Rabu, 27 Februari 2019

Pajak Penghasilan Pasal 22


BAB 6 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
A.Pengertian PPh Pasal 22
Pajak yang dipungut atas penyerahan barang / jasa, impor dan bidang usaha lain.
Pemungut PPh Pasal 22
Pemungut PPh Pasal 22 adalah:
a.Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang
b.bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah
dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang.
c.bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP).
d.Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).
e. Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
1) PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan 35 Pajak Penghasilan
2) Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
f.Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya
kepada distributor di dalam negeri;
g.Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
h.Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
i.Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
B.Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
Besarnya pungutan PPh Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
a. Atas impor:
1.yang menggunakan Angka Pengenal Impor (APl), sebesar 2,5% dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor;(nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadidasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan 36 Pajak Penghasilan kepabeanan di bidang impor.)
2.yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% dari nilai impor; dan/atau
3.yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
b.Atas pembelian barang sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
1.Bahan Bakar Minyak sebesar:
a) 0,25% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina;
b) 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum bukan Pertamina;
c) 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada pihak selain sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b).
2.Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
3.Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
d. Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri
baja, industri otomotif, dan industri farmasi: 37 Pajak Penghasilan
1. penjualan semua jenis semen sebesar 0,25%;
2. penjualan kertas sebesar 0,1%;
3. penjualan baja sebesar 0,3%;
4. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih sebesar 0,45%;
5.penjualan semua jenis obat sebesar 0,3%, dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
e. Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan
bermotor sebesar 0,45% dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
f.Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
g.Atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah,yaitu:
1.pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000,000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
2. kapal pesiar dan sejenisnya dengan- harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
3.rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari
500m2;
4. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari 38 Pajak PenghasilanRp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/ atau luas bangunan lebih dari 400 m2;
5. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. sebesar 5% dari harga jual, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPN dan PPnBM). Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak
C.Mekanisme Pemungutan :
·         PPh Pasal 22 disetor oleh pemungut menggunakan SSP atas nama Wajib Pajak yang dipungut (penjual).
·       PPh Pasal 22 tersebut harus disetor oleh pemungut pada hari yang sama saat pembayaran dengan menggunakan SSP atas nama Wajib Pajak yang dipungut (penjual). Pemungut juga wajib melaporkan atas seluruh pemungutan yang dilakukan paling lambat 14 hari sejak masa pajak berakhir.

Bank devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai atas barang impor
Subjek PPh Pasal 22 Impor :
Setiap Wajib Pajak yang melakukan impor, kecuali yang mendapat fasilitas pembebasan (memperoleh surat keterangan bebas).
D.Tarif PPh Pasal 22 Impor :
·  Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% dari Nilai Impor.
·  Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari Nilai Impor.
·  Yang tidak dikuasai 7,5% dari Harga Jual Lelang.

E.Nilai Impor:
Nilai Impor / NI adalah : Nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambahkan dengan Bea Masuk dan Pungutan Lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang–undangan pabean bidang Impor. Untuk menghitung Nilai Impor digunakan Kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
NI = CIF + Bea Masuk + Pungutan Lainnya
Dikecualikan dari Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:
a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan; dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
b.Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
1.barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak39 Pajak Penghasilanmemegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk
keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
3.barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
4.barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
5. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
7. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8. barang pindahan;
9. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum.
11.persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan bukubuku pelajaran agama;
15.kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan
usahanya.
16.pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan
suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat
udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga nasional.
17. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia
(Persero), dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero).
18. peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan atau TNI.
19.barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama. Pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 atas barangbarang impor ini tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar 0%. Ketentuan ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.
c.Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali. dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.
d.mpor kembali (re-import), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak,
berkenaan dengan:
1.Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA); bendahara pengeluaran; KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA) yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
2.Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (BUMN) yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran
yang terpecah-pecah;
3.       pembayaran untuk:
1)        pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos;
2)      pemakaian air dan listrik.
f. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor; dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
g.Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Saat Terutangnya Pajak :
a.Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
b.Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
c.Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
d.Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif terutang dan dipungut pada saat penjualan.
e.Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar minyak, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang
(delivery order).
f. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Badan Usaha Lainnya Atas Penyerahan Produk–Produk Tertentu :
·     Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri Semen, Rokok, Industri Kertas, Industri Baja, dan Industri Otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
·    Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya.
·      Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas pembeliaan bahan– bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
F.Tarif PPh Pasal 22
1.Penjualan barang kepada pemerintah yang dibayar dengan APBN /APBD
1.50 % x Harga Jual
Bendaharawan Pem, Ditjen Anggaran, BUMN / BIMD

2.Impor dengan API / Non API
2.5% / 7.5% x Nilai Impor

3.Penjualan Kertas di Dalam Negeri oleh industri Kertas 0.10 % x DPP PPN
4.Penjualan Semen di Dalam Negeri oleh industri Semen
0.25 % x DPP PPN

5,Penjualan Baja di Dalam Negeri oleh industri Baja
0.30 % x DPP PPN

6.Penjualan Otomotif oleh industri otomotif termasuk ATPM, APM importir kendaraan umum dalam negeri
0.45 % x DPP PPN
Industri Otomotif termasuk ATPM, APM importir kendaraan umum

7.Penjualan Rokok di Dalam Negeri oleh industri Rokok
0.15 x Harga Banderol

8.Penjualan Premium, Solar Premix, Super TT oleh Pertamina kepada SPBU Swasta / Pertamina
0.30 % / 0.25 % x Penjualan

9.Penjualan Minyak Tanah / Gas LPG, Pelumas
0.30 % x Penjualan
Pertamina

10.Penjualan Barang kepada BI, BPPN, BULOG, TELKOM, PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan Bank BUMN yang dibayar dengan APBN maupun non-APBN.
1.5 % x Harga Jual
11.Pembelian bahan–bahan untuk kebutuhan industri / ekspor dari pedagang pengumpul oleh industri & eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan.
1.5% x Harga Beli
Industri Eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan yang ditunjuk KPP

G.Contoh perhitungan                  
A. PPh Pasal 22 Bea Cukai
Seorang importir pada awal tahun 2009 memasukkan barang ke wilayah pabean Indonesia dengan Cost sebesar US$ 80,000. Biaya angkut dari luar negeri ke pelabuhan tujuan sebesar US$ 5,000 dan premi asuransi perjalanan yang dibayar dari luar negeri ke pelabuhan tujuan sebesar US$ 1,000. Bea Masuk yang dibebankan sebesar Rp 34.200.000 dan pungutan pabean lain yang rsemi sebesar Rp 16.000.000, kurs yang berlaku saat terjadinya import adalah US$ 1.00 = Rp 10.000. Hitunglah Pajak penghasilan Pasal 22 Bea Cukai, dalam kondisi baik importir memiliki API/APIS/APIT dan jika importir belum memiliki API/APIS/APIT ?

Perhitungan PPh Pasal 22 Bea Cukai
Kurs yang berlaku =Rp 10.000
Harga import US$ 80,000 x Rp 10.000                       = Rp 800.000.000
Biaya Angkut US$ 5,000 x Rp 10.000                        = Rp 50.000.000
Biaya Asuransi US$ 1,000 x Rp 10.000          = Rp 10.000.000
Bea Masuk                                                       = Rp 34.200.000
Pungutan Pabean dan lain-lain                         = Rp 16.000.000 +
Nilai Import                                                     = Rp 910.200.000
Pajak Penghasilan Pasal 22 Bea Cukai bila importir memiliki API/APIS/APIT :
2.5 % x 910.200.000 = Rp 22.755.000
Pajak Penghasilan Pasal 22 Bea Cukai bila importir tidak memiliki API/APIS/APIT :7.5 % x 910.200.000 = Rp 68.265.000

B. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendaharawan
Contoh Kasus 1 :                
Sebuah perusahaan melakukan penyerahan barang kena pajak kepada suatu instasi pemerintah seharga Rp 990.000.000 yang pembayarannya melalui Kantor pembendaharaan negara. Berapakah Pajak Penghasilan Pasal 22 Bendaharawan yang harus dipotong bila :
1.      Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM.
2.      Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan Barang Mewah.
3.      Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (20%).

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 Bendaharawan
1.      Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM
Harga barang yang diserahkan             Rp 990.000.000
Pajak Penghasilan pasal 22
1.5 % x Rp 990.000.000                     Rp   14.850.000 -
Jumlah uang yang diterima                  Rp 975.150.000

2.      Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan Barang Mewah
Harga barang termasuk PPN (10%)                  Rp 990.000.000
PPN (10%)=Rp 990.000.000 x 10/110                        Rp   90.000.000 -
Harga barang tidak termasuk PPN                    Rp 900.000.000
Pajak Penghasilan pasal 22
1.5 % x Rp 900.000.000                                 Rp  13.500.000 -
Jumlah uang yang diterima                              Rp 886.500.000

3.   Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (20%)
Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM(20%)            Rp 990.000.000
PPN (10%)=Rp 990.000.000 x 10/130                                    Rp  76.153.000
PPnBM (20%) = Rp 990.000.000 x 20/130                 Rp 152.307.000 -
Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM                        Rp 761.540.000
Pajak Penghasilan pasal 22
1.5 % x Rp 761.540.000                                             Rp  11.423.100 -
Jumlah uang yang diterima                                          Rp 750.116.900

Contoh Kasus 2 :
Bapak Agung menerima pembayaran atas penjualan meja tulis seharga Rp 750.000 ke Pemda DKI. Berapakah PPh Pasal 22 yang dipotong atas penjualan tersebut ?
Jawab :
Atas transaksi penerimaan pembayaran penjualan penjualan meja tulis sebesar Rp 750.000 ke pemda DKI tidak terutang PPh Pasal 22, disebabkan berdasarkan KMK Nomor 254/KMK.03/2001 atas pembayaran dari penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000 dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Blog Archive

LATEST POSTS

CB Blogger Lab

JASA SEO CB

jam ayam

CONTOH BLOG

JASA SEO CB

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *