RAGAM BAHASA INDONESIA
PERTEMUAN
4
BAB
4
“RAGAM
BAHASA INDONESIA”
A.
Pengertian
Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang
yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa
yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise
tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah
(karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam
surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam
bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa
Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan
tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam
pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi,
seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa
baku.
B.
Macam-macam
Ragam Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia mengenal empat ragam bahasa ,yaitu ragam bahasa hukum
(undang-undang), ragam bahasa ilmiah,ragam bahasa jurnalistik, dan ragam bahasa
sastra (Doyin 2002:6). Keempat ragam tersebut diuraikan berikut:
1.
Ragam
Undang- Undang
Ragam
undang- undang disebut juga ragam hukum, yaitu bahasa Indonesia yang digunakan
pada kalangan hukum atau pada undang- undang(Warigan dan Doyin 2005:4). Ragam
hukum mempunyai ciri khusus pada pemakaian istilah dan komposisinya. hukum ini
biasa dipakai dalam undang – undang, peraturan – peraturan, atau pada hal-hal
yang berkaitan dengan hukum. Dalam kehidupan sehari- hari ragam ini jarang
sekali digunakan. Kekhususan-kekhususan
tersebut dapat dilihat, misalnya, pada surat keputusan. konsideran dalam surat
keputusan, dari menimbang, mengingat, memutuskan,sampai menetapkan susunannya
selalu tetap, tidak boleh diubah dan tidak boleh ditambah atau dikurangi. Dalam
lapangan kepolisian kita juga mengenal sebutan- sebutan khusus yang tidak lazim
digunakan dalam bahasa sehari – hari, misalnya dirumahkan, dibunuh dengan
senjata tajam, kemasukan benda tumpul, dan sebagainya.
2.
Ragam
Jurnalistik
Ragam
jurnalistik adalah ragam bahasa yang dipakai dalam dunia jurnalistik. Karena
fungsi media massa sebagai media informasi, kontrol sosial, alat pendidikan ,
dan alat penghibur, maka ragam bahasa jurnalistik setidaknya harus mempunyai
ciri komunikatif , sederhana, dinamis, dan demokratis(lihat juga Siregar
1987:122).
Ciri
komunikatif berarti mudah dipahami dan tidak menimbulkan salah tafsir kalau
dibaca. Ciri ini merupakan ciri utama bahasa jurnalistik karena fungsi utama
media massa memang memberikan informasi. Dikatakan ciri utama karena ciri –ciri
yang lain harus mengacu pada ciri komunikatif. Bahasa jurnalistik harus
bersifat sederhana, dinamis, dan demokratis. Namun kesederhanaan , kedinamisan,
dan kedemokratisan ini harus mendukung komunikatif. Seandainya kita memakai
bahasa yang sederhana dan demokratis ,misalnya, namun bahasa tersebut tidak
komunikatif, maka dalam prinsip jurnalistik penggunaan bahasa yang demikian
harus dihindarkan. Bahkan kadang- kadang untuk mewujudkan ciri komunikatif ini
bahasa jurnalistik tidak menaati kaidah bahasa Indonesia yang benar. Sepanjang
penyimpangan itu ditunjukan untuk lebih komunikatif, maka penyimpangan tersebut
diperbolehkan. Misalnya penggunaan kata- kata atau istilah-istilah daerah.
Dalam kasus-kasus tertentu kata – kata daerah akan lebih komunikatif untuk
daerah tertentu tersebut dibandingkan dengan kata-kata bahasa Indonesia. Dalam
kondisi demikian penyimpangan dari kaidah bahasa Indonesia diperbolehkan.
Ciri
sederhana berarti tidak menggunakan kata –kata yang bersifat teknis dan tidak
menggunakan kalimat yang berbelit- belit atau berbunga-bunga. Apabila memang
diperlukan , kata- kata teknis harus diikuti penjelasan maknanya. Hal ini harus
dilakukan agar pembaca dapat memahami kata-kata tersebut. Dalam bahasa
sehari-hari sederhana sama artinya dengan prinsip singkat dan padat.
Ciri
dinamis berarti bahasa jurnalistik harus menggunakan kata-kata yang hidup di
tengah-tengah masyarakat. Kata-kata yang tidak lazim kata-kata yang sangat
asing seyogyanya tidak dipergunakan. Sebagai contoh sederhana jika kata efektif
dan efesien sudah diterima masyarakat , kita tidak perlu memaksakan menggunakan
kata sangkil dan mangkus untuk menggunakannya. Kalimat yang dinamis dalam
bahasa jurnalistik adalah kalimat- kalimat yang mampu memberikan semangat dan
sesuai dengan situasi masyarakat pembacanya.
Ciri
demokratis berarti mengikuti konsesus umum dan tidak menghidupkan kembali
feodalisme . kata bujang , misalnya, dalam bahasa Indonesia mempunyai makna
seorang laki – laki yang belum menikah. Selain kata bujang, untuk hal yang sama
kita juga memiliki kata lajang. Kata lajang dalam hal ini lebih demokratis
daripada kata bujang , karena di daerah Sumatra utara kata bujang berarti
pembantu. Hal ini berarti makna kata bujang yang berarti laki – laki yang belum
menikah tidak berlaku secara umum untuk seluruh masyarakat Indonesia. Penggunaan
kata – kata yang masih feodal dalam bahan jurnalistik juga dikatakan tidak
demokratis. Penyebutan Yang Mulia , kami haturkan , dan sebagainya merupakan
wujud kata – kata feodal. Dalam tradisi jurnalistik kita sekarang kata Anda
yang merupakan cerminan kata yang demokratis. Kata Anda berlaku untuk siapa
saja tanpa membedakan pangkat dan derajat. Kita bisa memakai kata Anda untuk
seorang presiden, kita juga bisa menggunakannya untuk seorang pengemis. Pendek
kata, prinsip efektif dan efesien adalah prinsip utama yang ada dalam bahasa
jurnalistik . simpulan ini juga tidak jauh berbeda dengan pendapat Rosihan
Anwar ( dalam Semi 1995:113). Rosihan Anwar pernah mengatakan bahwa ciri khas
bahasa jurnalistik adalah singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, dan menarik.
Meskipun demikian prinsip-prinsip umum bahasa Indonesia, yang didalamnya
termasuk diksi dan ejaan, tetap diperhatikan.
3.
Ragam Ilmiah
Ragam
ilmiah adalah ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya
ilmiah. Ragam inilah yang disebut ragam baku. Ragam ini ditandai dengan adanya
ketentuan – ketentuan baku , seperti aturan ejaan, kalimat, atau penggunaannya.
Dalam bahasa Indonesia kebakuan bahasa dibarometeri oleh Ejaan Yang
Disempurnakan(EYD), Tata Bentukan Istilah, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Penjelasan lebih lanjut masalah ragam ilmiah
disampaikan pada subbab bahasa dalam karya ilmiah.
Bahasa
Indonesia ragam ilmiah menurut Moeliono (1989:73-74) memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Bersifat
formal obyektif
b. Lazimnya
menggunakan sudut pandang orang ketiga dengan ragam kalimat pasif
c. Menggunakan
titik pandang gramatik yang bersifat konsisten.
d. Menggunakan
istilah khusus dalam bidang keilmuan yang sesuai.
e. Tingkat
formalitas ragam bahasa bersifat resmi.
f. Bentuk
wacana yang digunakan adalah ekspoitoris/eksposisi, bukan argumentasi, narasi
atau deskripsi.
g. Gagasan
diungkapkan dengan lengkap,jelas ,ringkas dan tepat.
h. Menghindari
ungkapan yang bersifat ekstrem dan emosional.
i. Menghindari
kata-kata yang mubazir.
j. Bersifat
moderat.
k. Digunakan
sebagai alat komunikasi dengan pikiran dan bukan dengan perasaan.
l. Ukuran
panjang kalimat sedang.
m. Penggunaan
majas sangat dibatasi.
n. Lazim
dilengkapi dengan gambar, diagram, peta, daftar, dan lambang.
o. Menggunakan
lambang mekanis secara tepat, seperti ejaan, lambang, singkatan, dan rujukan.
Berkaitan dengan ragam
bahasa ilmiah, Suparno (1984:1-14) mengemukakan tujuh ciri bahasa Indonesia
ragam ilmiah, yakni : (1) bernalar (2) lugas dan jelas, berpangkal tolak pada
gagasan dan bukan pada penulis (3) formal dan objektif (4) ringkas dan padat
(5) konsisten (6) menggunakan istilah teknis.
Sebagai bahan perbandingan,
perlu pula diperhatikan ciri ragam bahasa ilmiah yang dikemukakan oleh Ramlan
dkk. (1990:9-10) yakni :
a. Baku.
b. Menggunakan
istilah teknis.
c. Lebih
berkomunikasi menggunakan pikiran daripada perasaan.
d. Padu dalam
hubungan gramatikal.
e. Logis dalam
hubungan semantik.
f. Mengutamakan
menggunakan kalimat pasif untuk mengutamakan peristiwa daripada kalimat aktif
yang mengutamakan pelaku.
g. Konsisten
dalam banyak hal(penggunaan istilah,tanda baca, dan kata ganti).
4.
Ragam Sastra
Ragam sastra adalah bahasa yang
digunakan dalam penulisan karya sastra. Ragam sastra mempunyai ciri khusus
dengan adanya licencia poetica,yakni kebebasan menggunakan bahasa untuk
mencapai keindahan . oleh karena itu secara umum bahasa sastra selalu disebut
bahasa yang indah . prinsip licencia poetica adalah memperbolehkan pemakai
bahasa menyimpang atau menyalahi kaidah bahasa demi keindahan karyanya. Dalam
penggunaan licentia poetica ini, misalnya, penulis boleh menggunakan kalimat
yang tidak lengkap, kata – kata yang tidak baku, bahasa daerah, membalik
susunan kata atau struktur kalimat, dan sebagainnya.
C.
Ragam Bahasa
Indonesia berdasarkan Media
Ragam
Bahasa Indonesia berdasarkan media terdiri dari ragam lisan dan ragam
tulis.
1.
Ragam Lisan
Ragam bahasa
baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi
pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun
demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan
unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat
tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi
pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan
secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi
formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam
situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam
bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut
sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu,
bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis,
walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat
dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis
dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda. Ciri-ciri ragam lisan :
a.
Memerlukan orang kedua/teman bicara;
b.
Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;
c.
Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta
bahasa tubuh.
d.
Berlangsung cepat;
e.
Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
f.
Kesalahan dapat langsung dikoreksi;
g.
Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
2.
Ragam Tulis
Dalam penggunaan ragam bahasa baku
tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian,
sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang
oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur
kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan
kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan,
struktur bentuk kata dan struktur kalimat,serta kelengkapan unsur-unsur bahasa
di dalam struktur kalimat. Ciri-ciri ragam
tulis :
a. Tidak
memerlukan orang kedua/teman bicara;
b. Tidak tergantung kondisi, situasi
& ruang serta waktu;
c. Harus
memperhatikan unsur gramatikal;
d. Berlangsung lambat;
e. Selalu memakai alat bantu;
f. Kesalahan tidak dapat langsung
dikoreksi;
g. Tidak dapat dibantu dengan gerak
tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda baca.
D. Ragam Bahasa
Indonesia berdasarkan Pandang
Penutur
Ragam
Bahasa Indonesia berdasarkan pandang penutur terdiri dari ragam daerah, ragam
pendidikan penutur, dan ragam sikap penutur.
1.
Ragam Bahasa
Berdasarkan Daerah (logat/diolek)
Luasnya
pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia
yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa
Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli.
Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa
Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan “b” pada posisi awal saat
melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dan lain-lain.
Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata
ithu, kitha, canthik, dll.
2. Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur
Bahasa
Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda
dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal
dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas.
Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek,
pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata
bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu
bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya
dipakai.
3. Ragam Bahasa berdasarkan Sikap Penutur
Ragam bahasa
dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau
sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi,
akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau
penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa
seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak
antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam
bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan
makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat
kebakuan bahasa yang digunakan. Bahasa baku dipakai dalam :
a.
Pembicaraan di muka umum, misalnya
pidato kenegaraan, seminar, rapat, dinas
memberikan kuliah/pelajaran.
b.
Pembicaraan dengan orang yang
dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.
c.
Komunikasi resmi, misalnya surat
dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
d.
Wacana teknis, misalnya laporan
penelitian, makalah, tesis, disertasi.
E. Ragam Bahasa Indonesia menurut Pokok Pesoalan atau Bidang Pemakaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak
pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang
berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa
yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan
dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam
lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan
ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan
menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah
laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan
atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam
bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang
digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam
bidang kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam
lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan
yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat
dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran
atau majalah dan lain-lain.
F. Ragam Bahasa Baku dan Tidak Baku
Bahasa ragam baku memiliki sifat kemantapan berupa kaidah
dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam bahasa
baku tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata,
peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang
diperlukan dalam kehidupan modem (Alwi, 1998: 14). Pembedaan antara ragam baku
dan tidak baku dilakukan berdasarkan:
a.
Topik yang sedang dibahas,
b.
Hubungan antar pembicara,
c.
Medium yang digunakan,
d.
Lingkungan, atau
e.
Situasi saat pembicaraan terjadi.
Ciri yang
membedakan antara ragam baku dan tidak baku adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan kata sapaan dan kata
ganti,
b. Penggunaan kata tertentu,
c. Penggunaan imbuhan,
d. Penggunaan kata sambung (konjungsi),
dan
e. Penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata
ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat
menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan
menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika
kita menyebut diri kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam
ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan
ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang
merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan
adalah ciri lain. Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara
jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi)
dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar,
sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini
mengganggu kejelasan kalimat.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri
terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar.Artinya, ada bagian dalam
kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung
pengertian.Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat
dihilangkan.Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan
orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering
kali juga kita menjawab “Tau.” untuk
menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya,
pëmbedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah
Intonasi.Masalahnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam ragam
lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
0 komentar:
Posting Komentar