Pajak Penghasilan pasal 21
BAB
5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
1.Dasar
Hukum Perhitungan PPh Pasal 21
Dasar hukum
perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan ini terdapat pada UU No. 36 Tahun
2008 Pasal 21 (PPh Pasal 21) dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.
PER-16/PJ/2016 yang mengatur tarif terbaru Penghasilan Tidak Kena Pajak 2016
(PTKP terbaru).
2.
Cara Perhitungan PPh 21
: Komponen-komponen Perhitungan PPh Pasal 21
Untuk memahami detail
perhitungan PPh Pasal 21, Anda bisa mempelajari komponen-komponen dan konsep
dasar cara perhitungan PPh 21 di bawah ini. Komponen-komponen tersebut terbagi
dalam 3 bagian besar yaitu:
3.Penghasilan
Bruto (Penghasilan Kotor) PPh Pasal 21
Penghasilan bruto atau
penghasilan kotor adalah jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal
21. Unsur-unsur penambah penghasilan yang termasuk dalam penghasilan bruto,
adalah:
4.Penghasilan
Rutin
Cara perhitungan PPh
21 2016 tidak akan terlepas dari penghasilan rutin wajib pajak orang pribadi,
yakni upah atau gaji yang diterima secara teratur dalam jangka waktu tertentu,
seperti:
5.Gaji
Pokok
Gaji pokok adalah gaji
dasar yang ditetapkan untuk melaksanakan satu jabatan atau pekerjaan tertentu
pada golongan pangkat dan waktu tertentu.
6.Tunjangan
Tunjangan adalah
penghasilan tambahan di luar gaji pokok yang berkaitan dalam pelaksanaan tugas
dan sebagai insentif. Misalnya adalah tunjangan jabatan, tunjangan
transportasi, tunjangan makan, dll.
7.Penghasilan
Tidak Rutin
Penghasilan tidak
rutin adalah upah atau gaji yang diterima secara tidak teratur oleh seorang
pegawai atau penerima penghasilan lainnya, seperti:
8.Bonus
Bonus adalah tambahan
penghasilan di luar gaji kepada pegawai atau dividen tambahan kepada pemegang
saham.
9.Tunjangan
Hari Raya Keagamaan ( THR )
THR adalah pendapatan
non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh yang telah
mempunyai masa kerja 1 bulan dengan perhitungan proporsional dan dibayarkan
menjelang hari raya keagamaan.
10.Upah
Lembur
Upah lembur adalah
tambahan upah yang dibayarkan perusahaan karena pekerja melakukan perpanjangan
jam kerja dari jam kerja normal yang telah ditentukan.
11.Iuran
BPJS atau premi asuransi pegawai yang dibayarkan perusahaan
BPJS adalah program
jaminan sosial yang diselenggarakan lembaga nirlaba, Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). Setiap warga negara Indonesia dan asing yang telah
tinggal di Indonesia selama lebih dari 6 bulan wajib menjadi anggota BPJS.
Iuran BPJS ini dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja dengan persentase
iuran dari gaji atau upah (tidak dijelaskan dalam peraturan bahwa apakah gaji
ini merupakan gaji pokok, gaji bruto, gaji bersih, dsb) yang telah ditentukan
dalam Peraturan Pemerintah. Iuran BPJS yang termasuk dalam komponen cara
perhitungan PPh 21 ini terdiri dari:
12.Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK)
Jaminan Kecelakaan
Kerja adalah kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan saat mulai berangkat kerja sampai tiba kembali di rumah atau
menderita penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Iuran JKK dibayar
sepenuhnya oleh perusahaan. Besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha dan
risiko:
Kelompok I : premi
sebesar 0,24% x upah kerja sebulan.
Kelompok II : premi
sebesar 0,54% x upah kerja sebulan.
Kelompok III : premi
sebesar 0,89% x upah kerja sebulan.
Kelompok IV : premi
sebesar 1,27% x upah kerja sebulan.
Kelompok V : premi
sebesar 1,74% x upah kerja sebulan.
13.Jaminan
Kematian (JK)
Jaminan Kematian
diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program BPJS Ketenagakerjaan yang
meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Pengusaha wajib menanggung iuran
program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dari gaji atau upah.
14.Jaminan
Kesehatan (JKes / BPJS Kesehatan) berlaku sejak Juli 2015
Jaminan Kesehatan
adalah program BPJS Kesehatan yang diikuti wajib pajak. Sejak 1 Juli 2015,
tarif iuran Jaminan Kesehatan adalah 5% dari gaji per bulan yaitu sebanyak 4%
dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh pegawai.
Gaji atau upah yang
digunakan sebagai dasar perhitungan iuran Jaminan Kesehatan terdiri dari gaji
atau upah pokok dan tunjangan tetap. Batas paling tinggi gaji atau upah per
bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran adalah 2 kali PTKP dengan
status kawin dengan 1 anak. Untuk keluarga lainnya, yaitu terdiri dari anak
keempat dan seterusnya, orang tua dan mertua, besarnya iuran adalah 1% per
orang dari gaji/upah.
15.Tunjangan
PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan, jika ada)
Bagi pemberi kerja
yang memberikan tunjangan PPh 21 kepada pegawainya, dalam hal ini bisa
tunjangan PPh 21 penuh atau sebagian maka jumlah tunjangan PPh 21 ini merupakan
komponen penambah penghasilan bruto. Sedangkan metode perhitungan gaji bagi
pegawai yang menerima tunjangan PPh 21 adalah metode gaji bersih atau gross-up.
16.Tunjangan
BPJS (yang dibayarkan perusahaan, jika ada)
Bagi pemberi kerja
yang memberikan tunjangan BPJS (JKK, JK, JP, JKes) secara penuh dengan metode
perhitungan gaji bersih atau gross up, maka tunjangan ini dijadikan komponen
penambah penghasilan bruto.
17.Pengurang
Penghasilan Bruto
Pengurang penghasilan
bruto adalah biaya-biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto atau kotor.
Termasuk di dalamnya adalah:
18.Biaya
Jabatan
Biaya jabatan adalah
biaya yang diasumsikan petugas perpajakan bahwa sebagai pegawai pasti memiliki
pengeluaran (biaya) selama setahun yang berhubungan dengan pekerjaannya. Karena
itu ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 bahwa
biaya jabatan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto setahun dan
setinggi-tingginya Rp 500.000,- sebulan atau Rp 6 juta setahun. Dari staf biasa
sampai direktur berhak mendapatkan pengurang penghasilan bruto ini.
19.Biaya
Pensiun
Biaya pensiun adalah
pengurang penghasilan bruto dalam menghitung PPh Pasal 21 yang terutang dan
harus dipotong atas penghasilan yang diterima oleh penerima pensiun secara
bulanan. Besarnya biaya pensiun yang ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak No. PER-16/PJ/2016 adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto dan
setinggi-tingginya Rp 200.000,- per bulan atau Rp 2.400.000,- per tahun.
20.Iuran
BPJS yang Dibayarkan Karyawan
Dalam hal iuran BPJS yang
persentasenya dibayarkan karyawan, maka komponen dimasukkan sebagai pengurang
penghasilan bruto. Iuran BPJS yang termasuk sebagai pengurang penghasilan bruto
tersebut adalah:
21.Jaminan
Hari Tua (JHT)
Program Jaminan Hari
Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena
meninggal, cacat atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari
tua. Jumlah iuran program jaminan hari tua yang ditanggung perusahaan adalah
3,7%, sedangkan yang ditanggung tenaga kerja adalah 2%. Premi JHT yang
diberikan pemberi kerja tidak dimasukkan sebagai komponen penambah penghasilan.
Pengenaan pajaknya akan dilakukan pada saat karyawan menerima JHT. Sedangkan
premi JHT yang dibayar sendiri oleh karyawan merupakan pengurang penghasilan
bruto.
22.Jaminan
Pensiun (JP)
Jaminan pensiun adalah
jaminan sosial yang bertujuan memberikan derajat kehidupan yang layak bagi
pesertanya dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta
memasuki usia pensiun, cacat total atau meninggal dunia. Jaminan Pensiun (JP)
ini berlaku sejak Juli 2015. Iuran program JP adalah 3%, yang terdiri atas 2%
iuran pemberi kerja dan 1% iuran pekerja.
23.Jaminan
Kesehatan (JKes)
Sejak 1 Juli 2015,
tarif iuran Jaminan Kesehatan yang dibayarkan oleh pegawai adalah 1%.
PTKP (Penghasilan
Tidak Kena Pajak)
Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) yang merupakan komponen penting cara perhitungan PPh 21 2018
adalah jumlah nilai penghasilan bruto bagi wajib pajak yang tidak dikenakan
pajak. Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 dan
PMK No. 101/PMK.010/2016 adalah:
Rp 54.000.000 per
tahun atau Rp 4.500.000 per bulan untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
Rp 4.500.000,- per
tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp 54.000.000 per
tahun atau Rp 375.000 per bulan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami
Rp 4.500.000 per tahun
atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
pph 21
Berikut ini testimoni
lengkap pengguna aplikasi PPh 21 OnlinePajak
3. Tarif PPh 21
Tarif PPh 21 merupakan
tarif pajak yang dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi dengan jumlah
penghasilan tertentu. Tarif ini merupakan salah satu komponen penting dalam
cara perhitungan PPh 21 2018 dan ditentukan berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf
a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, tarif PPh 21
ini.Tarif PPh 21 berikut ini berlaku pada Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP):
WP dengan penghasilan
tahunan sampai dengan Rp 50.000.000,- adalah 5%
WP dengan penghasilan
tahunan di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- adalah 15%
WP dengan penghasilan
tahunan di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- adalah 25%
WP dengan penghasilan
tahunan di atas Rp 500.000.000,- adalah 30%
Untuk Wajib Pajak yang
tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki
NPWP.
pajak penghasilan
A.Metode Perhitungan
Gaji Karyawan
Walaupun perhitungan
PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun pada praktiknya, setiap perusahaan memiliki
metode perhitungan PPh 21 sendiri yang disesuaikan dengan tunjangan pajak atau
gaji bersih yang diterima karyawannya. Ada 3 metode perhitungan pph 21 2018
yang paling umum, yaitu:
B.Metode Gross (Gaji
Kotor Tanpa Tunjangan Pajak)
Metode gross ini
diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang menanggung PPh Pasal 21
terutangnya sendiri. Ini berarti gaji bruto atau kotor pegawai tersebut belum
dipotong PPh Pasal 21.
Misalnya Ardi, seorang
laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji sebulan sebesar Rp 10.000.000,-, maka:
Gaji pokok : Rp
10.000.000,-
PPh 21 (yang
ditanggung sendiri) : Rp 220.883,-
Gaji bersih (take home
pay) : Rp 9.779.167,-
Metode Gross-Up (Gaji
Bersih dengan Tunjangan Pajak)
Metode gross-up ini
diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang diberikan tunjangan
pajak (gajinya dinaikkan terlebih dahulu) sebesar pajak yang dipotong.
Misalnya Ardi, seorang
laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji sebulan sebesar Rp 10.000.000,-, maka:
Gaji pokok : Rp
10.000.000,-
Tunjangan pajak (dari
perusahaan) : Rp 259.796,-
Total gaji bruto :
10.259.796,-
Nilai PPh 21 (yang
dibayarkan perusahaan) : Rp 259.796,-
Gaji bersih (take home
pay) : Rp 10.000.000,-
Metode Net (Gaji
Bersih dengan Pajak Ditanggung Perusahaan)
Metode net ini
diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang mendapatkan gaji bersih
dengan pajak yang ditanggung perusahaan.
Misalnya jika Ardi,
seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji sebulan sebesar Rp 10.000.000,-,
maka:
Gaji pokok : Rp
10.000.000,-
Total gaji bruto : Rp
10.000.000,-
Pajak yang ditanggung
perusahaan : Rp 220.883,-
Nilai PPh 21 (yang
dibayarkan perusahaan) : Rp 220.883,-
Gaji bersih (take home
pay) : Rp 10.000.000,-
PERHITUNGAN
PPH PASAL 21
Penghasilan bruto
(kotor).
Termasuk dalam
penambah penghasilan bruto adalah penghasilan teratur (gaji pokok, tunjangan
tetap), penghasilan tidak teratur (bonus, THR), BPJS yang ditanggung
perusahaan, tunjangan PPh 21 yang ditanggung perusahaan.
Pengurang penghasilan
bruto.
Termasuk dalam
pengurang penghasilan bruto adalah biaya jabatan, biaya pensiun, iuran BPJS
yang dibayarkan karyawan (Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, Jaminan
Kesehatan).
PTKP (Penghasilan
Tidak Kena Pajak).
Setiap wajib pajak
memiliki jatah penghasilan tidak kena pajak yang dihitung berdasarkan status
pernikahan dan jumlah tanggungannya. Pemerintah belum lama ini telah
memperbarui tarif PTKP melalui peraturan Direktur Jenderal Pajak No.
PER-16/PJ/2016. PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Untuk menentukan
berapa besarnya penghasilan neto pegawai tetap, maka penghasilan
bruto dikurangi:
1. Biaya Jabatan, yang
besarnya 5% dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum
yang diperkenankan
Rp6.000.000 setahun atau Rp500.000 sebulan
2. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar
oleh pegawai kepada badan dana pensiun
yang pendiriannya
telah disahkan menteri keuangan dan badan penyelenggara
Tabungan Hari Tua
(THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT) yang dipersamakan dengan
dana pensiun.
Contoh Kasus 1:
Perhitungan PPh Pasal
21 untuk pegawai tetap yang memperoleh gaji bulanan
Bento adalah seorang
pegawai di perusahaan PT. Asek, berstatus menikah dan belum
memiliki anak. Ia
memperoleh gaji sebulan Rp3.000.000, tunjangan transport
Rp500.000, dan
tunjangan makan Rp750.000. PT. Asek mengikuti program jamsostek
dimana premi jaminan
kecelakaan kerja dan premi jaminan kematian dibayar oleh
pemberi kerja dengan
jumlah masing-masing 0,5% dan 0,4% dari gajidan juga setiap
bulannya menanggung
iuran pensiun untuk Bento sebesar Rp100.000, serta iuran
jaminan hari tua
sebesar 3,7% dari gaji. Setiap bulan Bento membayar iuran Jaminan
Hari Tua sebesar 2%
dari gajinya dan iuran pensiun sebesar Rp50.000. Berapakah
besarnya PPh Pasal 21
yang terutang atas penghasilan Bento di tahun 2016 tiap
bulannya?
Perhitungan PPh Pasal
21 yang Terhutang:
Penghasilan gaji
sebulan
Rp
3.000.000
Tunjangan makan
Rp 750.000
Tunjangan
transport Rp 500.000
Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja
Rp 15.000
Premi Jaminan
Kematian Rp 12.000
Total Penghasilan
Bruto
Rp 4.277.000
Pengurang :
Biaya Jabatan
(5% x Rp 4.277.000)
(maksimal
diperkenankan)
Rp 500.000
Iuran JHT
Rp 60.000
Iuran Pensiun
Rp 50.000
Jumlah pengurang
Rp 610.000
Penghasilan neto
sebulan Rp 3.617.000
Penghasilan neto
setahun
Rp43.404.000
PTKP (K/0)
Wajib Pajak = Rp 36.000.000
Status Kawin = Rp 3.000.000
Jumlah
pengurangan
Rp39.000.000
Penghasilan Kena
Pajak
Rp 4.404.800
PPH Pasal 21 terutang
PPh Pasal 21 setahun :
5 % x Rp 4.404.800 = Rp 220.200
PPh Pasal 21 sebulan :
Rp 220.200 / 12 = Rp 18.350
Catatan:
Untuk kasus seorang
karyawan Indonesia (WPDN) yang memiliki kewajibansubjektifnya sejak awal tahun,
tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada pertengahan
tahun atau dalam tahun
berjalan maka perhitungan PPh pasal 21 atas penghasilannya
tidak perlu
disetahunkan, hanya dikalikan dengan banyaknya bulan bekerja dari
karyawan yang
bersangkutan.
Sementara untuk
karyawan asing (WPLN) yang memiliki kewajiban subjektifnya sejak
awal tahun, tetapi
baru mulai atau berhenti bekerja pada pertengahan tahun atau dalam
tahun berjalan maka
atas penghasilannya tersebut harus disetahunkan terlebih
dahulu. Untuk lebih
jelasnya lihat contoh berikut:
Catatan:
Untuk kasus seorang
karyawan Indonesia (WPDN) yang memiliki kewajiban
subjektifnya sejak
awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada pertengahan
tahun atau dalam tahun
berjalan maka perhitungan PPh pasal 21 atas penghasilannya
tidak perlu
disetahunkan, hanya dikalikan dengan banyaknya bulan bekerja dari
karyawan yang
bersangkutan.
Sementara untuk
karyawan asing (WPLN) yang memiliki kewajiban subjektifnya sejak
awal tahun, tetapi
baru mulai atau berhenti bekerja pada pertengahan tahun atau dalam
tahun berjalan maka
atas penghasilannya tersebut harus disetahunkan terlebih
dahulu. Untuk lebih
jelasnya lihat contoh berikut:
Contoh kasus 2:
Perhitungan PPh Pasal
21 untuk pegawai tetap yang mulai / berhenti pada
pertengahan tahun
Tn. Prabowo (K/2)
bekerja pada PT Takmaurugi pada bulan April 2016. PT Takmaurugi
setiap bulannya
membayar gaji untuk Tn. Prabowo sebesar Rp4.000.000, tunjangan
transport dan
tunjangan makan masing-masing Rp350.000 dan Rp1.750.000. Premi
asuransi kecelakaan
kerja dan premi asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja
masing-masing sebesar
Rp55.000 dan Rp35.000. Setiap bulan Tn. Prabowo membayar
iuran THT sebesar
Rp200.000 dan iuran pensiun sebesar Rp225.000. Berapakah
besarnya PPh Pasal 21
yang terutang atas penghasilan Tn. Prabowo setiap bulannya?
Perhitungan PPh Pasal
21 yang Terhutang:
Penghasilan gaji
sebulan
Rp 4.000.000
Tunjangan makan
Rp 1.750.000
Tunjangan
transport
Rp 350.000
Premi asuransi
kecelakaan kerja
Rp 55.000
Premi asuransi
kematian Rp 35.000
Total Penghasilan
Bruto
Rp 6.190.000
Pengurang :
Biaya jabatan
(5% x Rp 6.190.000)
(maksimal
diperkenankan)
Rp 500.000
Iuran THT
Rp 200.000
Iuran pensiun
Rp 225.000
Jumlah pengurang
Rp 925.000
Penghasilan neto
sebulan Rp
5.265.000
Penghasilan neto
setahun 9 x Rp 5.265.500
Rp47.385.000
PTKP (K/2)
• Wajib Pajak = Rp
36.000.000
•Status Kawin = Rp 3.000.000
• Tanggungan 2 = Rp
6.000.000
Jumlah PTKP
Rp 45.000.000
Penghasilan Kena
Pajak Rp 2.385.000
PPh Pasal 21 selama 9
bulan : 5 % x Rp 2.385.000 = Rp 119.250
PPh Pasal 21 sebulan :
Rp 119.250 / 9 = Rp 13.250
Contoh Kasus 3:
Perhitungan PPh Pasal
21 atas pegawai yang memperoleh Gaji dan Bonus
Bapak Rayhan
(K/3)memperoleh gaji sebulan sebesar Rp5.000.000 dan mendapat
tunjangan jabatan
serta tunjangan keluarga masing-masing Rp500.000. Premi asuransi
kecelakaan kerja dan
premi asuransi kematian dibayarkan oleh pemberi kerja masingmasing
Rp350.000 dan
Rp250.000. Setiap bulan Bapak Rayhan harus membayar iuran
THT dan iuran pensiun
masing-masing sebesar Rp30.000 dan Rp50.000. Pada bulan Juli
ia mendapat bonus
sebesar Rp10.000.000. Berapa besarnya pajak yang terutang atas gaji
dan bonus yang
diterima Bapak Rayhan? (Diasumsikan Bapak Rayhan adalah seorang
pegawai tetap)
a. Perhitungan PPh
Pasal 21 atas Gaji dan Bonus
Penghasilan gaji
sebulan
Rp
5.000.000
Tunjangan Jabatan
Rp 500.000
Tunjangan
Keluarga
Rp 500.000
Premi asuransi
Kecelakaan Kerja
Rp 350.000
Premi Asuransi
Kematian Rp 250.000 +
Penghasilan Bruto
Sebulan
Rp 6.600.000
Penghasilan Bruto
Setahun Rp
79.200.000
Bonus
Rp 10.000.000 +
Penghasilan Bruto Gaji
dan Bonus
Rp 89.200.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 89.200.000)
(maksimal
diperkenankan)
Rp 6.000.000
Iuran THT (12 x
25.000) Rp 360.000
Iuran Pensiun (12 x
50.000)
Rp 600.000 +
Jumlah pengurang
Rp 6.960.000 -
Penghasilan neto
setahun
Rp 82.240.000
PTKP (K/3)
Wajib Pajak = Rp 36.000.000
Status Kawin = Rp
3.000.000
Tanggungan 3 =
Rp 9.000.000 +
Jumlah PTKP
Rp 48.000.000 -
Penghasilan Kena
Pajak
Rp
34.240.000
PPh Pasal 21 yang
terutang atas Gaji dan Bonus :
5 % x Rp 34.240.000=
Rp 1.714.000
b. Perhitungan PPh
Pasal 21 atas Gaji :
Penghasilan gaji
sebulan
Rp
5.000.000
Tunjangan Jabatan
Rp 500.000
Tunjangan
Keluarga
Rp 500.000
Premi asuransi
Kecelakaan Kerja
Rp 350.000
Premi Asuransi
Kematian
Rp 250.000 +
Penghasilan Bruto
Sebulan
Rp 6.600.000
Penghasilan Bruto
Setahun
Rp
79.200.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp
79.200.000) Rp
3.960.000
Iuran THT (12 x
30.000) Rp
360.000
Iuran Pensiun (12 x
50.000)
Rp 600.000 +
Jumlah pengurang
Rp 4.920.000 -
Penghasilan neto
setahun
Rp
74.280.000
PTKP (K/3)
Rp 48.000.000 -
Penghasilan Kena
Pajak Rp
26.280.000
PPh Pasal 21 yang
terutang atas Gaji:
5 % x 26.280.000 = Rp
1.314.000
c. Perhitungan PPh
Pasal 21 atas Bonus :
PPh Pasal 21 atas Gaji
dan Bonus Rp 1.714.000
PPh Pasal 21 atas
Gaji
Rp 1.314.000 -
PPh Pasal 21 atas
Bonus
Rp 400.000
0 komentar:
Posting Komentar