Selasa, 26 Februari 2019

Biaya Modal

BAB 3 Biaya Modal (Cost of Capital) Capital Budgeting dan Cost of Capital (CoC) merupakan dua konsep yang saling berkaitan. Kita tidak bida menentukan besarnya cost of capital jika tidak mengetahui besaran capital budget, dan sebaliknya, kita tidak bisa menentukan jumlah capital budget jika tidak tahu nilai cost of capital. Dengan demikian, jika manajer keuangan ingin memaksimalkan nilai perusahaan, maka biaya modal dan capital budgeting harus ditentukan secara simultan. Demikian pula, dalam pembahasan bab-bab selanjutnya akan lebih jelas bahwa infornasi tentang biaya modal dibutuhkan pada saat perusahaan memutuskan untuk melakukan leasing dan pendanaan kembali obligasi (bond refunding). Biaya modal adalah biaya riil yang harus ditanggung perusahaan karena digunakannya modal yang digunakan untuk berinvestasi. Karena sifatnya sebagai biaya, maka biaya modal juga diartikan sebagai batas minimum tingkat hasil yang harus dicapai perusahaan (minimum required rate of return) agar perusahaan tidak dinyatakan merugi. Perhitungan biaya modal secara keseluruhan (overall cost of capital) bertujuan utamanya untuk menentukan biaya modal dalam hal penganggaran modal (capital budgeting). Konsep ini mengarah pada Weighted Average Cost of Capital (WACC), yaitu batas untuk mengevaluasi apakah proyek-proyek memiliki tingkat pengembalian yang lebih baik. Dari namanya, WACC merupakan biaya modal tertimbang dari berbagai sumber modal sesuai dengan komposisi masing-masing. Dengan demikian, rumus dari WACC adalah : WACC = = w1k1 + w2k2 + ….+ wnkn Dimana wi adalah bobot atau bagian (dalam persentase) dari tiap komponen sumber modal; ki adalah biaya modal dari komponen sumber modal dan n adalah jumlah variasi atau ragam sumber modal yang digunakan oleh perusahaan. Singkatnya, perhitungan WACC sangat terkait dengan pertimbangan bagaimana suatu proyek didanai, atau dengan kata lain, dari sumber pendanaan atau keuangan apa sajakah modal itu berasal. Untuk mengestimasikan WACC, hal pertama yang perlu dilakukan adalah memutuskan tipe modal yang mana yang digunakan. Mengingat CoC utamanya digunakan dalam proses pembuatan keputusan investasi jangka panjang, fokus pembahasan adalah pada perhitungan CoC yang digunakan untuk pengambilan keputusan dalam hal capital budgeting. Asumsi yang berlaku dalam Rumus secara short cut yang digunakan untuk menghitung biaya hutang ki itu sendiri adalah: pembahasan investasi jangka panjang adalah sumber modal yang bersifat jangka pendek, digunakan untuk menunjang jalannya operasi perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan umumnya menggunakan short-term liabilities sebagai sumber dana bagi working capital yang bersifat siklus atau musiman. Dengan demikian, hutang jangka pendek tidak termasuk dalam perhitungan CoC yang digunakan dalam konteks capital budgeting, dan mempertimbangkan penggunaan long-term debt, saham preferen dan modal sendiri (saham biasa plus laba ditahan) sebagai sumber utama modal bagi kepentingan ekspansi. Jadi sumber modal jangka panjang itulah yang termasuk dalam perhitungan WACC. Untuk itu, untuk menentukan WACC perlu perhitungan biaya modal masing-masing sumber modal secara individual. Cost of Debt (kd) Dalam periode awal atau tahap perencanaan, manajer keuangan harus mengetahui dengan tepat tipe dan jumlah hutang jangka panjang (debt) yang akan digunakan untuk mendanai proyek dalam capital budgeting. Tipe hutang akan sangat ditentukan oleh asset yang akan didanai serta kondisi pasar modal dalam satu periode. Dengan demikian, manajer keuangan diharapkan mampu memahami tipe hutang yang cocok dengan bidang usaha perusahaan. Biaya hutang setelah pajak (kd) dihitung dengan formula ki(1-t) untuk mencerminkan tingkat bunga atas hutang dikurangi dengan penghematan pajak yang timbul karena pembayaran bunga (pembayaran bunga bersifat mengurangi pajak) atau dengan kata lain biaya bunga obligasi didasarkan pada prinsip after tax basis. Dikatakan penghematan pajak karena logika yang digambarkan dari persamaan di bawah ini. Biaya hutang setelah pajak (kd) = Tingkat bunga atas hutang – penghematan pajak = ki – ( kd.t ) = ki ( 1 - t ) Dimana: ki = biaya bunga sebelum pajak ki = Nnominal = Nilai nominal obligasi (par value) Nbersih = Nilai bersih (net proceed penjualan obligasi) n = umur obligasi PT Jaya mengeluarkan obligasi dengan nilai nominal per lembar $1.000, coupon rate 8% umur 20 tahun. Penerimaan bersih dari penjualan obligasi adalah $ 940. Tingkat pajak 30%. Besarnya biaya modal atas obligasi tersebut adalah: kd = 8,56 % (1 – 0,3) = 5,992% ki = = 8,56% Selain menggunakan rumus di atas, dapat juga menggunakan metode interpolasi karena pada dasarnya perhitungan ini sama dengan mencari tingkat bunga efektif, yaitu tingkat bunga dimana present value dari pembayaran bunga per tahun plus nilai nominal/pokok obligasi sama dengan present value tingkat penerimaan. PVbunga + pokok obligasi = PVpenerimaan bersih Dengan demikian perhitungan besarnya tingkat bunga efektif adalah: 80 80 80 1000 940  + +........+ + (1r)1 (1r)2 (1r)20 (1r)20 Dengan coupon rate 9% 1. PV Tingkat bunga = 80 [ PVIFA 9%; 20 tahun ] = 730,284 2. PV Pokok obligasi = 1000 [ PVIF 9%; 20 tahun] = 178,430 Jadi nilai sekarang obligasi + bunga = 908,715 Metode interpolasi: 8% 1000 1000 sesungguhnya 940 9% 908,715 selisih 60 91,285 Jadi ki adalah = 8% + 60 = 8, 657% 91,285 Sehingga kd = 8, 657% (1 – 0,3) = 6,06 % Cost of Preferred Stock (kp) Sejumlah perusahaan menggunakan saham prioritas sebagai bagian dari permanent financing mix mereka. Untuk menghitung biayanya, data utama yang digunakan adalah berapa besarnya deviden saham preferen. Karena deviden ini tidak mengurangi pajak (non tax deductible), atau pembayaran dilakukan setelah pajak, maka tidak ada penyesuaian terhadap pajak (tax adjustment) dalam menghitung biaya modal saham preferen, sebagaimana dilakukan penyesuaian pajak terhadap biaya modal obligasi. Biaya modal saham preferen dihitung dengan cara membagi deviden saham preferen per tahun (dp) dengan keuntungan bersih penjualan saham preferen. kp= Contoh Saham preferen PT Jaya bernilai nominal $100 per lembar dengan deviden 7%. Biaya penjualan saham 1% atau $1 per lembar. Saham dijual dengan harga $98 per lembar. Perhitungan biaya modal saham preferen adalah: kp= 7,22% Cost of Common Stock (ke) Perusahaan dapat meningkatkan modal saham melalui dua cara, yaitu dengan menahan laba dan kedua, menerbitkan saham biasa baru. Jika ekspansi perusahaan berlangsung secara cepat hingga laba ditahan sudah digunakan seluruhnya, perusahaan akan menerbitkan saham baru. Jika demikian, saham biasa akan memiliki biaya modal yang lebih tinggi dibandingkan laba ditahan, karena melibatkan adanya biaya emisi (flotation cost). Adanya biaya emisi akan memperkecil jumlah rupiah yang dapat digunakan dari penjualan saham biasa, dan akibatnya akan memperbesar biaya modal. Berikut ini adalah formula untuk menghitung biaya modal dari saham biasa. Jika tidak melakukan emisi saham baru ke= Dimana D = Deviden p = harga /lembar saham (price) g = tingkat pertumbuhan (growth) Jika melakukan emisi saham baru ke (dalam rupiah) = ke (dalam persentase) = Sementara : g = Contoh Dimana D = Deviden p = harga /lembar saham (price) g = tingkat pertumbuhan (growth) f = biaya emisi (flotation cost) Dimana Pn = deviden pada tahun n P0 = deviden tahun awal g = tingkat pertumbuhan (growth) n = tahun Harga saham PT Jaya dijual $100 per lembar. Pembayaran deviden tahun 2000 sebesar $5 per lembar dan di tahun 2005 diperkirakan dapat dibayar sejumlah $8 per lembar saham. Biaya emisi atau flotation cost $10 per lembar saham. Hitunglah biaya modal saham biasa jika: a). Tidak dilakukan emisi saham baru b). Perusahaan mengeluarkan saham baru c). Perusahaan tidak mengemisi saham baru dan pertumbuhan nol. Cost of Retained Earning (kr) Seperti halnya biaya hutang, saham preferen serta saham biasa, biaya modal untuk laba ditahan didasarkan pada tingkat pengembalian yang dipersyaratkan atau diinginkan oleh investor atas sekuritas yang dimilikinya. Jadi biaya modal untuk laba di tahan sama dengan tingkat pengembalian yang diinginkan pemegang saham atas modal ekuitas yang bersumber pada laba ditahan. Mengapa pada laba ditahan diperhitungkan pula biayanya? Alasannya adalah prinsip opportunity cost. Laba perusahaan setelah pajak pada dasarnya adalah hak pemegang saham. Pemegang obligasi mendapat imbalan dari pembayaran bunga, sementara pemegang saham preferen mendapat deviden preferen. Akan tetapi laba setelah pajak dan deviden preferen merupakan hak pemegang saham biasa atas modal yang investor tanamkan. Manajemen memiliki pilihan untuk membagikan laba tersebut sebagai deviden atau menahannya untuk diinvestasikan kembali dalam bisnis. Jika manajemen memutuskan untuk menahan laba tersebut, maka terdapat biaya oportunitas (dibandingkan dengan jika laba dibagi dalam bentuk deviden), karena akan terbuka kesempatan bagi pemegang saham untuk mendapatkan laba dari tambahan investasi. Jadi, atas dana tersebut perusahaan harus menghasilkan laba sekurang-kurangnya sebesar tingkat pengembalian yang bisa diperoleh pemegang saham dari alternative investasinya dengan tingkat risiko yang sebanding. Rumus yang digunakan untuk menghitung biaya modal untuk laba ditahan sama halnya dengan rumus perhitungan biaya modal saham biasa, yaitu: kr= Weighted Average Cost of Capital (WACC) Setiap perusahaan mempunyai struktur modal yang optimal, yaitu bauran atau perpaduan hutang, saham preferen dan saham biasa yang dapat memaksimumkan harga saham perusahaan. Dengan demikian, perusahaan akan berusaha menambah modal baru tanpa mengganggu keseimbangan struktur modal tersebut. Misalnya struktur modal PT Jaya yang dianggap optimal adalah : Sumber Modal Komposisi Biaya modal Obligasi 25% 15% Saham Preferen 15% 10% Saham Biasa 60% 9% Dengan tingkat pajak 40% maka WACC PT Jaya adalah : WACC = 0,25(15%)(0,6) + 0,15(10%) + 0,60(9%) = 9,15% Setiap tambahan satu rupiah pada modal PT Jaya, akan terdiri dari 25 sen obligasi dengan biaya setelah pajak 9%, 15 sen saham preferen dengan biaya 10%, dan 60 sen saham biasa dengan biaya 9%. Dan, biaya rata-rata dari setiap rupiah, atau WACC, adalah 9,15%. Weighted Marginal Cost of Capital (WMCC) Biaya marginal diartikan sebagai biaya untuk setiap unit tambahan. Jika perusahaan terus berupaya menambah modalnya, maka setelah mencapai tahap tertentu biaya dari setiap rupiah akan naik. Biaya marginal (WMCC) didefinisikan sebagai biaya dari setiap tambahan 1 rupiah dolar terakhir ke dalam modal perusahaan. Biaya marginal akan meningkat bila penambahan modal berlangsung terus menerus selama periode tertentu. Dari kasus PT Jaya di atas, perusahaan tidak dapat menambah modal baru hingga tak terbatas dengan mempertahankan biaya modal tetap pada 9,15%. Sejalan dengan adanya ekspansi, perusahaan membutuhkan tambahan modal sehingga perusahaan akan makin besar pada suatu periode. Dalam kondisi ini, biaya modal hutang dan saham mulai meningkat dan dampaknya adalah peningkatan WACC. Pada titik atau dalam batas tambahan modal berapakah akan terjadi kenaikan biaya modal ini? Misal, PT Jaya membutuhkan dana untuk investasi pada beberapa proyek sebesar $1.000.000. Modal baru ini awalnya dimaksudkan untuk tetap menjaga bauran komposisi modal. Jadi perusahaan akan membutuhkan hutang sejumlah $250.000, $150.000 modal dari saham preferen dan $600.000 dari saham biasa. Modal saham baru ini berasal dari dua sumber, yaitu bagian dari profit yang ditahan oleh manajemen (tidak dibagikan dalam bentuk deviden, dan penjualan saham biasa baru (karena laba ditahan periode lalu telah diinvestasikan pada pabrik, peralatan dan sebagainya. Berdasarkan data PT Jaya di atas, maka pada hutang akan dikenakan biaya bunga setelah pajak sebesar 9%, sementara saham preferen berbiaya 10%. Biaya saham biasa adalah sebesar kr selama modal saham biasa seluruhnya berasal dari laba ditahan, tetapi biaya saham biasa menjadi ke jika perusahaan telah menggunakan seluruh laba ditahan dan kemudian harus menjual saham baru. Jadi jika seluruh laba ditahan PT Jaya telah habis dipakai sehingga tidak mencukupi untuk investasi baru, PT Jaya harus mengeluarkan saham baru untuk menjaga struktur modal pada posisi sekarang ini. Jika flotation cost untuk penjualan saham biasa baru yang bernilai $100 adalah 10% dan tingkat pertumbuhan deviden 1,12% sehingga akan dibayarkan deviden tahun ini sebesar $8 per lembar saham, maka perhitungan biaya modal untuk saham biasa adalah: ke = % Dengan demikian, biaya modal untuk saham biasa eksternal ini naik dari 9% menjadi 10% dan peningkatan ini akan menyebabkan kenaikan WACC dari 9,15% menjadi 9,75%: WACC baru = 0,25(15%)(0,6) + 0,15(10%) + 0,60(10%) = 9,75% Pada jumlah modal berapakah CoC akan naik dari 9% menjadi 10% dan menyebabkan WACC naik dari 9,15% menjadi 9,75%? Jika perusahaan memperkirakan akan memperoleh laba $ 300.000 dan manajemen memutuskan untuk tidak membagi deviden, maka tambahan modal dari laba ditahan adalah $300.000. Dengan modal berasal dari laba ditahan $300.000, berapakah modal tambahan yang harus didapat dari hutang dan saham preferen? Dalam hal ini, perusahaan mencari jumlah X yang disebut breaking point (titik patahan) yang menunjukkan total jumlah pendanaan yang dapat dilakukan sebelum PT Jaya mengemisi saham baru. Maka total kebutuhan dana adalah: Laba ditahan = 0,6 (Total capital) = $300.000 X = Jadi total pendanaan dimana seluruh laba ditahan telah habis digunakan untuk investasi adalah $500.000. Dengan kata lain, PT Jaya dapat menambah modal hingga $500.000 yang terdiri dari laba ditahan $300.000, hutang $150.000 dan saham preferen $50.000 tanpa mengubah struktur modalnya. Sumber Modal Jumlah Komposisi Obligasi $125.000 25% Saham Preferen 75.000 15% Penggunaan Laba ditahan 300.000 60% Total ekspansi yang didukung oleh Laba Ditahan $500.000 100% Tetapi, jika kebutuhan tambahan modal untuk investasi PT Jaya lebih besar dari laba ditahan $300.000, maka PT Jaya terpaksa akan menjual saham baru. Jika ini terjadi, maka WACC PT Jaya akan naik menjadi 9,75% karena adanya kenaikan CoC dari saham biasa yaitu dari 9% menjadi 10%. Penggunaan Schedule WMCC dalam Capital Budgeting Sebagaimana telah disebutkan pada awal pembahasan, biaya modal adalah kunci penting dalam proses capital budgeting. Salah satunya adalah dengan menggabungkan kurva atau skedul WMCC dengan Investment Opportunity Schedule (IOS) yang menunjukkan rate of return yang diharapkan dari setiap kesempatan investasi (proyek). Analis keuangan perlu menghitung expected rate of return dari tiap proyek dan kemudian menggabungkannya dengan skedul WMCC. Dalam hal ini, WMCC skedul digunakan sebagai cut off rate untuk menentukan proyek mana yang layak untuk dilaksanakan atau tidak. Selama RoR proyek lebih besar dari pada CoC, beberapa proyek sekaligus dengan karakter independent projects dapat dijalankan seluruhnya. Contoh PT Jaya berencana membiayai beberapa proyek investasi yaitu: Proyek I0 IRR A $ 3.000.000 11% B 4.000.000 10% C 2.000.000 8% Untuk membiayai proyek, perusahaan membutuhkan tambahan dana. Laba ditahan diperkirakan sebesar $ 3.250.000. Komposisi modal optimum perusahaan adalah 60% obligasi dan 40% saham biasa. Nilai nominal obligasi $10.000/lembar, umur 20 tahun, coupon rate 8,5% dijual dengan biaya $400 per lembar. Saham biasa bernilai nominal $100/lembar dijual dengan biaya emisi 7% per lembar diperkirakan laku pada harga $97/lembar. Pembayaran deviden 3 tahun lalu $6,25 dan tahun ini akan dibayar $7,25. Tingkat pajak 30%. Proyek manakah yang layak untuk didanai? Biaya modal obligasi = 850 i = 8,5% x 10.000 850 + 10.000 − 9.600 870 ki = 20 = = 0, 0887 10.000 + 9.600 9.800 2 kd = 0,0887 (1-0,3) = 0,06214 atau 6,214% g = 3 7,256,25 −1 = 5,07% jadi ke = 7,2597 + 5,07 = 12,54% Biaya modal saham biasa (jika mengeluarkan saham baru) 7,25 ke = 97(1 − 0,07) + 5,07 = 13,1%

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Blog Archive

LATEST POSTS

CB Blogger Lab

JASA SEO CB

jam ayam

CONTOH BLOG

JASA SEO CB

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *