Rabu, 27 Februari 2019

HAK ASASI MANUSIA


Pertemuan 5

BAB 5
HAK ASASI MANUSIA

 Dalam berbagai literature menyatakan bahwa Hak-hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptual tidak lahir mendadak sebagaimana kita lihat dalam “Universal Declaration of Human Right” 10 Desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam peradaban sejarah manusia. Dari perspektif sejarah deklarasi yang ditanda tangani oleh Majelis Umum PBB tersebut dihayati sebagai suatu pengakuan yuridis formal dan merupakan titik khususnya yang tergabung dalam PBB. Upaya konseptualisasi hak-hak asasi manusia jauh sebelumnya telah muncul di tengah-tengah masyarfakat umat manusia, baik di barat maupun di timur kendatipun upaya tersebut masih bersifat lokal, partial dan sporadikal.
1. Perkembangan HAM : Tahun 1215 John Lackland (Raja Inggris) menandatangani “Magna Charta”, yang mencantumkan ketentuan, bahwa kemerdekaan seseoarang tidak boleh dirampas jika tidak berdasarkang Undang-Undan dan keputusan hakim. Pajak-pajak hanya boleh dipungut bila ada persetujuan dari dewan permusyawaratan, dan tidak hanya atas perintah raja saja. (Saat itu Magna Charta diakui sebagai konstitusi yang mengadopsi kebebasan dan kemerdekaan rakyat). Kemudian pada Tahun 1679 hak kebebasan rakyat semakin diakui dgn dikeluarkannya : “Habeas Corpus Act”. Undang-Undang ini menegaskan, bahwa sekali-kali orang tidak boleh ditahan apabila tidak ada perintah dari hakim. Tahun 1689 di Inggris diberlakukan “Bill of Rights’, yang memberikan pengakuan Raja Inggris terhadap hak-hak rakyatnya. Termasuk dalam ketentuan ini adalah, tidak bolehnya anggota parlemen dituntut apabila dalam persidangan parlemen berbicara tentang sesuatu yang berbeda dengan keinginan Raja. Ketentuan ini merupakan perwujudan “freedom of Speech” bagi rakyat Inggris yang dihormati dan diakui Rajanya. Pada tahun 1776 di Amerika Serikat terjadi pula penguatan terhadap HAM melalui “Declaration of Independence”. Deklarasi kemerdekaan AS dan Inggris itu juga mengandung muatan HAM, seperti pernyataan, bahwa:
a). Semua orang 60 diciptakan sama dan setara,
b).Tuhan pencipta telah mengkaruniakan dan menganugerahkan kepada tiap-tiap manusia dengan hak-hak yang tidak dapat dirampas, seperti: hak hidup. Hak atas kemerdekaan, dan lain-lain Demikianlah banyak riwayat diberbagai belahan dunia yang menunjukkan gerakan rakyat untuk mendapatkan hak-hak asasinya sebagai manusia. Sehingga akhirnya pada tgl 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB telah menerima “Universal Declaration of Human Rights”. Dalam akar kebudayaan Indonesiapun pengakuan pengakuan serta peghormatan tentang hak asasi manusia telah mulai berkembang, misalnya dalam masyarakat Jawa telah dikenal dengan istilah : “Hak Pepe” yaitu hak warga desa yang diakui dan dihormati oleh penguasa seperti hak mengemukakan pendapat. Walaupun hal tersebut bertentangan dengan kemauan penguasa (Baut & Berry, 1988 :
3) dalam Kaelan,2008. Dalam teori ilmu hukum disebutkan bahwa segala hak asasi yang dimiliki oleh manusia akan selalu diikuti oleh kewajiban asasinya. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak pokok/ dasar yang dimiliki setiap manusia sebagai pembawaan sejak lahir, yang berkaitan dengan harkat martabat manusia. Atau ada yang menyebutkan HAM sering pula diartikan sebagai hak-hak kemanusiaan (human rights), yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga. HAM tidak bias dipisahkan dengan Kewajiban Asasi Manusia KAM), adalah kewajiban-kewajiban yang pokok / dasar yang harus dilakukan setiap manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagi contoh, kewajiban asasi antara lain : kewajiban untuk tunduk dan melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku; kewajiban untuk saling membantu; kewajiban untuk hidup rukun dan damai; dan kewajiban untuk bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Negara Indonesia adalah negara hukum yang dinamis, atau negara kesejahteraan (welfare state), yang membawa implikasi bagi para penyelenggara negara untuk menjalankan tugas dan wewenangnya secara luas dan komprehensif dilandasi ide-ide kreatif dan inovatif.
      Dimana pun suatu negara hukum tujuan pokoknya adalah melindungi hak azasi manusia dan menciptakan kehidupan bagi warga yang demokratis. Keberadaan suatu negara hukum 61 menjadi prasyarat bagi terselenggaranya hak azasi manusia dan kehidupan demokratis. Dasar filosofi perlunya perlindungan hukum terhadap hak azasi manusia adalah bahwa hak azasi manusia adalah hak dasar kodrati setiap orang yang keberadaannya sejak berada dalam kandungan, dan ada sebagai pemberian Tuhan, negara wajib melindunginya. Perlindungan hak azasi manusia di Indonesia secara yuridis didasarkan pada UUD Negara RI 1945 Sebelum berbicara lebih lanjut tentang hak dan kewajiban negara dan warga negara menurut UUD 1945 perlu kiranya meninjau sedikit perkembangan hak asasi manusia di Indonesia. Bagir Manan (2001) banyak dikutip juga oleh Bakry (2009) membagi perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan periode setelah kemerdekaan (1945- sekarang). Periode sebelum kemerdedaan dijumpai dalam organisasi pergerakan seperti Boedi Oetomo, Perhimpunan Indonesia, Sarekat Islam, Partai Komunis Indonesia, Indische Partij, Partai Nasional Indonesia, Pendidikan Nasional Indonesia dan Perdebatan dalam BPUPKI. Adapun periode setelah kemerdekaan dibagi dalam periode 1945-1950, 1950-1959, 1959-1966, 1966-1998, 1998-sekarang. Pada periode sebelum kemerdekaan (1908-1945), terlihat pada kesadaran beserikat dan mengeluarkan pendapat yang digelorakan oleh Boedi Oetomo melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah Kolonial Belanda. Perhimpunan Indonesia menitik beratkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self determination), Sarekat Islam menekankan pada usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi, Partai Komunis Indonesia menekankan pada hak sosial dan menyentuh isu-isu terkait dengan alat-alat produksi, Indische Partij pada hak mendapatkan kemerdekaan serta perlakukan yang sama, Partai Nasional Indonesia pada hak politik, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri, mengeluarkan pendapat, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan dalam hukum dan hak turut dalam penyelengaraan negara (Bakry, 2009: 243-244).
      Adapun setelah kemerdekaan, pada periode awal kemerdekaan (1945- 1950) hak asasi manusia sudah mendapatkan legitimasi yuridis dalam UUD 1945 meskipun pelaksanaannya masih belum optimal. Atas dasar hak berserikat dan berkumpul memberikan keleluasaan bagi pendirian partai partai politik sebagaimana termuat 62 dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Akan tetapi terjadi perubahan mendasar terhadap sistem pemerintahan Indonesia dari Presidensial menjadi parlementer berdasarkan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 (Bakry, 2009: 245). HAM di Indonesia dimuat dalam UUD 1945, yang keseluruhan itu dirumuskan berdasarkan Pancasila, atau dapat dikatakan Pancasila menjiwai seluruh materi UUD 1945. Dengan pemahaman seperti itu maka apabila UUD 1945 telah nyata-nyata memuat HAM, maka muatan itu tentunya dijiwai oleh Pancasila. Apabila diperhatikan dgn sungguh-sungguh maka diketahui, bahwa Pembukaan UUD 1945 banyak memuat HAM.
   Sejak alinea pertama hingga keempat materinya sarat dengan HAM. Pada Alinea pertama pada hakekatnya adalah pengakuan terhadap hak untuk merdeka atau “freedom to be free”. Sedangkan alinea kedua memuat asas merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang mrpk bagian dari HAM. Demikian juga pada alinea ketiga juga memuat HAM : Indonesia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, sebagai ekspresi HAM. Dan pada alinea keempat yang memuat empat tujuan didirikannya Negara juga merupakan HAM sebagai individu & sebagai bangsa. Termasuk dalam hal ini dimuat Pancasila yang nilai2nya juga merupakan HAM. Pada periode 1950-1959 dalam situasi demokrasi parlementer dan semangat demokrasi liberal, semakin tumbuh partai politik dengan beragam ideologi, kebebasan pers, pemilihan umum yang bebas, adil dan demokratis. Pemikiran tentang HAM juga memiliki ruang yang lebar hingga muncul dalam perdebatan di Konstituante usulan bahwa keberadaan HAM mendahului bab-bab UUD. Pada periode 1959-1966, atas dasar penolakan Soekarno terhadap demokrasi parlementer, sistem pemerintahan berubah menjadi sistem demokrasi terpimpin.
    Pada era ini terjadi pemasungan hak asasi sipil dan politik seperti hak untuk beserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan (Bakry, 2009: 247). Periode 1966-1998 muncul gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Gagasan tersebut muncul dalam berbagai seminar tentang HAM yang dilaksanakan tahun 1967. Pada awal 1970-an sampai akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, 63 terjadi penolakan terhadap HAM karena dianggap berasal dari Barat dan bertentangan dengan paham kekeluargaan yang dianut bangsa Indonesia. Menjelang tahun 1990 muncul sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM yaitu dengan dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) berdasarkan KEPRES No 50 tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993 (Bakry, 2009: 249). Periode 1998-sekarang, setelah jatuhnya rezim Orde Baru terjadi tuntutan reformasi yang antara lain terjadi perkembangan luar biasa pada HAM. Pada periode ini dilakukan pengkajian terhadap kebijakan pemerintah Orba yang berlawanan dengan kemajuan dan perlindungan HAM.  
        Penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM berupa Amandemen UUD 1945, yang diawali dengan peninjauan TAP MPR, yang di tindak lanjuti dengan Undang-Undang dan ketentuan perundang-undangan yang lain. Berdasarkan Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, dan kandungan HAM menjadi semakin efektif terutama dengan pula diwujudkanbya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak hak Asasi Manusia. MPR telah melakukan amandemen UUD 1945 yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002, pasal-pasal yang terkait dengan HAM juga berkembang pada tiap-tiap amandemennya. Sehingga selain pada Pembukaan UUD 1945, HAM juga termuat dalam batang tubuh UUD 1945 seperti pada pasal 27, 28, 29, 31, 32, 33, dan 34, serta ditambah lagi pada pasal 28 A sampai dengan 28 J yang khusus mengatur penerapan HAM pada BAB X
  A. Sehingga setelah dilakukan amandemen keempat. Dengan demikian yang mengatur tentang HAM ada 17 pasal dalam batang tubuh UUD 1945 yang dijiwai oleh Pancasila, yang mengatur tentang penerapan HAM di Indonesia. Peristiwa monumental lainnya dalam penerapan HAM di Indonesia adalah diberlakukannya UU. No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut Pasal 1 Angka 1 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No.26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia bahwa hak asasi manusia (HAM) merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta pelindungan harkat dan 64 martabat manusia. HAM tidak membeda-bedakan latar belakang seorang individu, seperti ras, agama, warna kulit, pekerjaan, jabatan, dan sebagainya.
2. Pengelompokan Hak Asasi Manusia (HAM) Pengelompokan HAM di dunia internasional mencakup hak sipil dan politik; hak ekonomi, sosial, dan budaya; serta hak pembangunan. Hak-hak tersebut bersifat individual dan kolektif.
a. Hak Sipil dan Politik mencakup sebagai berikut.
 1) Hak untuk menetukan nasib sendiri.
 2) Hak untuk hidup.
 3) Hak untuk tidak dihukum mati.
 4) Hak untuk tidak disiksa
 5) Hak untuk tidak ditahan sewenang – wenang.
 6) Hak atas peradilan yang adil.
b. Hak ekonomi, sosial, dan budaya Hak ekonomi, sosial dan budaya antara lain sbb :
 1) Hak untuk bekerja.
 2) Hak untuk mendapat upah yang adil.
 4) Hak untuk cuti.
 5) Hak atas makanan.
 6) Hak atas peumahan.
 7) Hak atas kesehatan.
 8) Hak atas pendidikan.
 c. Hak Pembangunan Hak Pembangunan mencakup tiga hak berikut.
 1) Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat.
 2) Hak untuk memperoleh perumahan yang layak.
 3) Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai. Adapun menurut Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, HAM dikelompokan sebagai berikut:
a. Hak untuk hidup 65 Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meninggikan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah atas kehendak yang bebas.
c. Hak mengembangkan diri Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. d. Hak memperoleh keadilan Setiap orang tanpa terkecuali, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar. e. Hak atas kebebasan pribadi Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat dimuka umum dan memeluk agama masing-masing.
f. Hak atas rasa aman Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
g. Hak atas kesejahteraan Setiap orang berhak mempunyai milik, bagi sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pemngembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak, dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
h. Hak turut serta dalam pemerintahan Setiap warga Negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap 66 jabatan pemerintahaan.
i. Hak Politik Seorang berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi, dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.
j. Hak anak Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan Negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum. Berdasarkan pengelompokan tersebut, secara garis besar HAM di Indonesia dapat dikelompokan menjadi sebagai berikut :
a. Hak asasi pribadi (personal rights).
b. Hak asasi ekonomi (property rights).
c. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahaan (rights of legal equality).
d. Hak asasi politik (political rights).
e. Hak asasi sosial dan kebudayaan (social and cultural rights).
f. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara perlindungan hokum (procedural rights).
 B. RULE OF LAW
a. Pengertian Rule of Law Sekretaris Jenderal mendefinisikan Rule of Law sebagai "prinsip tata pemerintahan di mana semua orang, lembaga dan badan, publik dan swasta, termasuk Negara itu sendiri, bertanggung jawab kepada hukum yang diberlakukan secara umum, sama-sama ditegakkan dan independen diadili, dan yang konsisten dengan norma dan standar hak asasi manusia internasional. Hal ini membutuhkan, juga, langkah-langkah untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip supremasi hukum, persamaan di depan hukum, pertanggungjawaban hukum, keadilan dalam penerapan hukum, pemisahan kekuasaan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, kepastian hukum, menghindari kesewenang-wenangan dan transparansi prosedural dan hukum. "( Laporan Sekretaris Jenderal PBB : Aturan 67 hukum dan keadilan transisional dalam konflik dan pasca konflik masyarakat "(2004)
 b. Institusi-institusi yang terkait dengan Rule of Law Momentum politik tahun 1998 yang seringkali disebut ‘reformasi,’ melahirkan Institusi-institusi baru di dalam sistem hukum. Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial dibentuk berdasarkan amanah amendemen-amendemen konstitusional, sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (2002), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang ‘diperkuat’ (dibentuk tahun 1993, kemudian diberikan dasar hukum yang baru yang memperkuat posisinya pada tahun 1999), dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (2008) kesemuanya dibentuk berdasarkan undang- undang yang disahkan pasca-reformasi. Adapun Institusi-institusi tersebut ada sembilan institusi yang sangat relevan dengan isu-isu negara hukum bagi hak asasi manusia yaitu :
a. Mahkamah Agung (MA),
b. Mahkamah Konstitusi (MK),
 c. Komisi Yudisial (KY),
d. Kejaksaan Agung (Kejagung),
e. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),
f. Pengadilan Hak Asasi Manusia,
g. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),
h. Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan i. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, adanya kondisi profesi hukum (advokat) yang akan dibahas secara singkat untuk memberikan latar belakang yang lebih kuat pada 9 institusi tersebut. Selanjutnya akan dijelaskan secara singkat masing-masing institusi tersebut.
 a. Mahkamah Agung Mahkamah Agung (MA) merupakan pengadilan tertinggi dalam sistem yudisial Indonesia. Di bawah MA terdapat empat cabang badan peradilan:
(i) peradilan jurisdiksi umum, yang memiliki jurisdiksi atas kasus-kasus pidana dan perdata; (ii) peradilan agama (untuk hukum keluarga Islam);
(iii) peradilan tata 68 usaha negara; dan
(iv) peradilan militer. Di bawah MA, terdapat Pengadilan Negeri (PN) di tingkat kotamadya/kabupaten dan Pengadilan Tinggi (PT) I tingkat propinsi. Masing- masing cabang badan peradilan di atas memiliki Pengadilan Tinggi. UndangUndang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menetapkan ketentuan-ketentuan dasar menyangkut pengadilan-pengadilan tingkat rendah. Kasus-kasus di semua tingkatan diadili oleh sebuah sidang yang terdiri dari tiga orang hakim, kecuali untuk pengadilan-pengadilan khusus tertentu yang berada di bawah Jurisdiksi Pengadilan Umum. (Lihat Lampiran tentang Struktur Mahkamah Agung). MA merupakan pengadilan banding terakhir atau kasasi. MA memiliki kewenangan untuk menentukan apakah suatu kasus akan diperiksa kembali atau hanya sebatas pemeriksaan atas putusan-putusan Pengadilan Tinggi (putusan- putusan yang ditetapkan oleh Pengadilan Tinggi dalam lingkup Peradilan Umum, Khusus, Tata Usaha Negara dan Militer yang dapat dikasasi ke MA).
    MA tidak memeriksa temuan-temuan fakta yang ditetapkan oleh pengadilan- pengadilan di bawahnya tetapi hanya mendengarkan banding mengenai pertanyaan-pertanyaan hukum. Berdasarkan undang-undang, MA juga berwenang untuk memeriksa kesesuaian Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Daerah (Perda). Terdapat 51 orang hakim MA dan total 7.390 orang hakim di semua tingkatan di bawah MA.
b. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan produk reformasi. Kewenangan dan tanggung jawabnya termasuk memeriksa konstitusionalitas undang-undang terhadap Konstitusi, memutus sengketa kewenangan lembaga-lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Konstitusi, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. MK juga berwenang untuk memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden. Perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, publik atau badan hukum, dan lembaga negara dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang ke MK, tetapi hanya dengan syarat bahwa si pemohon dapat membuktikan bahwa hakhak 69 konstitusionalnya dirugikan akibat diberlakukannya suatu undang-undang. MK terdiri dari sembilan orang hakim.
    Tiga dari sembilan orang hakim tersebut dipilih oleh pemerintah, tiga dipilih oleh DPR dan tiga lainnya dipilih oleh MA. Kesembilan orang hakim tersebut menerima permohonan pengujian dan mengambil keputusan hanya apabila kesembilan orang hakim hadir Penting untuk dicatat, pengujian undang-undang (undangundang yang dibentuk oleh parlemen) terhadap Konstitusi dilakukan oleh MK, sedangkan pengujian peraturanperaturan di bawah undang-undang di dalam hirarki Peraturan Perundang-undangan (PP, Perpres dan Perda) terhadap undang-undang dilakukan oleh MA. Akibatnya, peraturan- peraturan di bawah undang-undang tidak dapat diuji terhadap prinsip-prinsip konstitusional. b. Komisi Yudisial (KY), Berdampingan dengan MA dan MK adalah Komisi Yudisial (KY). Berdasarkan Konstitusi hasil amendemen, KY berwenang untuk mengajukan calon- calon hakim MA, dan memiliki kewenangan lebih lanjut untuk menjaga dan menjamin kehormatan, martabat dan perilaku para hakim. Ketentuan-ketentuan konstitusional ini diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang menetapkan rincian mengenai bagaimana KY mengajukan calon-calon hakim MA dan mekanisme pengawasan KY terhadap tindakan para hakim MA dan MK.
    Namun, ketentuan-ketentuan mengenai mekanisme pengawasan tersebut telah diputus tidak konstitusional oleh MK pada tanggal 16 Agustus 2006 atas dasar bahwa ketentuan-ketentuan tersebut tidak diatur dengan jelas sehingga memungkinkan terjadinya ketidakpastian. Oleh karena itu, sebelum Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 diubah, maka kewenangan KY hanya sebatas mengajukan calon-calon hakim MA ke DPR. Terdapat tujuh orang Komisioner KY. Para calon komisioner dinominasikan oleh Presiden dan dipilih oleh DPR. Para Komisioner menjabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk masa jabatan kedua. 70 c. Kejaksaan Agung (Kejagung), Fungsi-fungsi kunci Kejaksaan Agung (Kejagung) adalah melakukan penuntutan atas nama negara dan melaksanakan perintah dan putusan akhir pengadilan yang mengikat. Kejagung juga dapat melakukan\ investigasi atas kejahatan-kejahatan tertentu dan melakukan investigasi lanjutan untuk melengkapi bukti-bukti sebelum menyerahkannya kepada pengadilan.
         Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga berwenang untuk bertindak atas nama negara atau pemerintah untuk masalah-masalah perdata dan administratif, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Selain tugas-tugas penuntutan dan pelaksanaan putusan pengadilan, Kejagung juga bertugas untuk, antara lain, mengamankan kebijakan tentang pelaksanaan undang-undang; pengawasan distribusi barang-barang cetakan; pengawasan keyakinan beragama yang mungkin berbahaya bagi negara dan masyarakat; serta pencegahan penyalahgunaan agama dan/atau penodaan. Struktur Kejagung dapat dikatakan unik mengingat Kejagung memiliki unit intelijen kendati tugas-tugas utamanya adalah untuk melakukan penuntutan. UndangUndang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung merupakan undang-undang pasca reformasi. Jaksa Agung diangkat oleh presiden dan merupakan anggota kabinet. Berkaca pada struktur pengadilan, terdapat kantorkantor\ kejaksaan di tingkat kotamadya dan propinsi\ (Kejaksaan Tinggi).
d. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 50 Tahun 1993 dan diletakkan di bawah pengawasan Presiden. Setelah jatuhnya pemerintahan Soeharto, UndangUndang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memberikan sebuah fondasi baru bagi Komnas HAM. Tugas-tugas Komnas HAM adalah: untuk melakukan riset, pengawasan, pendidikan publik, dan mediasi terkait dengan kasus-kasus hak asasi manusia. Komnas HAM menyediakan konsultasi, negosiasi, mediasi, rekonsiliasi, dan dapat merekomendasikan para pihak untuk pergi ke pengadilan. Komnas HAM juga 71 memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada Pemerintah dan DPR untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia. Peran utama Komnas HAM adalah untuk mendidik pemerintah dan publik mengenai hak asasi manusia, membentuk jaringan para pembela hak asasi manusia, dan menerima pengaduan tentang pelanggaran hak asasi manusia. Undang-Undang Hak Asasi Manusia Tahun 1999 menetapkan bahwa terdapat 35 orang komisioner yang dinominasikan oleh Komnas HAM untuk kemudian dipilih oleh DPR untuk maksimum dua kali masa jabatan masing-masing lima tahun. Namun, pada proses pemilihan tahun 2007, DPR menerima masukan dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memilih Komisioner Komnas HAM dalam jumlah yang lebih kecil agar lebih efektif. Saat ini terdapat sebelas orang Komisioner yang bertugas sampai tahun 2012. Komnas HAM memiliki Kantor-kantor Perwakilan di tiga propinsi: Aceh, Maluku dan Sulawesi Tengah.
     Ketiga kantor tersebut memiliki tanggung jawab umum untuk membantu penyampaian program-program Komnas HAM di bawah pimpinan Sub-sub Komisi terkait. Komnas HAM juga memiliki Perwakilan- perwakilan (Komisionerkomisioner Daerah) dan staf pendukung di tiga propinsi lainnya: Papua, Kalimantan Barat dan Sumatra Barat. e. Pengadilan Hak Asasi Manusia, Pengadilan khusus tentang hak asasi manusia yang dibentuk pada tahun 2000 berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000. Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang berada di bawah jurisdiksi Pengadilan Umum, mengadili pelanggaran berat hak asasi manusia yang mencakup genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Salah satu ciri utama dari pengadilan khusus ini adalah jumlah hakim. Kasus-kasus diperiksa oleh 5 (lima) orang hakim, (tiga) orang di antaranya adalah hakim ad-hoc. Terdapat 12 (dua belas) orang hakim ad-hoc yang dipilih oleh MA untuk maksimum dua kali masa jabatan masing-masing lima tahun. 72 f. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dan mulai berfungsi pada tahun 2008. Terdapat tujuh orang anggota LPSK yang dipilih oleh DPR berdasarkan caloncalon yang dinominasikan oleh Presiden. Pada bulan Desember 2009, LPSK menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Komnas HAM untuk membentuk sebuah komite bersama untuk merumuskan pedoman teknis tentang perlindungan para korban pelanggaran berat hak asasi manusia.
 g. Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) diatur oleh UndangUndang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Kewenangan POLRI berdasarkan undang undang mencakup meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum, tetapi tugas pokok POLRI adalah melakukan penyidikan berdasarkan KUHP dan undang-undang pidana lainnya. Polisi memiliki kewenangan untuk menyidik hampir semua jenis kejahatan atas inisiatifnya sendiri. Namun, KUHAP melarang polisi melakukan investigasi atas kejahatan-kejahatan yang mensyaratkan adanya permohonan dari ‘pihak terkait’ untuk mengambil tindakan melawan orang yang diduga melakukan kejahatan. Kejahatan-kejahatan ini disebut ‘delik aduan’ dan mencakup sejumlah masalah hukum keluarga, kejahatan penghinaan, dan pengungkapan informasi rahasia. Kepala POLRI (Kapolri) dipilih oleh Presiden dengan persetujuan DPR dan bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden. Struktur POLRI mencerminkan struktur pemerintahan administratif. POLRI memiliki perwakilan di tingkat propinsi, yakni Kepolisian Daerah (Polda) dengan seorang Kapolda. Setiap Polda memiliki kewenangan untuk menyusun perwakilan di tingkat sub-propinsi sesuai dengan kebutuhan daerah.
     Pada umumnya, kantor-kantor kepolisian berlokasi di tingkat kabupaten atau kotamadya (Kepolisian Resort atau Polres) dan di tingkat kecamatan (Kepolisian Sektor atau Polsek). 73 h. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan mulai berfungsi pada tahun 2003. KPK berhubungan dengan pencegahan dan investigasi korupsi dan juga penuntutan terhadap kasus-kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/ atau menyangkut kerugian negara paling sedikit satu milyar rupiah atau sekitar 114.000 dollar AS. KPK memiliki lima orang komisioner yang dipilih oleh DPR berdasarkan calon- calon yang dinominasikan oleh Presiden. Kasus-kasus dari KPK diajukan hanya ke Pengadilan Khusus Anti Korupsi yang juga didirikan berdasarkan undang-undang yang sama. Pengadilan Khusus tersebut memiliki 5 (lima) orang hakim, 3 (tiga) orang di antaranya adalah hakim ad-hoc. Hakim-hakim ad-hoc tersebut dipilih oleh sebuah Komite pemilihan khusus di bawah MA.
C. WARGA NEGARA Dalam Konferensi Menteri Pendidikan Negara-negara berpenduduk besar di New Delhi tahun 1996, menyepakati bahwa pendidikan Abad XXI harus berperan aktif dalam hal; (1) Mempersiapkan pribadi sebagai warga negara dan anggota masyarakat yang bertanggung jawab; (2) Menanamkan dasar pembangunan berkelanjutan (sustainable development) bagi kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan hidup; (3) Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada penguasaan, pengembangan, dan penyebaran ilmu pengetahuan, teknologi dan seni demi kepentingan kemanusiaan. Dalam kaitannya pada butir 1 tersebut diatas yaitu mempersiapkan pribadi sebagai warga Negara dan anggota masyarakat yang bertanggung jawab, maka Sub Bab pada Modul ini membahas mengenai Hak dan Kewajiban sebagai Warga Negara. Untuk itu sebelum membahas lebih jauh hal tersebut perlu kiranya dalam Modul ini akan dipaparkan tentang organisasi negara yang mengatur kehidupan warga negara tersebut. 74 1. Pengertian Negara Negara merupakan salah satu bentuk organisasi yang ada dalam kehidupan masyarakat. Pada prinsipnya setiap warga masyarakat menjadi anggota dari suatu negara dan harus tunduk pada kekuasaan negara, karena organisasi negara sifatnya mencakup semua orang yang ada di wilayahnya, dan kekuasaan negara berlaku bagi orang-orang tersebut.
    Sebaliknya negara juga memiliki kewajiban tertentu terhadap orang-orang yang menjadi anggotanya. Melalui kehidupan bernegara dengan pemerintahan yang ada di dalamnya, masyarakat ingin mewujudkan tujuan-tujuan tertentu seperti terwujudnya ketenteraman, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat. Tanpa melalui organisasi negara kondisi masyarakat yang semacam itu sulit untuk diwujudkan, karena tidak ada pemerintahan yang mengatur kehidupan mereka bersama. Munculnya negara tidak dapat dilepaskan dari keberadaan manusia sebagai makhluk sosial, di mana sebagai makhluk sosial manusia memiliki dorongan untuk hidup bersama dengan manusia lain, berkelompok dan bekerjasama, Menurut Wirjono Prodjodikoro (1983:2), negara adalah suatu organisasi di antara kelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah (territoir) tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tadi. Pendapat lain dikemukakan oleh Notohamidjojo, yang menyatakan bahwa negara adalah organisasi masyarakat yang bertujuan mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan kekuasaannya. Sedangkan menurut Soenarko negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu di mana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai souverein.
     (Lubis, 1982: 26). Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik pemahaman bahwa negara adalah organisasi masyarakat yang memiliki wilayah tertentu dan berada di bawah pemerintahan yang berdaulat yang mengatur kehidupan masyarakat tersebut. Negara merupakan konstruksi yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur pola hubungan antar manusia dalam kehidupan masyarakat. 2. Unsur-unsur Negara Dengan memperhatikan pengertian negara sebagaimana dikemukaka oleh 75 beberapa pemikir kenegaraan di atas, dapat dikatakan bahwa Negara memiliki 3 (tiga) unsur yaitu:
  a. Rakyat Rakyat suatu negara dapat dibedakan antara penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah orang-orang yang bertempat tinggal menetap atau berdomisili di suatu negara. Kalau seseorang dikatakan bertempat tinggal menetap di suatu negara berarti sulit untuk dikatakan sampai kapan tempat tinggal itu. Sedangkan yang bukan penduduk adalah orang-orang yang bertempat tinggal di suatu negara hanya untuk sementara waktu, dan bukan dalam maksud untuk menetap. Penduduk yang merupakan anggota yang sah dan resmi dari suatu negara dan dapat diatur sepenuhnya oleh pemerintah negara yang bersangkutan dinamakan warga negara. Sedangkan di luar itu semua dinamakan orang asing atau warga Negara asing. Warga negara yang lebih erat hubungannya dengan bangsa di negara itu disebut warga negara asli, yang dibedakan pengertiannya dengan warga negara keturunan. Perbedaan antara penduduk dan bukan penduduk, warga negara dan bukan warga negara terkait dengan perbedaan hak dan kewajiban di antara orang-orang yang berada di wilayah negara. Di antara status orang-orang dalam negara tentunya status yang kuat dan memiliki hubungan yang erat dengan pemerintah negara yang bersangkutan adalah status warga negara. Status kewarganegaraan suatu negara akan berimplikasi sebagai berikut (Samekto dan Kridalaksana, 2008:59):
1) Hak atas perlindungan diplomatik di luar negeri merupakan hak kewarganegaraan. Suatu Negara berhak melindungi warganya di luar negeri;
2) Kewarganegaraan menuntut kesetiaan, dan salah satu bentuk kesetiaan tersebut adalah kewajiban melaksanakan wajib militer;
3) Suatu negara berhak untuk menolak mengekstradisi warga negaranya kepada negara lain;
 4) Berdasarkan praktek, secara garis besar kewarganegaraan seseorang dapat diperoleh karena :
a) Berdasarkan kewarganegaraan orang tua (Ius Sanguinis); b) Berdasarkan tempat kelahiran (Ius Soli);
c) Berdasarkan asas Ius Sanguinis dan Ius Soli. 76 d) Melalui naturalisasi (melalui perkawinan, misalnya seorang istri yang mengambil kewarganegaraan suami, atau dengan permohonan yang diajukan kepada negara).
b. Wilayah dengan Batas-batas Tertentu Wilayah suatu negara pada umumnya meliputi wilayah darat, wilayah laut, dan wilayah udara.
    Walaupun ada negara tertentu yang karena letaknya di tengah benua sehingga tidak memiliki wilayah laut, seperti Afganistan, Mongolia, Austria, Hungaria, Zambia, Bolivia, dan sebagainya. Di samping wilayah darat, laut, dan udara dengan batas-batas tertentu, ada juga wilayah yang disebut ekstra teritorial. Yang termasuk wilayah ekstra teritorial adalah kapal di bawah bendera suatu negara dan kantor perwakilan diplomatik suatu negara di negara lain. Batas wilayah negara Indonesia ditetapkan dalam perjanjian dengan negara lain yang berbatasan. Batas wilayah negara Indonesia ditentukan dalam beberapa perjanjian internasional yang dulu diadakan oleh pemerintah Belanda dengan beberapa negara lain. Berdasarkan pasal 5 Persetujuan perpindahan yang ditetapkan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB), perjanjian-perjanjian internasional itu sekarang berlaku juga bagi Negara Indonesia. Perjanjian-perjanjian tersebut adalah Konvensi London 1814 di mana Inggris menyerahkan kembali wilayah Hindia Belanda kepada Kerajaan Belanda, dan beberapa traktat lainnya berkenaan dengan wilayah negara (Utrecht, 1966: 308).
    Berkenaan dengan wilayah perairan ada 3 (tiga) batas wilayah laut Indonesia. Batas- batas tersebut adalah:  
1) Batas Laut Teritorial Laut teritorial adalah laut yang merupakan bagian wilayah suatu negara dan berada di bawah kedaulatan negara yang bersangkutan. Batas laut teritorial tersebut semula diumumkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Sesuai pengumuman tersebut, batas laut territorial Indonesia adalah 12 mil yang dihitung dari garis dasar, yaitu garis yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar Indonesia, di mana jarak dari satu titik ke titik lain yang dihubungkan tidak boleh lebih dari 200 mil. Pokok-pokok azas negara kepulauan 77 sebagaimana termuat dalam deklarasi diakui dan dicantumkan dalam United Nation Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) tahun 1982. Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU. No. 17 tahun 1985 pada tanggal 31 Desember 1985.
 2) Batas Landas Kontinen Landas kontinen (continental shelf) adalah dasar lautan, baik dari segi geologi maupun segi morfologi merupakan kelanjutan dari kontinen atau benuanya. Pada tahun 1969 pemerintah Indonesia mengeluarkan pengumuman tentang Landas Kontinen Indonesia sampai kedalaman laut 200 meter, yang memuat pokok-pokok sebagai berikut:
 a) Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam kontinen Indonesia adalah milik eksklusif negara Republik Indonesia;
 b) Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan garis batas landas kontinen dengan negara-negara tetangga melalui perundingan;
 c) Jika tidak ada perjanjian garis batas, maka batas landas kontinen Indonesia adalah suatu garis yang ditarik di tengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dan titik terluar wilayah negara tetangga;
 d) Tuntutan (claim) di atas tidak mempengaruhi sifat dan status perairan di atas landas kontinen serta udara di atas perairan itu. Batas landas kontinen dari garis dasar tidak tentu jaraknya, tetapi paling jauh 200 mil. Kalau ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landas kontinen, maka batas landas kontinen negara-negara itu ditarik sama jauhnya dari garis dasar masing-masing. Sebagai contoh adalah batas landas kontinen Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka sebelah selatan.
     Kewenangan atau hak suatu negara dalam landas kontinen adalah kewenangan atau hak untuk memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di dalam dan di bawah wilayah landas kontinen tersebut.
 D. HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA MENURUT UUD 1945 Manusia oleh Tuhan Yang Maha Kuasa diberi kemampuan akal, perasaan dan indera agar bisa membedakan benar dan salah, baik dan buruk, indah dan jelek. 78 Kemampuan-kemampuan tersebut akan mengarahkan dan membimbing manusia dalam kehidupannya. Kemampuan tersebut juga menjadikan manusia menjadi makhluk yang memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan tindakannya. Oleh karena kebebasan yang dimiliki oleh manusia itulah maka muncul konsep tentang tanggung jawab. Kebebasan yang bertanggung jawab itu juga merupakan bagian dari hak asasi manusia yang secara kodrati merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
     Pengingkaran akan kebebasan berarti pengingkaran pada martabat manusia. Oleh karena itu, semua orang termasuk negara, pemerintah dan organisasi wajib kiranya mengakui hak asasi manusia. Hak asasi bisa menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Bakry, 2009: 228). Pengertian Hak, menurut Prof. Dr. Notonagoro : Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Sedangkan pengertian Kewajiban berasal dari kata Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Dengan demikian maksud Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan. Pengertian warga negara adalah warga suatu Negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (Penjelasan UUD 1945 Psl 26). Sehingga tidak sama dengan kawula negara atau anggota sebuah negara. Berikut akan kita bahas berkenaan dengan hak dan kewajiban negara, dan hak dan kewajiban warga Negara : Kewajiban negara
1. Melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia (Pembukaan UUD 1945, alinea IV)
2. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah (Pasal 28I, ayat 4).
3. menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamnya dan kepercayaannya itu (Pasal 29, ayat 2)
4. Untuk pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan 79 keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung (Pasal 30, ayat 2) 5. Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara (Pasal 30, ayat 3).
6. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum (Pasal 30, ayat 4).
7. membiayai pendidikan dasar (Pasal 31, ayat 2)
 8. mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak muli dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangs (Pasal 31, ayat 3)
 9. memprioritaskan anggaran pendidika sekurang-kurangnya dua puluh persen dar anggaran pendapatan dan belanja negara sert dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraa pendidikan nasional (Pasal 31, ayat 4)
10. memajukan ilmu pengetahuan dan teknologidengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (Pasal 31 ayat 5) 11. memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya (Pasal 32, ayat 1).
12. menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional (Pasal 32, ayat 2). 13. mempergunakan bumi dan air dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33, ayat 3).
14. memelihara fakir miskin dan anak-anak yang terlantar (Pasal 34, ayat 1) 15. mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (Pasal 34, ayat 2) 80 16. bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayananumum yang layak (Pasal 34, ayat 3) Hak warga Negara :
1. Pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2)
2. Berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan (Pasal 28)
3. Membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasal 28B ayat 1) 4. hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminsasi (Pasal 28 B ayat 2)
5. mengembangkan diri melelui pemenuhan kebutuhan dasarnya, mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari IPTEK, seni dan budaya (Pasal 28C ayat 1)
6. memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarkat, bangsa dan negaranya (Pasal 28C ayat 2)
7. pengakuan, jaminan, pelindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (Pasal 28D ayat 1)
8. bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28D ayat 2)
9. memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28D ayat 3)
10. status kewarganegaraan (Pasal 28D ayat 3)
11. memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali (Pasal 28E ayat 1)
12. kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya (Pasal 28E ayat 2)
13. kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28E ayat 3)
14. berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari memperoleh, memiliki, menyimpan, 81 mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia (Pasal 28F)
 15. perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. (Pasal 28G, ayat 1) 16. bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari Negara lain. (Pasal 28G, ayat 2)
17. hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H,ayat1).
18. mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28H, ayat 2)
19. jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat (Pasal 28H, ayat 3). 20. mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun (Pasal 28H, ayat 4).
21. hidup, tidak disiksa, kemerdekaan pikiran dan hati nurani, beragama, tidak diperbudak, diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (Pasal 28I, ayat 1).
22. bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu (Pasal 28I, ayat 2)
23. identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban (Pasal 28I, ayat 3).
24. ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30, ayat 1) mendapat pendidikan (Pasal 31, ayat 1) 82 Cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia
1. Karena kelahiran
2. Karena pengangkatan
3. Karena dikabulkannya permohonan
4. Karena pewarganegaraan
5. Karena perkawinan
6. Karena turut ayah dan atau ibu
7. Karena pernyataan Bukti memperoleh kewarganegaraan Indonesia
 1. Akta kelahiran
2. Surat bukti kewarganegaraan (kutipan pernyataan sah buku catatan pengangkatan anak asing)
3. Surat bukti kewarganegaraan (petikan keputusan Presiden)krn permohonan/pewarganegaraan
4. Surat bukti kewarganegaraan (surat edaran menteri kehakiman...) krn pernyataan Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor. 12 tahun. 2006 pasal. 4 meyatakan :
 1. Orang-orang bangsa Indonesia dan orang orang bangsa lain yang disahkan dengan undang undang sebagai warga negara.
2. Setiap orang yang berdasarkan Peraturan Perundang- undangan dan atau berdasarkan perjanjian pemerintah RI dengan negara lain sebelum UU ini berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia.
3. Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah warga negara Indonesia dan ibu warga negara Indonesia
4. Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah warga negara Indonesia dan ibu asing
5. Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah asing dan ibu warga negara Indonesia
6. Anak yang lahir di luar perkawinan sah dari seorang ibu warga negara Indonesia dan ayah tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum warga negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak itu. 83
 7. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara Indonesia 8. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu seorang warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan tersebut dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun dan atau tidak kawin.
 9. Anak yang lahir di wilayah negara Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya
10. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara RI selama ayah dan ibunya tidak diketahui
 11. Anak yang lahir di wilayah negara RI dari seorang warga negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
12. Anak dari seseorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah dan ibu meninggal dunia sebelum mengucapkan atau menyatakan janji setia.


0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Blog Archive

LATEST POSTS

CB Blogger Lab

JASA SEO CB

jam ayam

CONTOH BLOG

JASA SEO CB

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *