Perlindungan Konsumen
BAB 12
Perlindungan Konsumen
Pengertian Konsumen
Pengertian
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut
pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.”
Sedangkan dalam bagian
penjelasan disebutkan “Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal konsumen akhir dan
konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu
produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk
sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen
dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir”.
Dari
ketentuan dalam undang-undang tersebut secara tersurat nampaknya hanya menitik
beratkan pada pengertian konsumen sebagai konsumen akhir yang mana hal tersebut
bukan merupakan objek pembahasan dalam tulisan ini. Namun secara tersirat juga
mengandung pengertian konsumen dalam arti luas. Hal tersebut nampak pada
penggunakan kata “pemakai”. Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan
dalam rumusan konsumen untuk mendukung pengertian konsumen akhir, namun
sekaligus juga menunjukkan bahwa barang dan/jasaa yang dipakai tidak serta
merta hasil dari suatu transaksi jual beli. Artinya sebagai konsumen tidak
selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh
barang dan/jasa tersebut. Dengan kata lain dasar hubungan hukum antara konsumen
dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract).
Perlindungan
konsumen
Menurut
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Republik Indonesia. Perlindungan Konsumen adalah hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa;
hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian,
apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Asas-Asas
Perlindungan Konsumen dan Tujuan perlindungan konsumen
1.Asas manfaat
Dimaksudkan
untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingan konsumen
dan pelaku usaha secara keseluruhan.
- Asas
keadilan
Dimaksudkan
agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secara adil.
- Asas
keseimbangan
Dimaksudkan
untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
- Asas
keamanan dan keselamatan konsumen
Dimaksudkan
untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
- Asas
kepastian hukum
Dimaksudkan
agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian
hukum.
Tujuan Perlindungan Konsumen
Menurut pasal 3
tentang Perlindungan Konsumen, bertujuan:
- Meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
- Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan atau jasa.
- Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen.
- Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
- Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
- Meningkatkan
kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
UU Perlindungan
Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia
menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih
barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau
penggantian, apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Hak
Dan Kewajiban Perilaku Usaha
Seperti halnya
konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
- Hak untuk
menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
- Hak untuk
mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik.
- Hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen.
- Hak untuk
rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
- Hak-hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Bila
diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha
bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen
adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan
kewajiban konsumen merupkan hak yang akan diterima pelaku usaha. Bila
dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak
bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik.
Karena
di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik,
ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan
yang curang antar pelaku usaha. Kewajiban-kewajiban pelaku usaha juga sangat erat
kaitannya dengan larangan dan tanggung jawab pelaku usaha.
Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Adapun perbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu:
- Pelaku
usaha dilarang memperdagangkan barang dan atau jasa yang:
a. Tidak sesuai
dengan:
- Standar yang
dipersyaratkan;
- Peraturan
yang berlaku;
- Ukuran,
takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b.Tidak sesuai
dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang dan
atau jasa yang menyangkut:
- Berat
bersih;
- Isi bersih
dan jumlah dalam hitungan;
- Kondisi,
jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
- Mutu,
tingkatan, komposisi;
- Proses
pengolahan;
- Gaya, mode
atau penggunaan tertentu;
- Janji yang
diberikan.
c.Tidak
mencantumkan:
- Tanggal
kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan paling baik atas
barang tertentu;
- Informasi
dan petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
D.Tidak mengikuti
ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan “halal” yang
dicantumkan dalam label.
E.tidak memasang
label atau membuat penjelasan yang memuat:
- Nama barang;
- Ukuran,
berat atau isi bersih, komposisi;
- Tanggal
pembuatan;
- Aturan
pakai;
- Akibat
sampingan;
- Nama dan
alamat pelaku usaha;
- Keterangan
penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
F.Rusak, cacat
atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan
informasi secara lengkap dan benar.
- Dilarang
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan atau jasa:
- Telah
memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga atau harga khusus, gaya
atau mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
- Dalam
keadaan baik atau baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah
tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
3.
Secara tidak
benar dan seolah-olah barang dan atau jasa tersebut:
- Telah
mendapatkan atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu,
keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
- Dibuat
perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi.
- Telah
tersedia bagi konsumen.
- Langsung
atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain.
- Menggunakan
kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung
resiko atau efek samping tanpa keterangan lengkap.
- Menawarkan
sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
- Dengan harga
atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak
melaksanakan.
- Dengan
menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau
memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.
- Dengan
menjanjikan hadiah barang dan atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional,
suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.
- Dalam
menawarkan barang dan atau jasa untuk diperdagangkan dilarang
mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau
menyesatkan mengenai:
- Harga atau
tarif dan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
- Kondisi,
tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas barang dan atau jasa.
- Kegunaan dan
bahaya penggunaan barang dan atau jasa.
- Dalam
menawarkan barang dan atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan
hadiah dengan cara undian dilarang:
- Tidak
melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
- Mengumumkan
hasilnya tidak melalui media massa.
- Memberikan
hadiah tidak sesuai janji dan atau menggantikannya dengan hadiah yang
tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
- Dalam
menawarkan barang dan atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau
cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara
fisik maupun psikis.
- Dalam hal penjualan
melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen
dengan:
- Menyatakan
barang dan atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu
dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
- Tidak
berniat menjual barang yang ditawarkan, melainkan untuk menjual barang
lain.
- Tidak
menyediakan barang dan atau jasa dalam jumlah tertentu atau cukup dengan
maksud menjual barang lain.
- Menaikan
harga sebelum melakukan obral.
Tanggung
Jawab Pelaku Usaha
Hukum
tentang tanggung jawab produk ini termasuk dalam perbuatan melanggar hukum
tetapi diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak (strict liability), tanpa melihat
apakah ada unsur kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian terlihat
bahwa adagium caveat emptor (konsumen bertanggung jawab telah ditinggalkan) dan
kini berlaku caveat venditor (pelaku usaha bertanggung jawab).
.
Kesulitan
tersebut adalah pihak konsumen harus membuktikan ada unsur kesalahan yang
dilakukan oleh pihak produsen. Jika konsumen tidak berhasil membuktikan
kesalahan produsen, maka gugatan konsumen akan gagal. Oleh karena berbagai
kesulitan yang dihadapi oleh konsumen tersebut, maka sejak tahun 1960-an, di
Amerika Serikat diberlakukan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability
principle).
Dengan
diterapkannya prinsip tenggung jawab mutlak ini, maka setiap konsumen yang
merasa dirugikan akibat produk atau barang yang cacat atau tidak aman dapat
menuntut kompensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidak adanya unsur
kesalahan dipihak produsen.
Sanksi
Sanksi-Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi bagi
pelaku usaha menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, yaitu:
- Sanksi
perdata
Ganti rugi dalam bentuk :
·
Pengembalian uang
·
Penggantian barang
·
Perawatan kesehatan
·
Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang
waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
2.
Sanksi
administrasi
Maksimal Rp
200.000.000 (Dua Ratus Juta Rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat
(2) dan (3)
3.
Sanksi pidana
Kurungan:
·
Penjara 5 tahun atau denda Rp 2.000.000.000
(Dua Milyar Rupiah) pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c,
dan e dan pasal 18
·
Penjara 2 tahun atau denda Rp 500.000.000
(Lima Ratus Juta Rupiah) pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1)
huruf d dan f
Ketentuan pidana
lain (diluar Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika
konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian. Hukuman tambahan,
antara lain:
·
Pengumuman keputusan hakim
·
Pencabutan izin usaha
·
Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
·
Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa
·
Hasil pengawasan disebarluaskan kepada
masyarakat
·
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK
SEHAT
Pengertian
antimonopoli
Menurut UU No. 5
Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu
pelaku atau satu kelompok pelaku usaha.
Menurut UU No. 5
Tahun 1999 menyebutkan pengertian pelaku usaha adalah setiap orang perorangan
atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama, melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Menurut UU No. 5 Tahun
1999 persaingan tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan
usaha.
Asas
dan Tujuan
1.
Asas
Pelaku usaha di
Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.
2.
Tujuan
Undang-Undang
(UU) persaingan usaha adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan
untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang
cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari
UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan
konsumen.
Kegiatan
yang Dilarang
1.
Monopoli
Monopoli adalah
situasi pengadaan barang dagangan tertentu (di pasar lokal atau nasional)
sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok
sehingga harganya dapat dikendalikan.
2.
Monopsoni
Monopsoni adalah
keadaan pasar yang tidak seimbang, yang dikuasai oleh seorang pembeli;
oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.
- Penguasaan
Pasar
Penguasaan pasar
adalah proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar. Dengan demikian pelaku
usaha dilarang melakukan penguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama pelaku usaha lainnya yang mengakibatkan praktik monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat.
- Persengkongkolan
Persekongkolan
adalah berkomplot atau bersepakat melakukan kejahatan (kecurangan).
- Posisi
Dominan
Posisi dominan
artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam pasar 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1999
menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan di mana pelaku usaha tidak
mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan
akses pada pasokan, penjualan serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan
permintaan barang atau jasa tertentu.
- Jabatan
Rangkap
Mengenai jabatan
rangkap, dalam pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang
menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan
pada waktu yang bersamaan dilarang meragkap sebagai direksi atau komisaris pada
perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan itu :
- berada dalam
pasar bersangkutan yang sama;
- memiliki
keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha;
- secara
bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
- Pemilikan
Saham
Mengenai
pemilikan saham, berdasarkan pasal 27 UU No. 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa
pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis
dan melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang
sama atau mendirikan perusahaan yang sama apabila kepemilikan tersebut
mengakibatkan, antara lain :
- satu pelaku
usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 % pangsa
satu jenis barang dan atau jasa tertentu.
- Dua atau
tiga pelaku usaha, kelompok usaha dan pelaku kelompok usaha menguasai
lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
- Penggabungan,
Peleburan dan pengambilalihan
Sementara itu,
pasal 28 UU No. 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha berbadan hukum
maupun bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan yang bersifat tetap dan
terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam menjalankan perusahaan
tindakan penggabungan, peleburan, pengambilalihan yang akan mengakibatkan
praktik monopoli dan persaingan tidak sehat yang secara tegas dilarang.
Perjanjian
Yang Dilarang
1.
Oligopoli
Adalah keadaan
pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga
mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
2.Penetapan
harga
Dalam rangka
penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain:
-
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas
barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada
pasar bersangkutan yang sama.
- Perjanjian
yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda
dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa
yang sama.
- Perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya untuk meneteapkan harga di bawah harga
pasar.
- Perjanjian
dengan pelaku usaha lain yang membuat persyaratan bahwa penerima barang
dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang
diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah
dijanjikan.
3.Pembagian
wilayah
Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk
membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4.Pemboikotan
Pelaku usaha
dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk
tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
5.Kartel
Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usha pesaingnya yang bermaksud untuk
mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan
atau jasa.
6.Trust
Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama
dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan
tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hdup tiap-tiap perusahaan atau
perseroan anggotanya, yang tujuannya untuk mengontol produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa.
7.Oligopsoni
Keadaan dimana
dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal atas barang dan atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
8.Integrasi
vertikal
Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk
menguasai produksi sejumlah produk termasuk dalam rangkaian produksi barang dan
atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil
pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun
tidak langsung.
9.Perjanjian
tertutup
Pelaku usha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan
bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak
memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau
pada tempat tertentu.
10.Perjanjian
dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
Hal-Hal
yang Dikecualikan dari Undang-Undang Anti Monopoli
- Perjanjian
yang dikecualikan
- perjanjian
yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual, termasuk lisensi,
paten, merk dagang, hak cifta, desain produk industri, rangkaian
elektronik terpadu dan rahasia dagang.
- Perjanjian
yang berkaitan dengan waralaba;
- Perjanjian
penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang
dan atau menghalangi persaingan;
- Perjanjian
dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok
kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah dari harga
yang telah diperjanjikan;
- Perjanjian
kerjasama penelitian untuk peningkatkan atau perbaikan standar kehidupan
masyarakat luas;
- Perjanjian
internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah.
- Perbuatan
yang dikecualikan
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha adalah sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengawasi pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
Hal ini diatur
berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999, dibentuklah suatu Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) yang bertugas untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
Adapun tugas dan
wewenang KPPU, antara lain :
- melakukan
penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh pelaku usaha;
- melakukan
penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan usahanya;
- mengambil
tindakan sesuai wewenang komisi;
- memberikan
saran dan pertimbangan kebijakan pemerintah terhadap praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat;
- menerima
laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
- melakukan
penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadi praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
- melakukan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau
pelaku atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil dari
penelitiannya;
Sanksi
- Sanksi
Administrasi
Sanksi
administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian
integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi
dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan , peleburan dan pengambilalihan
badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda
serendah-rendahnya satu miliar rupiah atau setinggi-tingginya dua puluh lima
miliar rupiah.
- Sanksi Pidana
Pokok dan Tambahan
Sanksi pidana
pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi
vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, melakukan
monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua piluh lima miliar
rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar rupiah, sedangkan untuk
pelanggaran penetapan harga, perjanjian tertutup, penguasaan pasar dan
persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima miliar rupiah dan
maksimal dua puluh lima miliar rupiah.
Sementara itu,
bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan pelanggaran berat dapat dikenakan
pidana tambahan sesuai dengan pasal 10 KUH Pidana berupa :
- pencabutan izin
usaha
- larangan
kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun,
penghentian
kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak
lain
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI
2.3 Pengertian
Sengketa
Sengketa adalah
perilaku pertentangan antara kedua orang atau lembaga atau lebih yang
menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi
salah satu diantara keduanya.
2.3.1
Cara – Cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian
sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau
peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1
(Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan)
Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai
berikut:
- Negosiasi
(perundingan)
Perundingan
merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk
menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
-
Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan
dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
- Good offices
(jasa-jasa baik)
Pihak ketiga
dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat
menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
- Memberi
kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan
kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
- 2.
Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens)
untuk perkara di pengadilan.
1.
Negoisasi
Negosiasi adalah
sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak – pihak yang terlibat berusaha untuk
saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus
Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui
diskusi formal.
Negosiasi
merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi
kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan
kompetisi.Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi,
kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu
- Beberapa
pengertian Negosiasi
Proses yang
melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap dan
perilaku orang lain.
Proses untuk
mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak
tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda
satu dengan yang lain.
Negosiasi adalah
suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana
kedua
Mediasi
- Pengertian
Mediasi
Mediasi adalah
proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak
dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan
yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan
hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada
paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama
proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari
para pihak.
- Prosedur
Untuk Mediasi
- Setelah
perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian
majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan
mediasi.
- Setelah
pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator
berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
- Selanjutnya
mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini
diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian
masing-masing pihak yang berperkara.
- Mediator
bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari
ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan.
- Mediator
Mediator adalah
pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
- Netral
- Membantu
para pihak tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian.
- Tugas
Mediator
- Mediator
wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk
dibahas dan disepakati.
- Mediator
wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses
mediasi.
- Apabila
dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama
proses mediasi berlangsung.
- Mediator
wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan
mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para
pihak.
3.
Arbitrase
- Pengertian
Arbitrase
Arbitrase adalah
salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak menyerahkan
kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang disebut arbiter, untuk
memberikan putusan.
Istilah arbitrase
berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
- Azas- Azas
Arbitrase
- Azas
kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau
beberapa oramg arbiter.
- Azas
musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara
musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter
itu sendiri;
- Azas
limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan
melalui arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang
perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
- Azas final
and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan
mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi
banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para
pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
- Tujuan
Arbitrase
Sehubungan dengan
asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan
perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para
pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil, Tanpa adanya
formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat
penyelisihan perselisihan.
Perbandingan
antara perundingan, arbitrase Dan Ligitasi
- Negosiasi
atau perundingan
Negosiasi adalah cara
penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan
kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut
diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut
secara baik.
- Ligitasi
Litigasi adalah
sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi
dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim.
Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi
yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan
dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi
pihak yang kalah.
Kebaikan dari
sistem ini adalah:
- Ruang
lingkup pemeriksaannya yang lebih luas
- Biaya yang
relatif lebih murah
Sedangkan
kelemahan dari sistem ini adalah:
3.Kurangnya
kepastian hokum Hakim yang “awam”
- Arbitrase
Arbitrase adalah
cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini
bisa dikatakan sebagai “litigasi swasta” Dimana yang memeriksa perkara tersebut
bukanlah hakim tetapi seorang arbiter.
Beberapa
keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain:
- Arbitrase
relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang
bersengketa.
2. Arbiter merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan lebih cermat. - Kepastian
Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat
para pihak.
Sedangkan
kelemahannya antara lain:
- Biaya yang
relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak
- Putusan Arbitrase tidak mempunyai
kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
0 komentar:
Posting Komentar