Kepailitan
BAB 6
Kepailitan
A.
SEJARAH
KEPAILITAN
Pailit, failliet (dalam bahasa Belanda) atau bankrupt (dalam bahasa Inggris). Pailit pada masa Hindia-Belanda
tidak dimasukkan ke dalam KUH Dagang (WvK) dan diatur dalam peraturan
tersendiri ke dalam Fillissements-verordening,
sejak 1906 yang dahulu diperuntukkan bagi pedagang saja tetapi kemudian dapat
digunakan untuk golongan mana saja. Tahun 1997, ketika krisis ekonomi melanda
Indonesia dimana hampir seluruh sendi kehidupan perekonomian nasional rusak,
termasuk dunia bisnis dan masalah keamanan investasi di Indonesia. Krisis
tersebut membawa makna perubahan yang sangat penting bagi perkembangan
peraturan kepailitan di Indonesia selanjutnya. Peraturan lama dan yang masih
berlaku ternyata tidak bisa menyesuaikan dengan kebutuhan perubahan zaman. Oleh
karena itu, pada tahun 1998 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun
1998 tentang Kepailitan, yang merupakan :
Perbaikan terhadap Faillisesements-verordening 1996.
Adanya penambahan pasal yang mengatur
tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Mengenal istilah pengadilan niaga, di
luar pengadilan umum untuk menyelesaikan sengketa bisnis.
Pada 2004, Pemeritah
mengeluarkan Undang-Undang
No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
yang merupakan perbaikan terhadap peraturan sebelumnya. Undang-Undang tentang
Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang didasarkan pada asas-asas berikut :
1. Asas
keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitur yang
tidak jujur,di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya
penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditur yang tidak
beriktikad baik.
2. Asas
kelangsungan usaha, dalam Undang-Undang ini terdapat ketentuan yang
memungkinkan perusahaan debitur yang prospektif tetap berlangsung.
3. Asas
keadilan, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dalam memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang
berkepentingan.Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan
pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap
debitur, enggan
tidak memedulikan kreditur lainnya.
4. Asas
integrasi,
asas ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formal dan hukum materiilnya
merupakan satu kesatuan yang utuh dari sisstem hukum perdata dan hukum acara
perdata nasional.
Beberapa
pokok materi baru dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang ini, antara lain :
1. Agar
tidak menimbulkan berbagai penafsiran
dalam Undang-Undang ini pengertian utang diberikan batasan agar tegas, demikian
juga pengertian
jatuh waktu atau tempo.
2. Mengenai
syarat-syarat dan prosedur permohonan persyaratan pailit dan permohonan penundaan
kewajiban pembayaran utang termasuk di dalamnya pemberian kerangka waktu secara
pasti bagi pengambil putusan pernyataan
pailit dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang.
B.
PENGERTIAN
Pailit adalah suatu usaha
bersama untuk mendapat pembayaran bagi semua kreditur secara adil dan tertib,
agar semua kreditur mendapat pembayaran menurut imbangan besar kecilnya piutang
masing-masing dengan tidak berebutan.
Kepailitan adalah sita umum
atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan
oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam UU
No.37 Tahun 2004.
Adapun yang dapat dinyatakan pailit adalah seorang
debitur yang sudah dinyatakan tidak mampu membayar utang-utang nya lagi. Pailit
dapat dinyatakan atas :
1. Permohonan
debitur sendiri.
2. Permohonan
satu atau lebih kreditornya. (Menurut pasal 8 sebelum diputuskan pengadilan
wajib memanggil debitornya).
3. Pailit
harus dengan putusan pengadilan (Pasal 2 Ayat 1).
4. Pailit
bisa atas permintaan kejakaan untuk kepentingan umum (Pasal 2 Ayat 2), Pengadilan
wajib memanggil debitur (Pasal 8).
5. Bila
debitornya bank, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
6. Bila
debitornya peruahaan efek, bursa efek, lembaga kliring, dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh badan
pengawa pasar modal (Bapepam).
7. Dalam
hal debitornya perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau
Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Dalam
Pasal 6, Permohonan pernyataan pailit dapat
diajukan kepada :
·
Ketua pengadilan, dan panitera
mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang
bersangkutan ajukan.
·
Bila debitur dalam keadaan berhenti
membayar (utang pokok maupun bunganya).
·
Bila terdapat dua atau lebih kreditur
dan debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh
waktunya dan dapat ditagih.
Tujuan pernyataan pailit sebenarnya
adalah untuk mendapatkan suatu penyitaan umum atas kekayaan debitur (segala
harta benda disita/dibekukan) untuk kepentingan semua orang yang
mengutangkannya (kreditur). Prinsip kepailitan itu adalah suatu usaha bersama
untuk mendapatkan pembayaran bagi semua orang berpiutang secara adil.
C.
AKIBAT
DIJATUHKANNYA PAILIT
1.
Debitur kehilangan segala haknya untuk
menguasai dan mengurus atas kekayaan harta bendanya, baik menjual, menggadai,
dan lain sebagainya, serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan
sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.
2.
Utang-utang baru tidak lagi dijamin oleh
kekayaannya.
3.
Untuk melindungi kepentingan kreditur,
selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, kreditur
dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk :
a.
Meletakkan sita jaminan terhadap
sebagian atau seluruh kekayaan debitur.
b.
Menunjuk kurator sementara untuk
mengawasi pengelolaan usaha debitur, menerima pembayaran kepada kreditur,
pengalihan atau pengagunan kekayaan debitur (Pasal 10).
4. Harus
diumumkan di dua surat kabar (Pasal 15 Ayat 4).
D.
GOLONGAN
ORANG BERPIUTANG
Menurut Pasal 55 UU No.
37 Tahun 2004 para kreditur dapat dibagi dalam beberapa golongan :
1. Golongan
separatisen, yaitu kreditur pemegang
gadai, jamina fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan
lainnya, biasanya disebut kreditur
preferen, yaitu para kreditur yang mempunyai hak didahulukan, disebut
demikian karena para kreditur yeng telah memberikan hak untuk mengeksekusi
sendiri haknya dan melaksanakan seolah-olah tidak ikut campur. Dalam arti lain,
kreditur ini dapat menyelesaikan secara terpisah di luar urusan kepailitan.
Meskipun demikian, untuk melaksanakannya menurut ketentuan undang-undang para
keditur tidak bisa langsung begitu saja melaksanakannya.
2. Golongan dengan hak privilege, yaitu orang-orang yang mempunyai tagihan yang diberikan
kedudukan istimewa, sebagai contoh, penjual barang yang belum menerima
bayarannya, mereka ini menerima pelunasan terlebih dahulu dari pendapatan
penjualan barang yang bersangkutan setelah itu barulah kreditur lainnya (kreditur konkuren).
Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003,
Pasal 95 Ayat 4, sebenarnya menjamindidahulukannyahak pekerja, Pasal tersebut
berbunyi “Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku maka upah dan hak-hak lainnya dari
pekerja/buruh merupakan utang yang didahuukan pembayarannya”. Di mana
perussahaan dalam proses pailit, karyawan yang termasuk ke dalam golongan ini.
E.
PENGURUSAN
HARTA PAILIT
1.
Hakim
Pengawas
Hakim
Pengawas atau Rechtar Commisaris
(dalam bahasa Belanda) seperti yang diatur dalam Pasal 65 adalah hakim yang
diangkat oleh pengadilan untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta
pailit.
a.
Kalau masalah kepailitannya besar
(kakap) dapat diangkat panitia kreditur.
b.
Memimpin rapat verifikasi, rapat untuk
pengesahan piutang-piutang.
2.
Kurator
a.
Tugas
Kurator
Menurut Pasal 69 UU No.
37 Tahun 2004, kurator memiliki tugas :
1.
Melakukan pengurusan dan/atau pemberesan
harta pailit.
2.
Segala perbuatan kurator tidak harus
mendapat persetujuan dari debitur (meskipun dipersyaratkan).
3.
Dapat melakukan pinjaman dari pihak
ketiga (dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit).
4.
Kurator itu bisa Balai Harta Peninggalan
(BHP), atau kurator lainnya.(Pasal 70 Ayat 1)
b.
Menjadi
Kurator
Menurut Pasal 70 Ayat 2
yang dapat menjadi kurator adalah :
1)
Orang perseorangan yang memiliki
keahlian khusus untuk itu (mengurus atau membereskan harta pailit dan
berdomisili di wilayah RI).
2)
Terdaftar di Departemen Hukum dan
Perundang-undangan.
c.
Kurator
Dapat Diganti
Menurut Pasal 71 Ayat 1
UU No. 37 Tahun 2004 seorang kurator
dapat diganti, pengadilan dapat mengganti, memanggil, mendengar kurator, atau
mengangkat kurator tambahan :
1.
Atas permohonan kurator sendiri.
2.
Atas permohonan kurator lainnya, jika
ada.
3.
Usulan Hakim Pengawas.
4.
Atas permintaan debitur pailit.
5.
Atas usul kreditur konkuren.
d.
Tanggung
Jawab Kurator
Menurut Pasal 72 UU No.
37 Tahun 2004, seorang kurator mempunyai tanggung jawab :
1.
Terhadap kesalahan atau kelalaian dalam
tugas pengurus atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.
2.
Kurator yang ditunjuk untuk tugas khusus
berdasarkan putusan pernyataan pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebtas
tugasnya (Pasal 73 Ayat 3).
3.
Kurator harus menyampaikan kepada hakim
pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanakan tugasnya setiap tga bulan (Pasal 74 Ayat 1).
4.
Upah kurator ditetapkan berdasarkan
pedoman yang ditetapkan Menteri Hukum dan Perundang-undangan.
3.
Panitia
Kreditur
Dalam
putusan pailit atau dengan penetapan kemudian pengadilan dapat membentuk
panitia kreditur sementara terdiri dari tiga orang yang dipilih dari kreditur
yang dikenal dengan maksud memberikan nasihat kepada kurator.
Setelah pencocokan utang selesai dilakukan,
hakim pengawas wajib menawarkan kepada kreditur untuk membentuk panitia
kreditur tetap.
F.
KEADAAN
HUKUM DEBITUR SETELAH BERAKHIRNYA PEMBERESAN
Setelah
daftar pembagian penutup menjadi mengikat, maka kreditur memperoleh kembali hak
eksekusi terhadap hart debitur mengenai piutang mereka yang belum dibayar.
Pengakuan suatu piutang mempunyai kekuatan hukum
tetap terhadap debitur seperti suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
G.
PENUNDAAN
KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)
Hal yang berbeda dari peraturan
kepailitan sebelumnya adalah UU No. 37 Tahun 2004 sudah lengkap mengatur
masalah-masalah penundaan kewajiban debitur untuk membayar utang-utangnya
dengan maksud debitur yang memiliki iktikad baik untuk menyelesaikan seluruh
atau sebagian utang-utangnya dengan cara damai. Keadaan yang demikian disebut “keadaan surseance”, dimana yang pailit
dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan (niaga atau komersial) untuk
suatu pengunduran umum dari kewajibannyauntuk membayar utang-utangnya dengan
maksud untuk mengajukan rencana perdamaian, baik seluruh maupun sebagian utang
kepada kreditur. Keadaan surseance dapat
diajukan :
a.
Harus persetujuan lebih setengah
kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui (Pasal 229).
b.
Hair dan mewakili paling sedikit dua
pertiga dari tagihan yang diakui atau sementara diakui.
c.
Persetujuan lebih dari setengah jumlah
kreditur yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling
sedikit dua pertiga bagian seluruh tagihan kreditur atau kuasanya yang hadir
dalam sidang.
d.
Diumumkan di dua koran dan berita negara
RI.
e.
Apabila PKPU tetap disetujui, penundaan
tersebut berikut perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 hari setelah putusan
penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan (Pasal 228 Ayat 6).
Adapun
“Keadaan insolventie” , seperti
dimaksud Pasal 290 UU No.37 Tahun 2004 adalah keadaan debitur sudah sungguh-sungguh
pailit atau tidak
mampu lagi membayar utang-utangnya. Untuk hal ini kreditur diberi waktu dua
bulan untuk menggunakan hak khususnya terhadap Keadaan insolventie tersebut.
H. PENGADILAN
NIAGA
Menurut pasal 306 UU No. 37 Tahun 2004, pengaturan
pengadilan niaga atau komersil di luar pengadilan umum, yang dikhusukan untuk
kasus-kasus bisnis/ekonomi dan HaKI, dengan demikian terhadap perkara-perkara
tersebut merupakan suatu terobosan yang baik bagi dunia peradilan di Indonesia
sehingga penyelesaian perkara diharapkan bisa lebih cepat dan murah.
Adapun tugas dan fungsi dari
pengadilan niaga ini adalah :
1.
Memeriksa
dan memutuskan permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran
utang.
2.
Berwenang
memeriksa dan memutuskan perkara lain di bidang perniagaan.
3.
Prosedur
yang diterapkan lebih cepat dalam hal :
a.
Perkara
selesai dalam 30 Hari.
b.
Tidak
ada banding, langsung kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
c.
Dimungkinkan
diajukan Peninjauan Kembali (PK).
0 komentar:
Posting Komentar