Sistem Hukum Di Indonesia
DEFINISI HUKUM, BISNIS dan HUKUM BISNIS
Indonesia
sebagai negara berkembang pada dekade terakhir ini mengalami kemajuan yang
cukup pesat, walaupun kemajuan tersebut ditandai masa-masa cukup sulit karena
baru saja bangkit dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Secara umum kemajuan
yang dicapai oleh bangsa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan tidak diraih
begitu saja akan tetapi memerlukan kerja keras serta kerjasama segenap lapisan
masyarakat secara terus menerus serta berkesinambungan.
-
Definisi
Hukum
Hukum yang dipelajari sebagai suatu objek
kajian bukan sekedar kumpulan dari berbagai peraturan perundang-undangan tetapi
sebagai suatu “Structure ed whole” atau sistem.
Sebagai
suatu sistem hukum itu berarti merupakan tatanan, merupakan suatu kesatuan yang
utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan
erat satu sama lain. Dengan perkataan lain sistem hukum adalah suatu kesatuan
yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan
bekerjasama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut
diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum, asas
hukum, dan pengertian hukum.
Selanjutnya
Bruggink menjelaskan apa saja yang di dapat menjadi ciri-ciri dari suatu sistem
hukum adalah:
Suatu
sistem kesadaran hukum, yang bahwa setiap hukum juga mengandung aspek-aspek
irraional. Namun yang menjadi titik berat sekarang tidak pada segi itu. Karena
sistem hukum terjadi dengan membentuk suatu keseluruhan yang saling berkaitan,
maka aspek-aspek rasionalnya yang lebihmenonjol. Adalah tugas dari ilmu hukum
untk menata aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum sedemikian rupa
sehingga sebanyak mungkin menampilkan gambaran keseluruhan yang terata dalam
suatu ikhtisar, dan dalam hal ini maka pembentukan suatu sistem total sebagai
suatu yang ideal.
Menurut
pendapat Kees Schuit suatu sistem hukum terdiri dari tiga unsur yang memiliki
kemandirian tertentu (memiliki identitas denganbatas-batas yang relatif jelas)
yang saling berkaitan, dan masing-masing dapat dijabarkan lebih lanjut.
Unsur-unsur yang mewujudkan sistem hukum itu adalah:
1.
Unsur idiil, unsur ini
terbentuk oleh sistem makna dari hukum yang terdiri atas aturan-aturan,
kaidah-kaidah, dan asas-asas. Unsur inilah yang oleh para yuridis disebut
“sistem hukum” bagi sistem sosiolog hukum;
2.
Unsur operasional,
unsur ini terdiri atas keseluruhan organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga
yang didirikan dalam suatu sistem hukum. Yang termasuk kedalamnya adalah juga
pada pengemban jabatan, yang berfungsi dalam karangka suatu organisasi atau
lembaga.
3. Unsur
aktual, unsur ini adalah keseluruhan putusan-putusan dan perbuatan-perbuatan
konkrit yang berkaitan dengan sistem makna dari hukum, baik dari para pengemban
jabatan maupun dari para warga masyarakat, yang di dalamnya terdapat sistem
hukum itu.
-
Definisi
Bisnis
Bisnis
merupakan salah satu aktivitas usahayang utama dalam menunjang perkembangan
ekonomi. Kata “bisnis” diambil dari bahasa inggris “Bussiness” yang berarti kegiatan usaha. Bisnis merupakan kegiatan
perdagangan namun meliputi pula unsur-unsur yang luas, yaitu pekerjaan,
profesi, mata pencaharian, penghasilan, dan keuntungan.
Gambaran
mengenai kegiatan bisnis dalam definisi tersebut apabila diuraikan lebih lanjut
akan tampapk sebagai berikut:
1.
Bisnis merupapkan,
suatu kegiatanyang rutin dilakukan. Karena dikatakan sebagai suatu pekerjaan,
mata pencaharian, bahkan suatu porofesi;
2.
Bisnis merupakan,
suatu aktivitas dalam perdagangan;
3.
Bisnis dilakukan dalam
rangka memperoleh keuntungan;
4.
Bisnis dilakukan baik
oleh perorangna maupun perusahaan.
Pertumbuhan
ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai bentuk kerjasama
bisnis. Kerjasama bisnis yang terjadi sangat aneka ragam tergantung pada bidang
bisnis apa yang sedang dijalankan. Keanekaragaman kerjasama bisnis ini tentu
saja menghasilkan masalah tantangan baru, karena hukum harus siap untuk dapat
mengantisipasi perkembangna yang muncul.
-
Definisi
Hukum Bisnis
Hukum
diciptakan untuk menjamin keadilan dan kepastian, serta diharapkan dapat
berperan untuk menjamin ketentraman warga masyarakat dalam tujuan-tujuan
hidupnya. Salah satu aspek terpenting dalam upaya mempertahankan eksistensi
manusia dalam masyarakat adalah membangun sistem perekonomian yang dapat
mendukung upaya mewujudkan tujuan hidup itu.
Sistem
ekonomi yang sehat sering kali bergantung pada sistem perdagangan yang sehat,
sehingga masyarakat membutuhkanseperangkat aturan yang dengan pasti dapat
diberlakukan untuk menjamin terjadinya sistem perdagangan tersbut.
Aturan-aturan
hukum itu dibutuhkan karena;
a) Pihak-pihak
yang terlibat dalam persetujuan itu membutuhkan sesuatu yang lebih kuat
daripada sekedar janji serta itikad baik saja;
b) Adanya
kebutuhan untuk menciptakan upaya-upaya yang dapat digunakan seandainya salah
satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya tidak memenuhi janjinya.
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Prinsip
bahwa orang terikat pada persetujuan-persetujuan mengasumsikan adanya suatu
kebebasan tertentu didalam masyarakat untuk dapat terus serta di dalam
lalu-lintas yuridis dan hal ini
mengimplikasikan pula prinsip kebebasan berkontrak.
Bilamana
antara para pihak telah diadakan sebuah persetujuan maka diakui bahwa ada
kebebasan kehendak diantara para pihak tersebut. Bahkan di dalam kebebasan
kehendak ini diasumsikan adanya suatu kesetaraan ekonomis antara para pihak
sering tidak ada. Dan jika kesetaraan antara para pihak tidak ada, maka
nampaknya tidak ada kebebasan untuk mengadakan kontrak.
Pengertian
asas ini terlihat pada pasal 1338 ayat (1) KUHPerd, yang berbunyi:
“Semua
pesetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.”
Dari pengertian
pasal 1338 ayat (1) KUHPerd menunjukan bahwa, perjanjian yang disepakati oleh
kedua belah pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan mengikat bagi kedua belah
pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan.
Pengertian ini
di sebut Pactum Sunt Servanda,
kekuatan berlakunya bagi pihak-pihak adalah dengan beberapa batasan, yaitu;
1.
Tidak boleh
bertentangan dengan ketertiban umum.
Contoh:
Apabila
seserang (A) membuat perjanjian akan memberikan uang sebanyak Rp 500.000,-
kepada pihak lain (B), asal saja pihak kedua (B) bersedia untuk membuat
kegaduhan di kampung atau di jalan raya untuk mengganggu lalu lintas.
Sesuai
pasal 1335 KUHPerdata yang berbunyi: “Suatu
perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu
atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.”
2.
Tidak boleh
bertentangann dengan kesusilaan.
Contoh:
Apabila
A membuat perjanjian akan menjual barang kepada si B, asal saja B mau berbuat
asusiila seperti membuka baju di jalan maupun meninggalkan agama yang di
anutnya.
Sesuai
pasal 1337 KUHPerdata yang berbunyi: “suatu
sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan
dengan kesusilaan baik ketertiban umum.”
3.
Tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan Hukum Memaksa atau Hukum Keras,
Contoh:
Jual-beli
senjata api, membuat obat bius, menjual narkotika, perdagangan anak,dll.
2.
Asas Konsensualitas (Sepakat)
Maksudnya
bahwa dalam perjanjian yang dibuat adalah berdasarkan kesepakatan para
pihak-pihak tertentu/terkait. Secara tegas bahwa pihak-pihak telah menyetujui
adanya perjanjian itu dengan suatu konsensus, baik secara lisan atau kemudian
diikuti secara tertulis. Kalau para pihak telah saling mempercayai, maka
kinsensus itu cukup dengan lisan, tetapi untuk elbih memperkuat konsensus
(kesepakatan) itu dibuat secara tertulis ataupun dengan suatu akte. Apabila
kesepakatan itu dibuat dengan akte, dapat terjadi dengan akte dibawah tangan
ataupun dengan resmi (otentik).
Asas
konsensualitas menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat antara dua atau
lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu
atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut
telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnyamengikat dan
berlaku sebagaiperikatan bagi parapihak yang berjanjitidak memerlukan
formalitas. Walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitor (atau yang
berkewajiban untuk memenuhi prestasi) tertentu, maka diadakanlah bentuk-bentuk
formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu.
Pada
awalnya baik hukum Jerman maupun hukum Romawi tidak mengenal
persetujuan-persetujuan konsensual. Hukum Romawi berpegang teguh pada
persyaratan yang ketat bahwa persetujuan-persetujuan dengan beberapa
pengecualian yang harus dipenuhi. Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu dapat dipandang sebagai persetujuan yang telah diadakan. Adapun asas konsensual
ini secara prinsip terdapat pada pasal 1320 KUHPerd.
Bunyi
pasal 1320 KUHPerd: “Untuk sahnya persetujuan diperlukan 4 Syarat:
1. Kesepakatan
mereka yang mengikat diri;
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu
hal tertentu; dan
4. Suatu
sebab yang halal.”
1. Konsensus
atau Sepakat
Konsensus ini
dapat dilakukan dengan cara;
1. Mengucapkan
secara lisan, adalah mengatakan setuju sehingga terjadi perjanjian;
2. Dengan
isyarat, adalah dengan menganggukan kepala. Menyatakan menolak dengan cara
menggeleng, atau dengan isyarat ataupun dengan kode tangan; dan
3. Dengan
tertulis, adalah dapaat terjadi beberapa hal yang meliputi;
a. Ditulis
secara biasa;
b. Ditulis
dengan tanda-tangan sendiri, yang disebut dengan istilah akte dibawah tangan;
c. Ditulis
di depan para pejabat tertentu yang disebut dengan istilah akte resmi atau akte
otentik.
Contohnya: seperti jual-beli tanah,
dengan diaktekan secara resmi oleh Notaris.
2. Adanya
kecakapan atau cakap hukum.
Seseorang
dapat dikatakan cakap hukum apabila seseorang laki-laki atau wanita telah
berumur minimal 21 tahun, atau bagi seorang laki-laki apabila belum berumur 21
tahun tetapi telah melangsumgkan pernikahan. Sebagai lawan cakap hukum ialah
tidak cakap hukum dan hal ini diatur dalam 1330 KUHPerd. Bunyi pasal KUHPerd:
“Tidak cakap untuk membuat persetujuan adalah:
1. Orang-orang
yang belum dewasa;
2. Mereka
yang ditaruh dibawah pengampunan; dan
3. Orang
perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua
orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan tertentu.”
Dari pasal 1330
KUHPerd itu terdapat pengertian tidak cakap hukum dalam 3 hal, yaitu:
a.
Orang di bawah umur
adalah orang yang belum kawin dan belum berumur 21 tahun;
b.
Orang yang di bawah
pengampunan yaitu orang yang sudah dewasa atau telah berumur 21 tahun tetapi
tidak mampu karena:
·
Pemabuk
·
Gila
·
Pemboros
c.
Wanita yang sedang
mempunyai suami yang hilang kecakapannya, karena dia harus mendampingi suami.
Ketiga
hal ini, bila melakukan perjanjian tanpa izin dari yang mengawasinnya maka
dikatakan perjanjian itu tercatat. Oleh kerena itu, perjanjian itu dapat
dibatalkan oleh hakim, baik secara langsung maupun melalui orang yang
mengawasimya.
3. Hal
Tertentu
Sebagai syarat
ketiga sahnya perjanjian, ialah suatu hal tertentu. Hal tertentu ini menyangkut
objek hukum atau mengenai bendanya mengenai;
1.
Jenis barang;
2.
Kualitas dan mutu
barang;
3.
Buatan pabrik dan dari
negara mana;
4.
Buatan tahun berapa;
5.
Warna barang;
6.
Ciri khuhsus dari
barang tersebut;
7.
Jumlah barang; dan
8.
Uraian lebih lanjut
mengenai barang itu.
1. Asas Obligatoir (harus
dilaksanakan dnegan baik)
Pasal 1338 ayat
(3) kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Rumusan tersebut memberikan arti pada kita semua bahwa sebagai sesuatu yang disepakati
yang dan disetujui oleh para pihak, pelaksanaan prestasi dalam tiap-tiap
perjanjian harus dihormati sepenuhnya, seuai dengan kehendak para pihak pada
saat perjanjian tertutup.
0 komentar:
Posting Komentar