,
sementara industry hanya menyumbang kurang lebih 15% saja. Pada saat pendapatan
perkapita mencapai US$ 1000, kontribusi output dari sector-sektor primer
mengalami penurunan menjadi 20% dan sector industry meningkat sekitar 28%.
Indikator
penting kedua yang sering digunakan dalam studi-studi empiris untuk mengukur
pola perubahan struktur ekonomi adalah distribusi kesempatan kerja
menurut sector. Dengan pola yang sama, pada tingkat pendapatan perkapita yang
rendah, sector-sektor primer merupakan kontributor terbesar dalam penyerapan
tenaga kerja. Pada tingkat pendapatan perkapita yang tinggi, sector-sektor
sekunder terutama indusri menjadi lebih penting dibandingkan pertanian sebagai
sumber kesempatan kerja.
Aspek
yang membedakan antara analisis Kuznets dan Chenery adalah perbedaan penekanan
analisis mereka masing-masing dalam menunjukkan corak perubahan peranan
tiap-tiap sektor kepada keseluruhan kegiatan perekonomian dalam proses
pembangunan ekonomi. Chenery lebih menekankan kepada analisis mengenai
perkembangan dalam sub-sektor industri, sedangkan penekanan analisis Kuznets adalah
kepada corak perubahan di sektor-sektor ekonomi yang utama. Lagipula, dalam
analisis mengenai corak perubahan struktur ekonomi dalam proses pembangunan,
Chenery hanya menganalisis perubahan peranan industri-industri yang tergolong
dalam sub-sektor industri pengolahan dalam menciptakan produksi nasional saja.
Analisisnya tidak meneliti perubahan peranannya dalam menampung tenaga kerja
apabila perekonomian bertambah maju.
Mengenai
perubahan peranan berbagai sektor dalam menciptakan produksi nasional dalam
proses pembangunan, Chenery membuat kesimpulan berikut:
1. Peranan sektor
industri dalam menciptakan produksi nasional meningkat dari sebesar 17 persen
dari produksi nasional pada tingkat pendapatan perkapita sebesar US$100. Khusus
untuk industri pengolahan, peranannya meningkat dari menciptakan sebanyak 12
persen menjadi 33 persen produksi nasional pada proses perubahan yang dinyatakan
diatas.
2. Peranan sektor
perhubungan dalam pengangkutan juga akan menjadi dua kali lipat dari peranannya
pada waktu pendapatan perkapita US$100, apabila pendapatan telah mencapai
sebesar US$1000. Sedangkan peranan sektor pertanian menurun dari 45 persen
menjadi hanya 15 persen dari produksi nasional apabila pendapatan perkapita
naik dari sebesar US$100 menjadi US$1000.
3. Peranan sektor jasa
tidak mengalami peubahan yang berarti yaitu tetap mencapai disekitar 38 persen
dari produksi nasional dalam proses peningkatan pendapatan perkapita dari
US$100 menjadi US$1000.
Chenery
mengemukakan 3 faktor yang menyebabkan perbedaan diantara lajunya perkembangan
industri-industri dalam sub-sektor industri pengolahan dan perkembangan tingkat
pendapatan perkapita:
1. Sebagai
akibat adanya substitusi impor
2. Adanya
perkembangan permintaan untuk barang-barang jadi (final goods)
3. Adanya
kenaikan dalam permintaan barang-barang setengah jadi(intermediate goods)
Menurut analisis Chenery usaha untuk
mengadakan sustitusi impor merupakan faktor terpenting yang menyebabkan
industrialisasi tumbuh pesat, karena faktor ini mengakibatkan 50 persen dari
pertumbuhan yang tidak sebanding terjadi. Pengaruh perkembangan pendapatan
terhadap pertambahan permintaan hasil-hasil industri mengakibatkan 22 persen
dari industrialisasi terjadi. Pertambahan pendapatan selanjutnya mengakibatkan
10 persen dari proses industrialisasi dan perbedaan tingkat pertumbuhan yang
terjadi.
Sebab Peranan Sektor
Industri di Berbagai Negara
Dalam
setiap negara pada umumnya peranan tiap-tiap industri dalam sub-sektor industri
pengolahan adalah lebih tinggi atau lebih rendah dari tingkat yang ditentukan
oleh persamaan regresi tersebut, dan keadaan yang demikian diakibatkan oleh
adanya salah satu gabungan dar faktor-faktor berikut:
1. Luasnya
Pasar. Tingkat pendapatan dan jumlah penduduk merupakan dua faktor
penting yang menentukan luas pasar suatu negara. Dinegara-negara yang luas
pendapatan perkapitanya sama, peranan berbagai industri dalam perekonomian akan
berbeda apabila jumlah penduduknya sangat berbeda.
2. Bentuk
Distribusi Pendapatan. Dibeberapa negara distribusi pendapatan
penduduknya sangat tidak merata sperti di Afrika Selatan, Kenya dan Peru dimana
golongan kaya terdiri dari bangsa kulit putih yang merupakan pendatang.
3. Kekayaan
Alam. Dinegara yang miskin keadaan alamnya, peranan industri menjadi
lebih penting jika dibandingkan dengan negara yang kekayaan alamnya banyak.
4. Perbedaan
Keadaan di Berbagai Negara. Perbedaan keadaan seperti iklim, kebijakan
pemerintah dan faktor-faktor sosial budaya merupakan faktor-faktor lain yang
dapat mempengaruhi tingkat produksi dan peranan sektor industri kepada produksi
nasional.
Semakin
luas jumlah dan jenis data kegiatan ekonomi yang tersedia di negara berkembang,
semakin memungkinkan para ekonom untuk membuat analisis mengenai perubahan
struktur kegiatan ekonomi dalam proses pembangunan yang telah berlaku di negara
berkembang. Dalam penelitian tahun 1970-an, Chenery dibantu oleh Syrquin telah
menggunakan berbagai data yang menggambarkan tentang kegiatan ekonomi di negara
berkembang untuk mewujudkan ciri-ciri perubahan struktur perekonomian
negara-negara tersebut dalam proses pembangunan ekonominya diantara tahun
1950-1970. Analisis yang dilakukan oleh Chenery dan Surquin terssebut mirip
dengan analisis Chenery mengenai perubahan struktur ekonomi dalam proses
pembangunan yang telah di uraikan pada bagian yang lalu. Tujuan dari analisis
yang baru terutama adalah juga untuk menunjukkan bentuk – bentuk perubahan yang
terjadi dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi apabila tingkat
pembangunan ekonomi terjadi bertambah tinggi. Akan tetapi analisis yang
baru ini jauh lebih lengkap dari analisis Chenery yang diuraikan
sebelumnya ini, karena lebih banyak data telah dapat diperoleh untuk analisis
tersebut. Perubahan – perubahan tersebut dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu
1. Perubahan dalam
struktur ekonomi yang di pandang sebagai perubahan sebagai perubahan proses
akumulasi
2. Perubahan dalam
struktur ekonomi yang dipandang sebagai perubahan dalam proses alokasi sumber
daya (resources)
3. Perubahan dalam
struktur ekonomi yang dipandang sebagai perubahan dalam proses demografis dan
distribusi.
Kegiatan – kegiatan ekonomi
yang termasuk sebagai proses akumulasi meliputi kegiatan pembentukan
modal, pengumpulan tabungan pemerintah dan menyediakan pendidikan kepada
masyarakat. Yang tergolong sebagai alokasi sumber daya adalah struktur
permintah domestik (pegeluaran masyarakat atas produksi dalam negeri), struktur
produksi, dan struktur perdagangan. Dalam golongan yang ketiga, yaitu proses
perubahan dalam faktor – faktor berikut : alokasi tenaga kerja dalam berbagai
sektor, urbanisasi, tingkat kelahiran dan kematian, dan distribusi
pendapatan.
Perubahan struktur lainnya
Disamping beberapa perubahan struktur ekonomi
dalam proses pembangunan, pembangunan ekonomi juga melibatkan perubahan
struktural lainnya yang dapat diukur. Walaupun itu terjadi dengan kecepatan
yang berbeda didalam macam ekonomi yang berbeda pula, namun persamaan mereka di
tunjang oleh data empiris.
Sementara pembangunan berjalan terus,
maka produktivitas tenaga kerjapun meningkat untuk ekonomi dan keseluruhannya.
Perbaikan tidak hanya dalam modal fisik per pekerja saja tetapi juga dalam
modal manusia, seperti tampak pada tingkat kepandaiaan baca tulis dan
pencapaian pendidikan yang lebih tinggi. Sayangnya terlalu mudah merendahkan
nilai besarnya pembentukan modal manusia, karena banyak pengeluaran untuk
pendidikan, gizi, dan perawatan kesehatan diperlihatkan dalam akun nasional
sebagai konsumsi baik oleh pribadi maupun oleh umum.
Jika pendapatan mereka naik dari
tingkat terendah pendapatan pemerintah naik juga. Pendapatan yang lebih tinggi
menunjukkan permintaan yang tinggi pula, baik terhadap jasa pemerintah yang
sekarang dikebal sebagai sebuah gejala hokum Engel, maupun terhadap kemampuan
sector public yang lebih besar pula untuk mensuplainya. Hal ini menunjukkan
pula meningkatnya kekuatan badan-badan pemerintah pada sebuah tingkat untuk
mengambil semua sumber daya untuk penggunaan mereka sendiri sebagian karena
perbaikan peraturan dan administrasi perpajakan.
Tidak hanya tabungan tidak sukarela
(pajak-pajak) bisa naik, tetapi juga tabungan sukarela dan jumlah yang
ditujukan untuk pembentukan modal fisik. Tabungan yang lebih tinggi sedikit
banyaknya mencerminkan berkurangnya utilitas marginal dari konsumsi sekarang
ini pada pendapatan yang lebih tinggi dengan tingkat konsumsi mereka yang juga
karenanya lebih tinggi. Pada saat yang sama, sumbungan proporsional dari aliran
masuk modal internasional-bantuan luar negeri dan investasi luas negeri bersih
terhadap pembentukan modal total secara umum, adalah lebih rendah di
Negara-negara dengan pendapatan lebih tinggi. Para investor local dan
pemerintah Negara-negara berkembang membiayai lebih banya untuk pembentukan
modal mereka sendiri. Keuntungan komparatif mereka didalam mengidentifikasi
proyek-proyek yang menguntungkan atau berguna bertambah pada saat yang sama
dengan kemampuan keuangan mereka untuk menginvestasi juga naik. Expor dan impor
akan naik jika pendapatan naik. Tingkat yang diaanggap berguna oleh sebuah
Negara untuk swasembada, akan menurun. Kemampuan bersaing yang lebih tinggi
secara internasional akan meningkatkan ekspor. Impor akan naik, baik sebagai
masukan proses industrialisasi itu sendiri maupun sebagai reakasi terhadap
elastisitas pendapatan yang tinggi dari perminataan akan barang-barang konsumen
impor.
Pada saat yang sama, ekspor
produk-produk primer akan jatuh kedalam persentase dari ekspor total, sementara
impor produk primer akan naik. Pemusatan ekonomi pada produk pertanian dan
mineral perlahan-lahan akan diganti, oleh produksi yang lebih besar didalam
sector sekunder selama periode waktu yang tampaknya sangat lambat bagi para
peserta. Produksi sekunder bisa diikuti dengan ekspor manufaktur yang lebih
tinggi dan hamper pasti diikuti oleh peningkatan impor bahan mentah, barang
setengah jadi dan bahan bakar pendukungnya. Akhirnya, tak ada penelitiaan
mengenai perubahan-perubahan struktur pembangunan akan lengkap tanpa
dimasukkannya tinjauan demografis.
E.
Pandangan Pokok Analisis Mikroekonomi dan Makroekonomi
1. Pandangan Pokok Analisis Mikroekonomi
Ilmu
ekonomi mikro mempelajari variabel-variabel ekonomi dalam lingkup kecil
misalnya perusahaan, rumah tangga. Dalam ekonomi mikro ini dipelajari tentang
bagaimana individu menggunakan sumber daya yang dimilikinya sehingga tercapai
tingkat kepuasan yang optimum. Secara teori, tiap individu yang melakukan
kombinasi konsumsi atau produksi yang optimum bersama dengan individu-individu
lain akan menciptakan keseimbangan dalam skala makro dengan asumsi ceteris
paribus.
Isu
pokok yang dianalisis dalam teori mokroekonomi adalah: bagaimanakah caranya
menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia secra efisien agar kemakmuran
masyarakat dapat dimaksimumkan? Analisis seperti ini dibuat berdasarkan
kapada pemikiran bahwa (i) kebutuhan dan keinginan manusia tidak terbatas,
sedangkan (ii) kemampuan faktor-faktor produksi menghasilkan barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat adalah terbatas. Berdasarkan
kepada kedua pemikiran ini, teori mikroekonomi bertitik tolak kepada pemisalan
bahwa faktor –faktor produksi yang tersedia sepenuhnya
digunakan. Keadaan ini mendorong masyarakat untuk memikirkan cara
yang paling efisien dalam menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia.
Dalam
teori mikroekonomi masalah di atas dibagi dan dibedakan menjadi tiga persoalan
yang dinyatakan di bahwa ini:
1. Apakah jenis-jenis barang
dan jasa yang perlu diproduksikan?
2. Bagimanakah barang dan
jasa yang diperlukan masyarakat akan dihasilkan?
3. Untuk siapakah barang dan
jasa perlu dihasilkan?
2. Pandangan Pokok Analisis Makroekonomi
Ilmu
ekonomi makro mempelajari variabel-variabel ekonomi secara
agregat(keseluruhan). Variabel-variabel tersebut antara lain : pendapatan
nasional, kesempatan kerja dan atau pengangguran, jumlah uang beredar, laju
inflasi, pertumbuhan ekonomi, maupun neraca pembayaran internasional.
Ilmu
ekonomi makro mempelajari masalah-masalah ekonomi utama sebagai berikut :
1. Sejauh
mana berbagai sumber daya telah dimanfaatkan di dalam kegiatan ekonomi. Apabila
seluruh sumber daya telah dimanfaatkan keadaan ini disebut full employment.
Sebaliknya bila masih ada sumber daya yang belum dimanfaatkan berarti
perekonomian dalam keadaan under employment atau terdapat pengangguran/belum
berada pada posisi kesempatan kerja penuh.
2. Sejauh
mana perekonomian dalam keadaan stabil khususnya stabilitas di bidang moneter.
Apabila nilai uang cenderung menurun dalam jangka panjang berarti terjadi
inflasi. Sebaliknya terjadi deflasi.
3. Sejauh
mana perekonomian mengalami pertumbuhan dan pertumbuhan tersebut disertai
dengan distribusi pendapatan yang membaik antara pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan dalam distribusi pendapatan terdapat trade off maksudnya bila yang
satu membaik yang lainnya cenderung memburuk.
Kelemahan-kelemahan analisis makroekonomi
Salah
satu alasan lain yang menyebabkan analisis makroekonomi digunakan
lebih berhati-hati di Negara berkembang adalah analisis lebih menekan kepada
menelaah masalah-masalah ekonomi yang digunakan dalam jangka pendek.ini berbeda
dengan corak analisis yang di gunakan di Negara berkembang.analisi yang di
gunakan pada Negara berkembang lebih menekankan kepada analisis kepada
masalah-masalah pembangunan.
1. Analisis merupakan analisis jangka
pendek
Bahwa
analisis makroekonomi pada dasarnya merupakan analisis jangka pendek,dapat di
buktikan kepada pemisalan yang di buat dalam teori tersebut.dari sifat-sifat
analisis dapat di simpulkan ;kapasitas alat-alat produksi tetap,jumlah tenaga
kerja tidak berubah,dan tidak terdapat perbaikan dalam tingkat teknologi yang
digunakan.
2. Tidak menganalisis faktor non-ekonomi
Tidak
terdapat analisis mengenai pengruh keadaan social, struktur social, suasana
politik, nilai-nilai hidup,corak pandangan masyarakat dan corak kebudayaan
masyarakat terhadap kegiatan masyarakat dan corak kebudayaan masyarakat
terhadap kegiatan ekonomi meruapakan kelemahan lain dari makroekonomi.
3. Kurang memperhatikan sektor luar negri
Dalam
analisis makroekonomi penanaman modal oleh pengusaha di pandang sebagai sector
penting menentukan tingkat kegiatan ekonomi. Sedangkan factor luar negri tidak
memegang peranan sperti penanaman modal.
F. Proses
Multiplier Di Negara Berkembang
Apabila
sesuatu perekonomian menghadapi masalah pengangguran, maka haruslah dilakukan
pertambahan dalam pengeluaran masyarakat. Besarnya pertambahan pengeluaran yang
perlu dilakukan supaya tingkat kesempatan kerja penuh dapat dicapai tergantung
kepada dua faktor: besarnya kecondongan konsumsi batas dan besarnya jurang di
antara pendapatan nasional pada kesempatan kerja penuh dan pendapatan nasional
yang sekarang tercapai.
Makin
tinggi kecondongan konsumsi batas, makin besar multiplier yang akan diciptakan
oleh sejumlah pertambahan dalam pengeluaran. Dengan demikian ini berarti pula
bahwa makin tinggi kecondongan konsumsi batas, makin sedikit pula pertambahan
pengeluaran yang diperlukan untuk menciptakan sejumlah pertambahan dalam
pendapatan nasional dan untuk mencapai kesempatan kerja penuh.
Di
negara-negara berkembang sebagian besar dari pendapatan masyarakat digunakan
untuk konsumsi. Sebagai akibatnya kecondongan konsumsi batas di negara-negara
tersebut adalah lebih tinggi daripada di negara-negara maju. Dengan demikian,
berdasarkan kepada teori multiplier, di negara-negara berkembang meningkatkan
pendapatan masyarakat merupakan masalah yang lebih mudah kalau dibandingkan
dengan di negara-negara maju. Selanjutnya teori makroekonomi didasarkan kepada
pandangan bahwa perubahan dalam tingkat pendapatan per kapita berhubungan rapat
dengan perubahan dalam tingkat kesempatan kerja. Ini disebabkan karena dalam
analisa makroekonomi dimisalkan bahwa tingkat teknologi, jumlah penduduk dan
tenaga kerja, dan jumlah alat-alat produksi adalah tetap dan tidak dapat
ditambah.
Maka
apabila produksi nasional bertambah, bersamaan dengan keadaan tersebut berlaku
pula pertambahan dalam kesempatan kerja, tingkat pengangguran berkurang, dan
kapasitas alat-alat produksi yang digunakan juga akan bertambah tinggi. Karena
pertambahan dalam pendapatan nasional selalu berarti pula pertambahan dalam
penggunaan tenaga kerja dan alat-alat produksi, maka selanjutnya dapatlah
disimpulkan bahwa, berdasarkan ramalan yang dibuat dalam teori multiplier,
masalah pengangguran di negara-negara berkembang adalah lebih mudah diatasi
daripada di negara-negara maju.
Tetapi
pada kenyataannya keadaan yang berlaku di negara-negara berkembang yang
ditimbulkan oleh adanya pertambahan dalam pengeluaran adalah jauh berbeda
dengan keadaan yang diramalkan dalam teori multiplier. Di negaranegara
berkembang pengeluaran yang berlebih-lebihan mungkin akan mengakibatkan inflasi
walaupun dalam perekonomian tersebut masth terdapat banyak pengangguran. Ini
disebabkan karena:
1. kemampuan dari perekonomian tersebut
untuk menambah produksi lebih terbatas kalau dibandingkan dengan kemam¬puan
dari negara-negara maju;
2. corak kegiatan ekonorni di
negara-negara berkembang sangat berbeda dengan di negara-negara maju, yaitu di negara-negara berkembang
sektor tradisionil menguasai sebahagian besar kegiatan ekonomi.
Kedua
faktor ini rnerupakan penyebab terpenting yang mengakibatkan proses multiplier
tidak dapat berjalan secara semestinya. Proses multiplier seperti yang
digambarkan dalam analisa makroekonomi tidak dapat berlangsung seperti yang
diharapkan karena di negara-negara berkembang sektor produksi mempunyai
kemampuan yang lebih terbatas untuk menaikkan jumlah barang di pasar apabila
permintaan berkembang dengan cepat. Seperti telah dijelaskan, menurut teori
multiplier, pertambahan pengeluaran yang dilakukan masyarakat akan menambah
pendapatan segolongan masyarakat lainnya. Golongan masyarakat yang belakangan
ini akan menggunakan sebahagian besar dari pendapatan tersebut untuk konsumsi.
Dalam
jangka pendek, sector produksi di Negara-negara berkembang tidak mempunyai
kesanggupan yang demikian. Faktor-faktor ini menyebabkan sektor pertanian produktivitasnya
sangat rendah dan kemarnpuannya untuk menambah produksi sangat terbatas.
Keadaan di sektor industri tidak banyak berbeda dengan di sector pertanian.
Bukan saja peranan sektor tersebut dalam perekonomian sangat kecil, tetapi juga
pada umumnya industri yang ada merupakan industri rumahtangga atau industri
yang bersifat labour intensive, tingkat produktivitasnya tidak begitu tinggi
dan ketrampilan para pekerjanya masih lebih terbatas. Maka kemampuan untuk
menambah produksi berbagai jenis barang masih belum mencapai tingkat yang
dicapai oleh sektor industri di negara-negara maju.
Dalam
analisa makroekonomi selanjutnya juga dianggap bahwa sector perusahaan bersifat
responsif terhadap rangsangan-rangsangan yang terjadi di pasar. Apabila
terdapat kemungkinan untuk memperoleh keuntungan yang cukup besar maka mereka
akan berusaha memperolehnya dengan memperbesar jumlah penanaman modal. Sifat
ini menambah kemampuan sektor produksi untuk memenuhi kenaikan permintaan yang
terdapat di pasar dari masa ke masa. Reaksi seperti ini belum tentu terdapat di
negara-negara berkembang karena adanya kekurangan-kekurangan dana modal,
keahlian usahawan, tenaga kerja terdidik, dan tenaga kerja trampil. Di samping
itu berbagai faktor sosial, ekonomi dan polifik adakalanya sangat menghambat
terwujudnya responsif yang sama sifatnya dengan di negara-negara maju apabila
terjadi pertambahan yang besar dalam permintaan. Keadaan ini jelas
kelihatan di sektor pertanian.
Walaupun
sejak lama negara-negara berkembang menghadapi masalah kekurangan bahan
makanan, sektor ini masih belum dapat mengatasi masalah itu. Dalam teori memang
terbuka kemungkinan yang luas sekali kepada para petani untuk menaikkan
produksi pertanian, yaitu dengan mengubah cara-cara bercocok tanam yang
dilakukan mereka sekarang ini, dengan cara-cara yang akan mempertinggikan
tingkat produktivitas dari kegiatan tersebut. Tetapi sering sekali para petani
tidak melakukan hal ini dan menaikkan produksi dengan cepat, walaupun dalam
perekonomian tersebut terdapat kelebihan dalam permintaan dan usaha itu dapat
menambah pendapatan mereka. Berarti para petani pada umumnya tidak responsif
terhadap rangsangan-rangsangan yang terdapat di pasar.
Terbatasnya
responsif para petani terhadap rangsangan-rangsangan yang terdapat di pasar
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang terpenting antara lain
adalah, pertama, harga-harga hasil pertanian pada umumnya jauh lebih tidak
stabil kalau dibandingkan dengan harga-harga barang industri. Ketidakstabilan
ini menimbulkan keragu-raguan dan keengganan para petani untuk melakukan
penanaman modal untuk memperbaiki cara-cara bercocok tanam mereka. Kedua,
tenaga kerja di sektor pertanian mempunyai pengetahuan yang lebih terbatas
kalau dibandingkan dengan pengusaha-pengusaha di sektor modern. Mereka misalnya
tidak mengetahui tentang adanya cara bercocok tanam yang lebih baik, cara
mempertinggi efisiensi penggunaan tanah dan cara untuk mempertinggi tingkat
produktivitas.
Keadaan
ini berbeda dengan keadaan dalam kegiatan ekonomi modern. Dari masa ke masa
para pengusaha terus-menerus mengadakan perbaikan dalam berbagai aspek kegiatan
mereka. Oleh karenanya kegiatan tersebut bertambah efisien, produktivitasnya
terusmenerus mengalami perbaikan dan dapat selalu dengan cepat menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan yang terjadi di pasar.
Di
sektor industri, para pengusaha mempunyai reaksi yang lebih sensitif terhadap
perubahan-perubahan di dalam pasar kalau dibandingkan dengan para produsen di
sektor pertanian. Tetapi responsif mereka tingkatnya tidaklah seperti yang
berlaku di negara-negara maju. Beberapa faktor dapat menim-bulkan keadaan
demikian, seperti: kesukaran untuk memperoleh tenaga ahli yang dapat
menjalankan alat-alat produksi modern dengan efisien; kesukaran untuk
memperoleh tenaga pimpinan perusahaan yang, dapat memimpin perusahaan dengan
rnenguntungkan; lebih terbatasnya kesanggupan untuk mengembangkan teknologi
yang akan memperbaiki efisiensi dan mutu produksi: dan adakalanya juga
terdapatnya kesukaran untuk memperoleh valuta asing yang diperlukan untuk
mengimport bahan mentah dan barang-barang untuk mengembangkan industri.
G. Kebijakan Moneter Dan Fiskal Negara Berkembang
1. Kebijakan Moneter Dalam Negara Berkembang
Kebijakan
Moneter bersandar pada hubungan antara tingkat bunga dalam perekonomian, itu
adalah harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan total pasokan uang. Kebijakan
moneter menggunakan berbagai alat untuk mengontrol salah satu atau kedua, untuk
mempengaruhi hasil seperti pertumbuhan ekonomi , inflasi , nilai tukar dengan
mata uang lainnya dan pengangguran. Dimana mata uang adalah di bawah monopoli
penerbitan, atau di mana ada sistem diatur menerbitkan mata uang melalui bank
yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter memiliki kemampuan untuk mengubah
jumlah uang beredar dan dengan demikian mempengaruhi tingkat suku bunga (untuk
mencapai kebijakan tujuan).
Awal
dari kebijakan moneter seperti itu berasal dari akhir abad 19, di mana ia
digunakan untuk mempertahankan standar emas .Suatu kebijakan disebut sebagai
kontraktif jika mengurangi ukuran jumlah uang beredar atau menaikkan tingkat
bunga. Sebuah ekspansif meningkatkan kebijakan ukuran jumlah uang beredar, atau
menurunkan tingkat suku bunga. Selain itu, kebijakan moneter adalah sebagai berikut:
akomodatif, jika tingkat bunga yang ditetapkan oleh otoritas moneter pusat ini
dimaksudkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi; netral, jika tidak
dimaksudkan untuk menciptakan pertumbuhan atau memerangi inflasi, atau ketat
jika dimaksudkan untuk mengurangi inflasi.
Dalam
hampir semua negara modern, khusus lembaga (seperti Bank of England , dengan
European Central Bank , Reserve Bank of India , dengan Federal Reserve System
di Amerika Serikat, Bank of Japan , dari Bank of Canada atau Reserve Bank of
Australia ) ada yang memiliki tugas melaksanakan kebijakan moneter dan sering
independen dari eksekutif . Secara umum, lembaga-lembaga ini disebut bank
sentral dan sering memiliki tanggung jawab lainnya seperti mengawasi kelancaran
sistem keuangan.
Hal
ini mencakup mengelola jumlah uang beredar melalui pembelian dan penjualan
berbagai instrumen keuangan, seperti tagihan treasury, obligasi perusahaan,
atau mata uang asing. Semua hasil pembelian atau penjualan dalam mata uang
dasar kurang lebih memasuki atau meninggalkan sirkulasi pasar.
Biasanya,
tujuan jangka pendek operasi pasar terbuka adalah untuk mencapai target suku
bunga jangka pendek tertentu. Dalam kasus lainnya, kebijakan moneter bukan
sasaran mungkin memerlukan suatu nilai tukar tertentu relatif terhadap beberapa
mata uang asing atau yang lain relatif terhadap emas. Misalnya, dalam kasus
Amerika Serikat Federal Reserve menargetkan tingkat dana federal , tingkat di
mana bank meminjamkan kepada anggota satu sama lain dalam semalam, namun dengan
kebijakan moneter Cina adalah target nilai tukar antara Cina renminbi dan
keranjang mata uang asing.
Cara utama lainnya melakukan kebijakan
moneter mencakup:
Diskon jendela pinjaman ( lender of
last resort );
pinjaman pecahan deposit (perubahan
dalam persyaratan cadangan);
Moral bujukan (membujuk pelaku pasar
tertentu untuk mencapai tertentu hasil)
Teori
Kebijakan moneter adalah proses dimana pemerintah, bank sentral, atau otoritas
moneter dari kontrol negara terhadap jumlah uang beredar, ketersediaan uang,
dan biaya uang atau suku bunga untuk mencapai menetapkan tujuan berorientasi
pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
Kebijakan
Moneter bersandar pada hubungan antara tingkat bunga dalam perekonomian, itu
adalah harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan total pasokan uang. Kebijakan
moneter menggunakan berbagai alat untuk mengontrol salah satu atau kedua, untuk
mempengaruhi hasil seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar dengan
mata uang lainnya dan pengangguran. Dimana mata uang adalah di bawah monopoli
penerbitan, atau di mana ada sistem diatur menerbitkan mata uang melalui bank
yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter memiliki kemampuan untuk
mengubah jumlah uang beredar dan dengan demikian mempengaruhi tingkat suku
bunga (untuk mencapai kebijakan tujuan). Awal dari kebijakan moneter seperti
itu berasal dari akhir abad 19, di mana ia digunakan untuk menjaga standar
emas. Suatu kebijakan disebut sebagai kontraktif jika mengurangi ukuran jumlah
uang beredar atau menaikkan tingkat bunga. Sebuah kebijakan ekspansif
meningkatkan ukuran jumlah uang beredar, atau menurunkan tingkat suku bunga.
Selain itu, kebijakan moneter adalah sebagai berikut: akomodatif, jika tingkat
bunga yang ditetapkan oleh otoritas moneter pusat ini dimaksudkan untuk
menciptakan pertumbuhan ekonomi; netral, jika tidak dimaksudkan untuk
menciptakan pertumbuhan atau memerangi inflasi, atau ketat jika dimaksudkan
untuk mengurangi inflasi.
Ciri-ciri kebijaksanaan moneter di
Negara terbelakang adalah sebagai berikut:
Pendirian dan Perluasan Lembaga
Keuangan
Kebijaksanaan suku bunga yang cocok
Managemen utang
Perimbangan tepat antara penawaran dan
permintaan uang
Pengendalian kredit
2. Kebijakan Fiskal di Negara Berkembang
Kebijakan
Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan
dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan
dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain,
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan
kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan
dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk
mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada
pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak.
Pada
sektor rumah tangga(RTK), dimana rumah tangga melakukan pembelian barang dan
jasa yang dihasilkan oleh perusahaan untuk konsumsi daan mendapatkan pendapatan
berupa gaji, upah, sewa, dividen, bunga, dll dari perusahaan. kegiatan ekonomi
dengan Pemerintah adalah rumah tangga menyetorkan sejumah uang sebagai pajak
dan menerima penerimaan berupa gaji, bunga, penghasilan non balas jasa, dll.
Sedangkan dengan Dunia Internasional adalah rumah tangga mengimpor barang dan
jasa dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pada
sektor perusahaan, kegiatan ekonomi memiliki hubungan dengan rumah tangga yaitu
perusahaan menghasilkan produk-produk barupa barang dan jasa yang dikonsumsi
oleh masyarakat dan memberikan penghasilah dan keuntungan kepada rumah tangga
barupa gaji, deviden, sewa, upah, bunga. Sedangkan hubungan dengan Pemerintah,
perusahaan akan membayar pajak kepada pemerintah dan menjual produk dan jasa
kepada pemerintah. Sedangkan hubungan dengan Dunia Internasional, perusahaan
melakukan impor atas produk barang maupun jasa dari luar negri.
Pada
sektor pemerintah, kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan RumahTangga dimana
pemerintah menerima setoran pajak rumah tangga untuk kebutuhan operasional,
pembangunan. Dan untuk hubungan dengan Perusahaan, pemerintah mendapatkan
penerimaan pajak dari pengusaha dan
Pemerintah
membeli produk dari perusahaan berdasarkan dana anggaran belanja yang ada. Pada
sektor Dunia Internasional / Luar Negeri, dimana Hubungan dengan RumahTangga
adalah dunia internasional menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rumah
tangga. dan untuk Hubungan dengan Perusahaan, dunia internasional mengekspor
produknya kepada bisnis-bisnis perusahaan.
Negara
Indonesia yang sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa
tahun yang lalu. Dimana Tingginya tingkat krisis yang dialami negeri kita ini
diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas
inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak
modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi.
Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa
pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya. Kebijakan
moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah
mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam
mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah.
Pengaruh
krisis ekonomi pada kebijakan fiskal, dimana Berdasarkan AD/ART pemerintah
negara Indonesia, sebagaimana yang dipublikasikan oleh BI, untuk semester
pertama tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah terjadi defisit anggaran yang
disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembayaran bunga
hutang. Meski sebenarnya terjadi peningkatan penerimaan, namun ternyata
besarnya peningkatan penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding peningkatan
pengeluaran. Dominasi kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan
deregulasi sektor riil menyebabkan terjadinya kebijakan makro ekonomi yang
tidak seimbang.
Instrumen
kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan
erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku
akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum.
Tujuan kebijakan fiscal di Negara
berkembang adalah antara lain
Untuk meningkatkan laju Investasi
Untuk mendorong investasi optimal
secara social
Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi
di tengah ketidakstabilan internasional
Untuk menanggulangin inflasi
Untuk meningkatkan dan
mendistribusikan pendapatan nasional
H. Mekanisme Pasar di Negara Berkembang
Penerapan
prinsip mekanisme pasar secara global memunculkan dampak ketimpangan dalam
kehidupan masyarakat di Indonesia dan negara berkembang lainnya. Kondisi ini
diperparah oleh jargon-jargon paham liberal yang terorganisasi yang diusung
International Monitary Fund (IMF) dan World Bank. Jargon tersebut jelas sangat
memotivasi terjadinya ketimpangan sosial.
Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Mennakertrans) Erman Suparno mengungkapkan,
ketimpangan sosial tersebut bukan hanya terjadi di suatu bangsa yang
berkedaulatan dalam bingkai negara. Tetapi ketimpangan di bidang sosial,
ekonomi, dan aspek kehidupan lainnya terjadi antar-bangsa dan antar-negara.
"Ketimpangan sosial akibat penerapan mekanisme pasar global tersebut
memunculkan pula ketimpangan politik umat manusia. Khususnya antara negara maju
dan berkembang atau yang sedang berkembang," ujar Erman di Bandung,
kemarin, usai menghadiri wisuda di Lembaga Pendidikan dan Ketrampilan Ariyanti.
Di
Eropa Barat, Amerika Utara Asia Timur, Australia, dan Selandia Baru yang
dikenal sebagai negara maju, masyarakatnya lebih siap untuk menghadapi
penerapan mekanisme pasar global tersebut. Bahkan masyarakat di negara-negara
tersebut dapat menikmati manfaat dari proses globalisasi itu. Sebaliknya,
masyarakat di belahan Eropa Timur, Asia Selatan, dan sebagian Asia Tenggara
serta Afrika yang dikenal sebagai negara berkembang menanggung derita akibat
dari proses globalisasi itu.
Negara-negara
maju berhasil membangun kualitas
sumber daya manusia (SDM), karena dikategorikan sebagai investasi SDM (human
capital investment). Jelas ini pun sekaligus mencerminkan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk bisa mengelola sumber daya alam (SDA), sehingga
bisa memberikan kemakmuran terhadap masyarakat secara merata. Sebaliknya
negara-negara berkembang umumnya belum bisa meningkatkan kualitas SDM untuk
mengelola SDA. Ini berakibat pada kemakmuran masyarakat yang tidak merata.
Indonesia termasuk salah satunya. Maka dari itu, dalam lima tahun ke depan,
Indonesia harus mampu mengejar ketertinggalan dalam membangun SDM, sehingga
mampu mengelola SDA secara maksimal.
0 komentar:
Posting Komentar